Menteri Sosial Idrus Marham di tengah kesibukannya menyempatkan hadir di acara Sarasehan Nasional bertema "Keindonesiaan dalam Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa Menghadapi Tantangan Global dan Lokal" di Kalibata Convention, Jakarta, Rabu, 14 Februari 2018.
Sarasehan ini terselenggara atas kerjasama antara Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia (IKPNI) dengan Laboratorium Sejarah Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahun Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI).
Selain Idrus Marham sebagai "Keynote Speaker," tampak pula Guru Besar FIB-UI, Prof Dr Susanto Zuhdi dan Prof Dr Haryono serta Prof Dr Hamid Hasan.
Dalam acara pembukaan, Mensos Idrus Marham mencatat bahwa, selama ini ada kesalahan dalam memahami sejarah bangsa serta memaknai semangat patriotik para pahlawan yang berjuang untuk mencapai kemerdekaan bangsa. Kesalahan ini memunculkan masyarakat yang kurang produktif, baik dari segi perilaku maupun pemikiran.
"Selama ini kita memandang sejarah seolah membaca buku catatan masa lalu saja. Kita melihat pahlawan hanya melalui foto yang terpampang saja tanpa berusaha memaknai lebih dalam apa esensi dari perjuangan itu sendiri," ujar Idrus Marham.
Menurut Idrus, pada masa dahulu, diskusi atau perdebatan dilakukan secara konseptual dengan menghasilkan keputusan dan pemikiran yang benar-benar bermanfaat untuk bangsa. Berbeda dengan sekarang, Idrus mengatakan, justru, lebih banyak orang yang berpikir pragmatis dan cenderung lebih mengedepankan intrik atau bahkan fitnah.
"Persoalan bangsa bukan hanya kesenjangan sosial. Tetapi kesenjangan niat. Niat perjuangan kita. Niat pengabdian kita. Maka berjuanglah dari motivasi ideologis yang sudah terbukti tahan banting," katanya.
Lebih lanjut, Idrus mengungkapkan, harus ada reaktualisasi mengenai pandangan terhadap makna sejarah itu sendiri.
Sementara, jika sebelumnya sejarah dipandang sebagai masa lalu, Idrus mengajak masyarakat untuk memaknai sejarah untuk masa depan.
"Jadikan sejarah dan kisah heroik itu sebagai motivasi dan inspirasi untuk membangun bangsa. Kita bicara sejarah, berarti bicara masa depan. Dan terpenting, Indonesia maju harus tetap menjunjung karakter orisinil bangsa ini," tegas Idrus Marhan.
[irp posts="5506" name="Membedah Isi Kepala Idrus Marham, Sang Spesialis Sekjen Golkar"]
Apa yang diungkapkan Mensos Idrus Marham ini, kita ikuti pula pendapat Dr Alfian, sejarawan Indonesia yang sekarang sudah almarhum. Di dalam sebuah pengantar buku: "Meluruskan Sejarah," karya B.M Diah, Alfian mengatakan bahwa sesuai dengan tuntutan profesi keilmuannya, para ahli sejarah tentu berusaha keras untuk bersikap obyektif dalam menulis karyanya.
Sungguhpun, ujar Alfian, jauh di lubuk hati dan alam pikirannya, mereka mengetahui betul bahwa adalah mustahil bagi siapa saja, berapapun pintar dan ahlinya, untuk menghasilkan tulisan sejarah yang dapat dikatakan betul-betul obyektif dan sempurna.
Sebuah tulisan sejarah dapat dikatakan, ditinjau dari segi mutu dan sebagainya lebih obyektif dan lebih sempurna dari karya lainnya. Terapi tulisan tersebut tidaklah dapat dikatakan sebagai sesuatu yang final atau sebuah karya tanpa kelemahan dan kekurangan sama sekali. Di samping banyak tulisan sejarah yang buruk dan tidak bermutu, biasanya ada sejumlah karya yang dinilai baik dan berkualitas tinggi.
Bagaimanapun juga, tegas Alfian, para ahli sejarah sendirilah yang pertama-tama mengakui bahwa tidak ada tulisan sejarah yang betul-betul sempurna dan juga betul-betul lurus.
"Itulah antara lain sebabnya mengapa sejarah merupakan salah satu bidang studi yang bagaikan sumur penelitian yang tak pernah kering atau lahan pengkajian yang tak pernah habis. Dari waktu ke waktu, dari generasi ke generasi, berbagai ahli datang menimba atau nenggarapnya dan dari situlah lahir karya-karya sejarah baru memperkaya khasanah yang sudah ada dan terus membesar," ujar Alfian.
Tulisan pernah dimuat di wartamerdeka.net
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews