Bercadar adalah salah satu bentuk keragaman tafsir dan pemahaman keagamaan berpakaian di kalangam kaum Muslimin yang dipraktekkan ke dalam sikap sebagai pilihan atau komitmen keagamaan.
Sebagai tafsir, ia adalah tradisi keragaman praktek keagamaan yang sangat biasa dan sudah lama berlangsung dalam sejarah, bahkan menjadi tradisi, seperti halnya perbedaan tafsir dan pemahaman dalam ajaran Islam yang lain seperti shalat, puasa, haji dll.
Lalu mengapa ada pelarangan? Bahkan di dalam kampus tempatnya studi Islam dikembangkan, yang pemahaman keragaman Islam itu biasa dikaji, dipelajari dan dipraktekkan dari berbagai aliran dan madzhab untuk tumbuhnya kultur toleransi agama yang moderat? Bahwa setiap tafsir ada dalilnya, setiap pemahaman ada alasannya dan setiap praktek ada dasarnya.
Jawabannya, karena tafsir dan keragaman sebagai khazanah keberagamaan itu dipolitisir oleh sikap paranoid dan phobia yang ironisnya tumbuh di dalam kampus Islam. Paranoid dan phobia orang-orang Islam di dalam institusi Islam tentang ajaran Islam.
Gejala apakah itu? Ada tiga:
Pertama, gejala hilangnya akal sehat dalam masyarakat akibat lama dikonstruk oleh mentalitas rendah diri yang dikendalikan oleh hegemoni narasi-narasi global seperti radikal, fundamentalis, militan dll.
Kedua, gejala radikalisme kelompok dominan atau yang sedang berkuasa atas versi pemahaman keagamaan kelompok lain yang berbeda.
Ketiga, kekerasan struktural atas praktek keagamaan Muslim oleh sesama Muslim dalam masyarakat Islam.
Perempuan yang bercadar sebenarnya rugi karena ia tidak dikenal, bila ia cantik. Lebih rugi lagi karena kecantikannya tidak dikenal. Kecantikan yang tidak dikenal pasti membuat dirinya galau dan kurang sedekah.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews