Beberapa waktu lalu KPU (Komisi Pemilihan Umum) mengundi nomor urut 14 partai politik peserta Pemilu 2019.
Sebenarnya pengundian nomor hanyalah pengatasan masalah administratif. Untuk membuat system dalam mereduksi masalah yang tak perlu, misal soal perlakuan yang bisa dinilai tak demokratis atau adil. Kenapa gambar partai ini di sini partai itu di situ, kenapa bukan sebaliknya, dan seterusnya. Dengan nomor urut, selesai persoalan.
Nomor urut, bukan cerminan identitas secara substansial. Jika PKB mendapat nomor urut 1, bukan berarti dia juara, yang terbaik, dan sejenisnya. Gerindra bernomor 2, yang biasanya dicirikan ‘salam dua jari’ dengan symbol ‘victory’, bukan berarti dia sang pemenang.
Demikian juga nomor urut 5 seperti Nasdem, yang mengaitkan dengan Pancasila atau bahkan Rukun Islam, dan sebagainya. Demokrat semula menginginkan dapat nomor 9, sebagai nomor kesempurnaan, akhirnya mendapat nomor 14 (nomor 9 diperoleh Perindo Hari Tanoe). Apa kata Demokrat? Satu ditambah empat = lima. Lima adalah bla-bla-bla.
Pemberhalaan, atau mistifikasi, angka-angka nomor urut oleh para politikus itu menunjukkan, sebagian besar politikus kita, memang tak punya kapasitas mendidik dirinya, apalagi mendidik masyarakat konstituen untuk bernalar sehat. Mereka sendiri cenderung membodohi rakyat, dengan jargon-jargon yang menunjukkan rendahnya kualitas mereka.
Identitas partai tak berkait dengan nomor urutnya. Nomor urut hanya untuk mengidentifikasi dalam konteks komunikasi. Yang menjadi identitas partai adalah bagaimana misi dan visi politiknya termanifestasikan, dalam tindakan-tindakan dan paksis politik.
Bagaimana perilaku politikus yang berada dalam wadah partai itu. Seberapa bersih dan waras anggota partainya ketika berkiprah di parlemen, atau di pemerintahan. Seberapa besar persentase elite mereka terlibat dalam korupsi.
Dalam rekam jejak digital, pada abad komunikasi kita, sebenarnya masyarakat bisa dengan mudah dan cermat melacaknya. Dengan smartphone di tangan, yang konon di Indonesia pemegangnya sudah mencapai di atas 80 juta, akses informasi sangat terbuka.
[irp posts="10755" name="Mistik-ISME Nomor Urut Partai"]
Jika pun ada yang terjebak hoax, itu pertanda bahwa; selama masih ada rakyat yang bisa dikibuli (karena tidak kritis, kurang wawasan atau perbandingan, atau bahkan cuek), maka selama itu pula politikus busuk, dan pembohong, masih akan mendapatkan panggung.
Pemilu sesungguhnya adalah saat rakyat menyingkirkan para pembohong dan penipu, yang selama ini kita biarkan berkuasa. Golput, menurut saya justeru akan sangat menguntungkan politikus busuk.
Golput hanya relevan jika pemerintahan dan presidennya seperti Orde Soeharto Baru. Hargai hak suara Anda dalam demokrasi, agar tidak tersingkirkan oleh partai yang hanya berkualitas nasbung. Pilih yang terbaik, dari yang terburuk, itu masih lebih baik.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews