Pro Rakyat, Tapi Premium Bersubsidi Mendadak Menguap?

Selasa, 27 Maret 2018 | 21:45 WIB
0
720
Pro Rakyat, Tapi Premium Bersubsidi Mendadak Menguap?

Selisih harga premium dengan pertalite sekitar 1.500 rupiah per liter. Dua jenis bahan bakar ini, ternyata sudah tidak ada subsidinya, artinya praktis bahan bakar di negeri ini mengikuti mekanisme harga pasar dunia.

Hampir di semua SPBU, premium sudah langka, semua dispenser di alihkan menjadi pertalite. Namun pemerintah tetap mencantumkan harga premium. Kami sebagai konsumen bahan bakar minyak, tentu tidak tau berapa nilai oktan di dispenser pertalite. Karena tester oktan harganya mahal.

Jika premium dan pertalite sudah tidak disubisidi oleh pemerintah, lalu apa sulitnya menyediakan premium di negeri ini? toh saat ini negara kita pengimport minyak. Seharusnya impor saja premium besar-besaran, gak akan merugikan keuangan negara, bisa jadi malah untung.

Yang anehnya kenapa pertalite yang dibesarkan? padahal selisih oktannya hanya 2 angka (premium 88, pertalite 90).

Saya melihatnya ini tricky harga, sudah biasa dalam dunia industri retail. Dibuat harga pembanding di antara 2 produk yang hampir sama, hanya beda kemasan. Tapi kualitas hampir sama, namun harga jauh beda.

Dalam hal ini skenarionya, premium dibuat langka, tapi pertalite yang hanya selisih 2 oktan diperbanyak, sementara selisih harga cukup jauh, otomatis untungnya pun makin besar.

Kalo kemaren si Udin yang bertanya, sekarang saya yang bertanya. Jika kedua jenis minyak ini tidak disubsidi, lalu kenapa premium dibuat langka?

Konversi saja jenis pertalite ke premium, hanya selisih 2 oktan, tapi harganya selisih jauh dengan premium, lagian sudah tidak ada yang disubsidi. Katanya pro rakyat?

***