Nabi Muhammad Pun Pernah Jadi “Korban” Hoax

Sabtu, 10 Maret 2018 | 21:10 WIB
0
997
Nabi Muhammad Pun Pernah Jadi “Korban” Hoax

Oleh: Hamdan Hamedan

Kala itu sepertinya para pemimpin suku Quraisy sudah kehabisan akal bagaimana caranya menangkal pesan monoteisme dan reformasi sosial yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Apalagi setelah berbagai macam tawaran duniawi—dari mulai harta, tahta, hingga wanita tercantik—agar sang Nabi menghentikan dakwahnya ditolak mentah-mentah.

Sempat terpikir untuk menghabisi sang Nabi, tetapi kemudian mereka sadar bahwa selama pemimpin klan Banu Hasyim, Abi Thalib, masih menjamin keselamatan sang Nabi, upaya pembunuhan terhadap sang Nabi hanya akan memicu perang antarklan yang akan membawa musibah nyawa dan ekonomi terhadap Mekkah, terlebih lagi musim haji sudah semakin dekat.

Takut pengaruh Nabi Muhammad SAW semakin meluas kepada berbagai macam suku bangsa di semenanjung Arabia yang datang memadati Mekkah untuk menunaikan haji, para pemimpin Quraisy akhirnya sepakat untuk melancarkan hoax terhadap sang Nabi. Mereka pun menempatkan beberapa orang di jalan-jalan strategis menuju Kakbah dan menugasi mereka menyebar kebohongan demi kebohongan guna mendiskreditkan sang Nabi.

“Hati-hati ada orang gila bernama Muhammad, jangan kalian dekati ya”, “Hati-hati ada pendusta yang mengaku nabi jangan kalian ladeni ya”, atau “Hati-hati ada seorang penyair yang dapat mengikis tradisi dan kepercayaan kalian, jangan kalian dengarkan ya,” begitu kira-kira kebohongan-kebohongan yang mereka sampaikan.

Namun dari berbagai macam kebohongan, ada satu kebohongan yang paling menarik untuk dicermati. Seperti tertulis dalam buku No God But God, para penebar hoax mengatakan bahwa Muhammad adalah “Tukang sihir yang dapat memisahkan atau merusak hubungan antara anak dan ayah, kakak dan adik, suami dan istri.”

Penggunaan kata hoax menjadi menarik dalam konteks ini karena kata hoax ditenggarai berasal dari kontraksi frasa hocus pocus—semacam mantra serupa ‘sim salabim’ yang sering diucapkan oleh tukang sulap/sihir sebelum melancarkan tipuannya.

Hal ini menjadi menarik sebab para pemimpin Quraisy menuduh Nabi Muhammad melancarkan kebohongan, tipu daya, serta jampi-jampi kepada siapa pun yang mau mendengar dakwah beliau. Padalah sejatinya para pemipin Quraish lah yang secara sistematis menebar hoax terhadap sang Nabi.  Singkatnya, komplotan pembohong menuduh orang jujur berbohong: sungguh sebuah kemunafikan yang paripurna.

Lantas, bagaimana keefektifan hoax buatan para pemuka Quraisy terhadap sang Nabi?

Maksud hati menghacurkan reputasi sang Nabi yang terjadi malah nama Muhammad menjadi buah bibir di berbagai penjuru semenanjung Arabia. “Aku dengar ada nabi yang berkebangsaan Arab di tengah-tengah Ka’bah dan konon namanya adalah Muhammad,” kata seorang Arab pada kawan bicarannya.

Kabar angin pun perlahan bertiup dari satu tenda ke tenda lainnya, dari satu kabilah ke kabilah lainnya, dari satu daerah ke daerah lainnya. Hingga sampailah kabar tersebut ke sebuah daerah yang disebut Yastrib.

Di sana terdapat dua suku Arab besar bernama Aus dan Khazraj yang sedang bertikai dan membutuhkan seorang hakam (penengah) untuk mendamaikan mereka. Kabar adanya seorang nabi berbangsa Arab berlokasi tidak jauh dari Yastrib diterima bagai semilir angin dingin di tengah gersangnya padang pasir.

[irp posts="12282" name="Hoax atau Propaganda Politik?"]

Sekalipun ada hakam bahkan (konon) nabi di kalangan Yahudi di Yastrib, para pemimpin suku Arab di Yastrib lebih memilih konflik mereka diselesaikan oleh orang mereka sendiri, yaitu orang Arab yang paham tradisi Arab.

Nah, kalau suku Aus dan Khazraj percaya bahwa seorang hakam saja dapat menyelesaikan konflik internal mereka, apalagi seorang nabi. Hal ini menyebabkan mereka segera mengirimkan delegasi untuk mencari seseorang yang bernama Muhammad dan menguji kebijaksanaanya.

Yang terjadi selanjutnya dapat dikatakan, “The rest is history.” Oleh sebab itu, jika ada peringkat kebijakan pembohongan publik oleh penguasa yang paling kontrapoduktif dan bereaksi paradoksical, niscaya hoax ciptaan para pemuka Quraisy menempati salah satu urutan teratas.

***

Hamdan Hamedan, pemerhati sosial, politik, dan hubungan internasional, pecinta buku; pencari ilmu, menulis untuk Selasar, platform berbagi pengetahuan dan pengalaman paling lengkap dan keren di Indonesia.