Enggak Pinter Ya Susah Dapat Beasiswa, Kecuali Kamu Beruntung!

Jumat, 9 Februari 2018 | 07:28 WIB
0
516
Enggak Pinter Ya Susah Dapat Beasiswa, Kecuali Kamu Beruntung!

Mudur ke beberapa tahun yang lalu di mana aku masih sering mendengar ucapan "Belajar yang rajin disekolah, biar pintar". Bahkan ketika sarapan pagi atau saat santai selonjoran kaki didepan televisi orang tuaku sering kali mengatakan hal yang sama. Berulang kali beliau mengatakan hal seperti itu bukan tanpa tujuan, melainkan penuh harapan semoga aku bisa mendapatkan pendidikan yang bagus melalui jalur beasiswa.

Ketika orang tuaku mengharapkan beasiswa, apakah aku termasuk dalam kategori keluarga tidak mampu? Jelas bukan. Bersyukur dengan atau tanpa beasiswa orang tuaku masih manyanggupi biaya pendidikanku dalam keadaan berkecukupan, namun hal tersebut tak mampu menghalangi harapan orang tua agar aku bisa mendapatkan beasiswa, ya dalam hati sebenarnya aku juga berharap dapat beasiswa sih hehee.

Harapan seperti itu muncul bukan karena orang tuaku ogah menyisihkan sebagian penghasilannya untuk biaya pendidikanku, melainkan tumbuhnya pemahaman bahwa "Beasiswa akan lebih mudah didapatkan bagi mereka yang pintar".

Lah katanya beasiswa untuk mereka yang tidak mampu? terus gimana dong mereka yang tidak mampu? Ya, beasiswa memang masih tetap diperuntukan bagi mereka yang tidak mampu secara finansial, tapi pada kenyataanya belum pernah aku mendengar "Beasiswa akan lebih mudah didapatkan bagi mereka yang miskin" (maaf aku pakai kata miskin).

Sepertinya tak cukup hanya dengan seorang anak bangsa diminta surat pernyataan mengaku dirinya miskin untuk mendapatkan beasiswa. Hal ini juga mengingatkanku pada status media sosial seorang temanku yang kurang lebih isinya begini "Beasiswa emang banyak bertebaran di mana-mana, tapi syaratnya juga banyak banget yang salah satunya adalah pintar".

Aku tidak akan membahas tentang pendidikan di Sekolah Dasar dan Menengah karena memang biayanya sudah sesuai bahkan ada yang hanya membayar keperluan buku LKS saja (itupun bagi mereka yang mampu). Tapi bagaimana dengan jejang pendidikan berikutnya? Rasanya amat disayangkan seorang generasi penerus bangsa terpaksa menghentikan pendidikannya hanya karena dia miskin dan tak pintar.

Aku bersyukur bisa menjadi salah satu pelajar di salah satu SMA Negeri di Tangerang, tak pernah aku lihat teman atau siswa lainnya berhenti bersekolah lantaran tak ada biaya. Hal itu bukan karena semua peserta didiknya berasal dari keluarga berkecukupan atau berada, melainkan pihak sekolah bisa dengan baik mengatur biaya bantuan yang diberikan oleh pemerintah.

Tapi yang ku rasakan di sekolahku belum tentu sama di sekolah lainnya atau bahkan disekolah swasta. Biaya di SMA negeri memang tidak terlalu mahal, tapi tak semua anak yang tak mampu dalam finansial bisa masuk ke sekolah negeri, alasannya sudah pasti karena sulitnya menembus beberapa tes baik itu tertulis atau ranking berdasarkan nilai akhir.

Di sekolah kami kembali bersaing dalam pelajaran, mereka yang disekolah sebelumnya adalah siswa pintar belum tentu disekolah barunya tergolong pintar, begitupun sebaliknya.

Ketika hendak menghadapi Ujian Nasional beberapa siswa tak hanya disibukan dengan seputaran tetentang UN saja, melainkan akan sibuk mencari universitas mana yang cocok untuk melanjutkan pendidikannya. Bagi mereka yang tak mau ambil pusing atau memang sudah punya pilihan dari awal maka akan memilih ke universitas swasta atau mengikuti jalur khusus.

Di sisi lain juga banyak yang berjuang meningkatkan nilai ujian akhir sekolah demi menjadi salah satu bakal calon mahasiswa terpilih dibeberapa universitas yang banyak menawarkan beasiswa dan sudah terbukti kejelasannya. Tapi sayang, pada kenyataanya yang tersaring dalam seleksi adalah mereka yang memang memiliki nilai tinggi dan selalu mengalami peningkatan dalam setiap semester disekolah.

