Sistem pendidikan nasional erat kaitannya antara Pancasila dan Pendidikan Kepribadian di mana tujuannya ialah mengarahkan pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama, kebudayaan dan beranekaragam kepentingan.
Memantapkan kepribadian mahasiswa agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan penuh rasa tanggung jawab dan bermoral (UU No. 20 Tahun 2003).
Undang-undang di atas semoga kembali menggugah ingatan kita bagaimanakah tujuan dari sebuah sistem pendidikan sebagai suatu pembangunan moral di antara perkembangan teknologi di jaman yang sangat canggih ini.
Tujuan pendidikan yang saya kutip di atas ketika ditelaah lebih mendalam bahwa tujuan pendidikan tak hanya terbatas pada satu golongan tingkat perguruan tinggi saja akan tetapi menyeluruh ke dalam lembaga-lembaga pendidikan lainnya setingkat SD-SLTA-Perguruan Tinggi.
Lalu tujuan pendidikan ini juga diperjelas dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4 "Untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa".
Yang menjadi menarik ialah mencerdaskan kehidupan bangsa. Wakil Presiden Jusuf Kalla berpendapat dalam Penutupan PON XIX di Bandung (2016), beliau mengartikan bahwa makna dari "Mencerdaskan kehidupan bangsa" yang berlaku untuk masa kini ialah "Tugas utamanya bagaimana mencerdaskan kehidupan bangsa agar mencapai bangsa yang adil dan makmur, atau mencapai kesejahteraan rakyat. Itulah arah yang utama dan selalu jadi bagian daripada upaya kita semua".
Dari pendapat di atas maka tujuan negara Indonesia adalah sangat dinamis dan jangka panjang guna menyikapi berbagai problematika yang terjadi didalam diri bangsa ini di depan.
Dan kemudian bangsa ini dihadapkan pada permasalahan moral yang kian menunjukkan kemerosotan budaya-budaya, nilai-nilai yang ada di Indonesia. Hal ini menjadi sebuah keprihatinan manakala dahulu bangsa ini adalah terkenal sebagai bangsa yang santun, bahkan Ideologi negara ini juga digali dari nilai-nilai, budaya, moral asli yang sudah ada sejak beberapa ratus tahun yang lalu yang kemudian di angkat kembali dalam bentuk suatu kesepakatan-kesepakatan untuk membentuk suatu negara yang menjunjung tinggi azas kebersamaan.
Adapun kemerosotan moral yang terjadi di dalam bangsa ini khususnya para penerus bangsa ialah sikap santun dan saling menghormati antara individu-individu lainnya yang mulai menghilang serta ditinggalkan di antaranya ialah pembunuhan Guru pengajar oleh seorang siswa di Bangkalan Madura, pembunuhan supir taxi online di semarang dan seorang anak didik yang mengajak berkelahi saat diberikan bimbingan.
Juga pembunuhan anak terhadap seorang ibu, yang mungkin itu adalah sebagian kecil dari permasalahan moral dan kehilangan-kehilangan nilai didalam masyarakat yang memiliki dampak yang begitu besar bagi kognisi masyarakat khususnya anak di bawah umur yang belum terlalu baik mengartikan sesuatu yang ia terima.
Sikap ingin dikenal, menunjukkan sebuah image didalam lingkungan masyarakat agar mendapatkan pujian atau malah mencari perhatian, kebebasan mengakses berbagai informasi mulai dari konten yang mengandung kekerasan, lingkungan sosial, teman bermain rasanya adalah alasan yang logis manakala kita melihat lebih dalam sebuah permasalahan yang belakangan ini mencuat ke publik.
Ini juga tidak terlepas dari budaya bermedia yang tidak bijaksana dimana sebagian masyarakat kurang memiliki kecerdasan untuk menelaah berbagai informasi yang tersebar di media serta malas mencari tahu apakah kebenaran informasi tersebut memang benar adanya.
Kemudian kebebasan bermedia yang tidak mengenal batasan ditambah dengan lingkungan sosial yang tidak mendukung inilah yang menjadi faktor pendukung terhadap hilangnya nilai-nilai norma, moralitas di tengah-tengah masyarakat, ditambah dengan sikap yang seakan-akan provokatif dengan mendelegasikan kata "Viralkan" sebagai ajakan penyebaran informasi maupun konten kekerasan, dibandingkan melaporkannya ke aparat manakala terjadi permasalahan.
Maka di tengah-tengah keadaan yang sangat urgency adalah perlu sebuah sikap tanggap baik bagi pemangku kepentingan yang dalam hal ini adalah pemerintah yang harus tanggap dalam menyikapi permasalahan yang ada, serta benar-benar memfokuskan perhatian secara khusus terhadap para generasi-generasi penerus bangsa ini.
Perlunya kembali menanamkan sikap nasionalisme lewat pendidikan kewarganegaraan, kemudian pendidikan moral pancasila dan jika perlu adalah melibatkan unsur militer sebagai pengajarnya yang dilakukan secara intensif dalam arti berkesinambungan, lalu mengapa harus memasukkan unsur militer didalamnya?
Maka adalah sangat sederhana mengingat Militer (TNI) disini adalah orang-orang yang sangat Nasionalis dan sangat Pancasilais serta memiliki kedisiplinan yang baik, ditambah dengan kemampuan adaptasi yang sangat baik di dalam berbagai kalangan masyarakat.
Tak terlepas dari itu saja akan tetapi perlu adanya faktor pendukung dalam upaya ini, baik oleh para petinggi negeri, media massa, kalangan tokoh agama dan orang tua serta berbagai kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang rasanya harus dikaji ulang mengenai kebebasan bermedia dengan memberlakukan pembatasan umur secara ketat sebab dari berbagai konten yang tersebar belakangan ini adalah berasal dari media sosial dan tersebar luas.
Maka saat ini tidak ada kata lain selain mengembalikan roda kehidupan bangsa ini sesuai pada relnya, dan pengkhitahan kembali nilai-nilai, moralitas, UUD 1945 dan Pancasila adalah harga mati tidak dapat ditawar kembali dengan apapun juga.
Salam NKRI Harga Mati.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews