Masyarakat Rakhine, Myanmar, Itu Sekarang Berada di Indonesia

Minggu, 25 Februari 2018 | 10:52 WIB
0
732
Masyarakat Rakhine, Myanmar, Itu Sekarang Berada di Indonesia

Sejak tanggal 20 hingga 27 Februari 2018, delegasi dari Myanmar yang terdiri dari pemuka masyarakat Muslim dan komunitas di Rakhine State telah berada di Indonesia.

Pertama kali tiba di Jakarta, meteka berkunjung ke Kementerian Luar Negeri dan berkesempatan bertemu dengan Menteri Luar Negeri RI. Delegasi akan berada di Indonesia tanggal 20-27 Februari 2018. Selain ke Jakarta, rombongan juga akan melakukan kunjungan ke Ambon.

Jika melihat peta, Rakhine adalah sebuah negara bagian (Rakhine State) di Myanmar. Selain penduduk Muslim, ada juga berbagai pemeluk agama lain di wilayah itu.

Tujuan dari kunjungan ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada para pemimpin masyarakat Myanmar melihat keberagaman kehidupan beragama dan etnis di Indonesia.

Secara lebih spesifik, para pemuka masyarakat Rakhine ini diharapkan dapat belajar mengenai pengalaman Indonesia dalam menghadapi konflik etnik maupun konflik sektarian.

[caption id="attachment_11147" align="alignleft" width="305"] Rakhine[/caption]

Pengalaman ini bertujuan untuk dapat membangkitkan kesadaran bahwa hubungan yang memburuk antar etnis dapat kembali diperbaiki setelah terjadinya konflik dan kekerasan. Di samping itu, kunjungan ini juga diharapkan dapat memunculkan ide-ide dan cara untuk memperbaiki situasi di Rakhine State.

Para peserta "study tour" dari Myanmar terdiri dari 10 orang pemuka masyarakat (5 dari masyarakat Rakhine dan 5 dari masyarakat Muslim) dari bagian utara Rakhine State. Mereka berasal dari berbagai latar belakang pendidikan, berbagai kelompok usia, dan profesi yang berbeda.

Tahun 2017, untuk pertama kalinya, Indonesia juga menyelenggarakan " Interfaith-Dialogue" dengan Myanmar. "Interfaith Dialogue" ditujukan juga untuk bertukar pengalaman bagaimana di negara majemuk seperti Indonesia, harmoni masyarakat dapat tetap terpelihara sebuah perdamaian.

Ketika bicara Myanmar, maka pikiran kita langsung tertuju ke Aung San Suu Kyi atau namanya sering disingkat Suu Kyi. Baru-baru ini namanya memperoleh kecaman, karena dianggap membiarkan saja Etnis Rohingya, beragama Islam dikejar dan dibunuh serta tempat kediamannya dibakar oleh penduduk beragama Budha.Untuk itu pemimpin agama Budha di Indonesia telah berkomentar, itu bukan ciri dari seorang Budha.

Akibatnya banyak penduduk Muslim Rohingya melarikan diri ke perbatasan wilayah itu, di Bangladesh. Untuk itu Menlu RI sudah bertemu dengan Suu Kyi dan Pemimpin Bangladesh untuk membicarakan pemulangan penduduk Rohingya ini kembali ke tempatnya semula di Myanmar. Bahkan di Indonesia terdapat pula pengungsi Rohingya.

Memang ada keinginan Suu Kyi ke Indonesia akhir Desember tahun lalu. Tetapi terpaksa ditunda karena situasi tidak memungkinkan. Protes anti Suu Kyi yang dianggap bertanggung-jawab terhadap pembantaian suku Rohingya juga terjadi di Jakarta. Untuk itulah, kunjungannya ke Indonesia dibatalkan.

[irp posts="2948" name="Reaksi Berlebih di Dalam Negeri Indonesia terhadap Krisis Rohingnya"]

Saya sejak awal berpendapat, bahwa posisi Suu Kyi di pemerintahan Myanmar tidak berkuasa 100 persen. Sistim baru di pemerintahan itu, militer tetap mengendalikan pemerintahan. Suu Kyi hanya simbol, meski partainya Liga Demokrasi Nasional/ NLD) menang dalam pemilihan umum.

Hanya nama Suu Kyi terlanjur dikenal dunia, karena pernah menerima Nobel Perdamaian. Pun penerima hadiah Simon Bolivar Internasional tahun 1992.

Suu Kyi adalah anak pahlawan kemerdekaan Myanmar, Jenderal Aung San yang tewas dibunuh pada 19 Juli 1947. Bagaimana pun juga sikap pemerintahan militer Myanmar kepada Suu Kyi sekarang ini sekedar meredam situasi sejak pemimpin Dewan Pemulihan Hukum dan Ketertiban Negara (SLORC- "State Law and Order Restoration Council") di bawah pimpinan Jenderal Saw Maung yang berkuasa di Myanmar, 18 September 1988.

Tulisan pernah dimuat di wartamerdeka.net

***