Ehh tunggu dulu, kata siapa beasiswa hanya didapat bagi mereka yang pintar? Anak yang nilainya biasa-biasa saja juga bisa kok dapat beasiswa tapi tetap saja mereka akan dibilang "Itu cuma keberuntungan aja".

Tak cukup dengan niat belajar saja

Di sini aku tidak menyalahkan kenyataan bahwa kebanyakan orang pintar lah yang menerima beasiswa, melainkan sedikit bertanya-tanya "Apakah tak cukup hanya dengan niat belajar saja untuk mendapatkan beasiswa?"

Selepas kelulusan sekolah dan mulai menjalani kegiatan masing - masing bukan berarti kawan - kawan sekolah menghilang tanpa kabar. Sesekali aku bertukar kabar dengan kawan semasa sekolah, baik itu menanyakan tentang pekerjaan atau sekedar ingin tahu bagaimana keadaan kuliah mereka.

Namun ada kabar yang membuatku terkejut yaitu mendengar salah satu kawanku yang tak melanjutkan perkuliahan disemester selanjutnya, entah apa alasannya tapi yang aku tahu dia berhasil menembus salah satu universitas ternama yang banyak menawarkan beasiswa melalui jalur seleksi.

Apakah dia siswa yang pintar atau biasa saja aku tidak tahu, karena memang saat disekolah kami tak pernah satu kelas dan hanya kawan ngobrol saja di jam istirahat. Aku juga ingat dengan cerita guru BK di SMA yang mengutarakan rasa kecewanya lantaran salah satu alumni yang terkenal pintar pernah menolak tawaran universitas ternama melalui jalur undangan. Wah kalau menolak seperti itu harusnya dari awal tak perlu lah ikut proses seleksi, kan lumayan kuota satu orang juga pasti banyak yang mengharapkannya.

Dan di sisi lain seorang kawanku pernah menanyakan biaya perkuliahan di universitas swasta kepadaku. Setelah lulus sekolah kawanku ini memang tak melanjutkan dulu ke perguruan tinggi namun bukan berarti dia tak ada niat untuk kuliah, aku bisa lihat semangatnya ketika mengikuti pendaftaran jalur seleksi, terlebih saat disekolah dia termasuk salah satu murid yang rajin dan selalu mengerjakan PR.

Memang kawanku yang satu ini biasa biasa saja dalam masalah nilai, namun kemauan untuk belajarnya sangat tinggi, berbeda denganku yang kalau tak mengerti salah satu rumus hitung-hitungan maka aku akan cuek saja, tapi kalau kawanku ini pasti akan menanyakannya kepada guru.

Semangatnya untuk melanjutkan pendidikanya pun masih bisa aku rasakan ketika kawanku ini menanyakan biaya universitas swasta yang tak terlalu mahal dan ada kelas karyawannya juga, karena memang dia berasal dari keluarga yang kurang mampu untuk urusan ini.

Mungkin kerja sambil kuliah adalah jalan terbaik baginya untuk terus melanjutkan pendidikannya, tapi sayangnya sampai sekarang belum aku terima kabar kalau kawanku ini sudah bisa mewujudkan niatnya dalam pendidikan yang lebih tinggi di universitas.

Entah aku tak tahu tulisan ini aku tulis untuk siapa, apakah untuk menteri pendidikan atau pemerhati pendidikan, jelas bukan.

Aku hanya sekedar menulis saja kalau ternyata untuk meneruskan pendidikan dalam kondisi keuangan yang kurang memang tak selalu berjalan dengan lancar, kadang keinginan untuk melanjutkan kuliah bagi mereka yang kurang mampu dalam urusan biaya terpaksa terhenti lantaran tak terpilih sebagai salah satu anak bangsa yang berprestasi, padahal niat mereka bisa saja lebih tinggi dari mereka-mereka yang mendapatkan beasiswa dari pemerintah atau perusahaan tertentu.

Jadi mana yang lebih penting, kepintarannya atau niatnya? Yaa entahlah. Tulisan ini aku buat tanpa ada maksud menyinggung pihak lain ya, dan semoga saja pendidikan di Indonesia semakin baik dari hari kehari sehingga dapat dirasakan oleh semua, Amin.

***

Editor: Pepih Nugraha