Intrik dan Permufakatan Jahat dalam dunia Politik

Jumat, 20 April 2018 | 06:33 WIB
0
1073
Intrik dan Permufakatan Jahat dalam dunia Politik

Apa Kabar Politik! Apakah tahun demi tahun kau tetap seperti dulu, licik dan munafik?

Aku tengah merancang masa depanku dengan politik pula, kalau tidak aku kesepian sebab tidak ada teman. Tidak mungkin aku bilang seperti apa yang dikatakan Baharuddin Lopa, "Banyak yang salah jalan tapi merasa tenang karena banyak teman yang sama-sama salah. Beranilah benar meskipun sendiri".

Politik itu perlu teman, meskipun ujung-ujungnya sesama teman saling menikam tapi itulah jalan yang harus ditempuh untuk sukses.

Apakah ada jalan lain selain melakukan konspirasi, pemufakatan jahat, dan strategi licik untuk menjegal lawan. Dalam Trias politika (John Locke) kekuasaan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif harus dibagi agar tidak ada pemusatan kekuasaan. Montesquieu, Thomas Hobbes bahkan Nietzsche pun mempunyai persepsi sendiri tentang politik. Tetapi situasi setiap negara lain-lain. Teori-teori politik yang dipresentasikan  kepada para pemimpin negara  banyak yang meleset.

Lalu bagaimana hubungan politik dengan parlemen, yudikatif dan jajaran pimpinan dari pusat sampai daerah. Dari presiden sampai ketua RT, dari ketua DPR sampai dewan desa. Rasanya tidak seru politik tanpa intrik?

Ya politik itu identik dengan intrik. Politik itu dekat dengan dunia yang kelam menurut persepsi saya sebagai rakyat yang sering ditikam oleh janji-janji yang jarang ditepati. Saya hampir tidak percaya pada politikus yang duduk di parlemen. Bukan karena pesimis mereka bukan orang cerdas, tetapi orang cerdas, bekas aktifis, tetapi daya sengatnya seakan-akan tumpul setelah duduk sebagai wakil rakyat.

Di mataku politik itu aneh, benar-benar aneh, tidak seperti teori yang pernah saya pelajari dulu tentang dasar-dasar politik. Prakteknya ternyata banyak politikus saling menikam untuk menjadi juara tetapi dengan melakukan tindakan tidak sportif. Kebenaran seperti berjalan di lorong sunyi adab pun tiarab.

Teori politik tidak bisa menjangkau masalah kasus demi kasus. Politik hanya merapikan rancangan tata kelola pemerintahan relationship antara pemerintah yudikatif dan legislatif tetapi jika ketiga komponen saling menjegal, saling menjatuhkan ujung-ujungnya hanya akan membuat negara hancur.

Vivere Pericolose, Hidup menyerempet bahaya.

Pernah dengar  pepatah Jawa Ing Ngarso Sung tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani, Pepatah jawa itu memberi contoh baik  tentang kepemimpinan secara politik, edukatif jelas  ideal, tetapi dalam tataran praktik jarang ada tokoh politik atau pemimpin yang mepraktekkannya.

Banyak sekali pepatah yang bisa menjadi teladan, Tetapi ketika mencoba mempraktekkannya jalan sunyilah yang mesti ditempuh karena hampir tiap orang cenderung  main aman. Jika terlalu idealis mereka hanya terlibat dalam persoalan rumit, mencekam dan bisa menjadi korban  dari mafia politik yang lebih suka menghalalkan segala cara untuk sukses menjaring pertemanan karena kesamaan kepentingan.

Tidak ada teman yang abadi yang ada hanyalah kepentingan yang abadi.

Ya sudahlah kadang dalam politik lupakan pitutur luhur. Sebab kata itu hanya akan membatasi gerak ular untuk mematok dan memangsa lawan agar tunduk dan runduk dalam cengkeraman tangan kita.

Kita adalah ular beludak yang siap memangsa teman dan lawan. Dalam permainan catur strategi menjatuhkan lawan ternyata amat rumit sebab mereka yang jago perlu bisa membaca langkah dan memprediksi langkah lawan dari berbagai sudut pandang. Sekali lengah akan terkena skak. Dan matilah kau kawan. Selamat tinggal idealisme,kau makan saja aku tidak butuh(begitulah bathin politisi)

Itulah Politik. Semoga salah.

***

Editor: Pepih Nugraha