Jokowi yang Makin Sulit Terpancing

Jumat, 6 April 2018 | 07:16 WIB
0
1386
Jokowi yang Makin Sulit Terpancing

Di sela ingar-bingar politik dari kubu oposan pemerintah yang menyerang pribadi Joko Widodo, dari sisi kinerja maupun pribadi, tampaklah bahwa Presiden RI itu saat ini semakin sulit terpancing. Ibarat ikan yang sudah dikasih makan gula sebelum orang memancing, semua umpan yang tergantung di mata kail tidak digubrisnya. Para pemancing pun seperti habis kesabaran, lantas uring-uringan.

Ketika serangan apapun kaum oposan tumpul gara-gara diamnya Jokowi, salah satu doa besar yang dipanjatkan adalah agar Tuhan memberi kesalahan fatal atau kekhilafan tak termaafkan kepada Jokowi, minimal seperti blunder besar yang pernah dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada masa silam. Dan, blunder besar yang paling diharapkan oposan adalah kasus penistaan agama.

Siapapun oposan itu, baik politikus elite di partai maupun parlemen, emak-emak yang sudah sangat sebel melihat Jokowi, sampai para oposan medsos yang cerewet dan ga sabaran, berharap terjadi lagi apa yang disebut "Penistaan Agama" Jilid II, tetapi kali ini yang melakukannya adalah Jokowi.

Tentu saja Jokowi tahu persis harapan para oposan, maka jalan terbaik yang diambilnya adalah diam. Diam seribu bahasa, tetapi tetap bekerja dengan seribu satu cara.

[irp posts="13424" name="Yakinilah, Arteria Dahlan Itu Anggota DPR Terhormat, Bukan Bangsat"]

Potensi untuk melekatkan Jokowi secara tidak langsung ada pada dua peristiwa besar yang beraroma agama atau SARA bisa saja dilakukan, setidak-tidaknya membuat persepsi umum kalau tidak mau dikatakan pengkondisian. Pertama pernyataan kasar politikus PDIP Arteria Dahlan yang menyebut "bangsat" kementrian agama dan yang paling anyar adalah Sukmawati Soekarnoputri dengan puisinya yang mendadak terkenal itu, "Ibu Indonesia".

Mengapa dikatakan bahwa isu atas dua peristiwa itu bisa dilekatkan kepada Jokowi? Karena benang merahnya adalah PDIP. Jokowi saat ini diusung oleh partai berkuasa dengan ketua umum Megawati Soekarnoputri. Arteria Dahlan jelas anggota DPR dari PDIP, Sukmawati meski secara hubungan keluarga tidak terlalu harmonis dengan kakaknya, yaitu Megawati, tetaplah ia putri Soekarno yang kental nasionalismenya daripada keagamaannya. Bau-bau Sukmawati di PDIP masih ada.

Jokowi tahu, dua peristiwa ini bisa dilekatkan kepada dirinya sebagai "Penista Agama" juga seperti Ahok dengan Al Maidah-nya, meski kejauhan.

Arteria menyerang kementrian agama sedang isi puisi "Ibu Indonesia" Sukmawati juga menyentil simbol-simbol agama Islam seperti suara azan versus kidung dan jilbab versus cadar. Tetapi apa daya, meski kedua peristiwa itu berbau SARA, masih terlalu jauh dilekatkan kepada Jokowi. Untuk sementara oposan gigit jari.

Tumpul di dua peristiwa, serangan lain menggunakan tagar #ABJ atau #2019GantiPresiden demikian masif di media sosial dan tentu saja isu utang yang terus digoreng sampai empuk.

Lagi-lagi, sejauh ini Jokowi tidak terusik atau memang sengaja tidak mengindahkan sejumlah serangan prematur yang sebenarnya belum waktunya, sebab kampanye baru akan dilakukan selepas pasangan capres-cawapres didaftarkan ke KPU Agustus 2018 mendatang.

Bahkan ketika Yusril Ihza Mahendra yang tiba-tiba menjadi vokalis setelah partainya, Bulan Bintang, lolos mengikuti Pemilu 2019, turut memancing Jokowi dengan "mengggoblok-gobloki" Presiden, meski tidak langsung menyebut nama Jokowi. Lagi-lagi Jokowi menganggapnya sebagai kentut yang berlalu meski baunya sedikit mengganggu, lantas publik akhirnya bisa menilai sedemikian halus budi-bahasanya seorang Yusril yang sangat terpelajar itu.

Jadilah perang yang tak bersambut di mana Jokowi hanya memerankan diri sebagai samsak hidup yang dipukuli bertubi-tubi dari segala jurusan oleh oposan. Ya iyalah oleh oposan, kalau diserang oleh pendukungnya juga itu sih keterlaluan.

[irp posts="13661" name="Mempertanyakan Puisi Ibu Indonesia" Sukmawati Soekarnoputri"]

Untuk sementara, meski belum meraih kemenangan besar, kaum oposan merasa senang biarpun pakai bumbu gusar. Gusar, karena Jokowi tidak terpancing itu tadi. Senang, karena Presiden berganti di tahun 2019 sudah di ambang pintu, tidak semata di berada di batas angan-angan.

Tinggallah kaum oposan yang harus lebih kreatif menggali isu atau bahkan "menjebak" Jokowi biar bersuara SARA, agar "Penistaan Agama" Jilid II terjadi lagi dengan mendatangkan massa yang lebih masif dari sekadar 212 yang "cuma 7 juta", meski pentolannya masih berada di luar angkasa.... ups.. luar negeri ding.

Sementara itu di sepanjang bibir sungai dan pantai, di tepian kolam dan di laut dalam, para pemancing tetap tekun menjulurkan umpannya.

Siapa tahu Jokowi terpancing.

Weleh-weleh.... emang Jokowi ikan, apa!?

***