Sebagai seorang pengusaha, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sudah tentu cemas melihat proyek infrastruktur Republik Rakyat China (RRC) yang semakin berkembang dengan dibukanya Jalur Sutera terbarunya. Jalur Sutera merupakan jalur perdagangan dengan menggunakan kereta api. Sekarang jalur ini sudah merambah hingga London, Inggris.
Sebagaimana diketahui, Inggris dan Perancis adalah sekutu AS dalam bidang politik. Tetapi di bidang ekonomi, RRC melihatnya sebagai rekan bisnis dengan visi Presiden RRC sekarang, Xi Jinping, "One Belt, One Road." Itu sebabnya di bidang perekonomian, RRC menembus dan membuka batas dengan Inggris, Prancis dan sekutu AS lainnya di bidang politik.
Kereta api China ini akan membawa berbagai kebutuhan rumah tangga, tas dan produk garmen melalui Kazakhstan, Rusia, Belarusia, Polandia, Jerman, Belgia, Perancis sebelum sampai ke London (Inggris). Perhatikan negara-negara yang dilalui kereta api RRC tersebut.
Sudah tentu AS cemas melihat perkembangan ini. Perkembangan terbaru menginformasikan AS akan membendungnya dengan membuat kerjasama ekonomi dengan India, Jepang dan Australia. Ini baru rencana, tetapi sudah bisa memperlihatkan kepada kita bahwa AS yang presidennya kebetulan seorang pengusaha, sudah terlihat cemas.
Di majalah "Diplomat Indonesia," edisi 5 Oktober 2009, halaman 168-179, saya sudah menulis keunggulan China di bidang, termasuk juga di bidang ilmu pengetahuan dan teknoligi. Ketika saya menulis profil Duta Besar China untuk Indonesia yang kebetulan waktu itu seorang perempuan, Yang Mulia Zhang Qiyue, saya mengutip pernyataan Deng Xiaoping pada tahun 1978. Ia mengatakan, bila China ingin memodernisasi pertanian, industri, dan pertahanan, yang harus dimodernisasi lebih dahulu adalah sains dan teknologi, serta menjadikannya kekuatan produktif.
[irp posts="8621" name="Inilah Penyebab Amerika Serikat Semakin Gusar terhadap Tiongkok"]
Deng Xiaping adalah pemimpin tertinggi Republik Rakyat China generasi kedua setelah Mao Zedong. Deng meninggal dunia pada 19 Februari 1997 di usia 92 tahun. Di bawah arahannya, China menjadi salah satu negara dengan laju pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.
Di masa Deng, China sangat akrab dengan ilmu pengerahuan dan teknologi. Guru dan kaum profesional sangat dihargai, bahkan di tahun 1985, Deng mempertegas pentingnya pendidikan karakter. Orientasi hafalan hanya akan membunuh karakter anak, ujarnya.
Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi China ini diumumkan Deng ketika memperingati hari nasional ke-60 pada 1 Oktober 2009.
Prestasi yang dicapai waktu itu, selesainya peta seluruh permukaan bulan tiga dimensi (3-D) bersolusi tinggi. Juga China bertekad akan terus mengembangkan program luar angkasa guna mengurangi kesenjangan dengan negara-negara Barat. Dengan demikian, China sudah sejajar dengan Amerika Serikat, Rusia, Jepang dan India yang juga melakukan pemetaan bulan.
[caption id="attachment_11209" align="alignleft" width="620"] Grafis (Sumber; Koran Sindo)[/caption]
Tidak hanya itu, setelah mengirimkan orang pertama ke luar angkasa pada tahun 2003, China berambisi pula meluncurkan penjelajah tanpa awak ke permukaan bulan pada tahun 2012 dan misi berawak ke bulan sekitar tahun 2020.
Di Indonesia, di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, China membangun jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) yang sudah diresmikan pemakaiannya. Selain di Suramadu, para investor China membangun Proyek Asahan l dan Proyek PLTA Asahan lll di Sumatera Utara. Semua ini menunjukkan kemajuan China.
Di masa Presiden Joko Widodo sekarang ini, kita banyak bekerja sama dengan RRC. Saya semakin bisa menangkap gagasan Bung Karno ketika mendukung kemerdekaan RRC pada 1 Oktober 1949. Lebih jauh dari itu, ketika Bung Karno membuka poros Jakarta, Hanoi, Beijing dan juga Rusia, pemikiran Bung Besar itu tidak berhenti di bidang politik, tetapi yang lebih penting di bidang ekonomi. Untuk itu agar maju dan berkembang , Indonesia tetap non blok.
Tulisan pernah dimuat di wartamerdeka.net
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews