Kemarin PepNews! mengunggah tulisan mengenai banyaknya kepala daerah yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi. Manusia-manusia berpendidikan yang kedang tebal iman tapi tipis moral, yang tidak takut mendekam di tahanan KPK. Bukannya dijadikan cermin untuk menjauhi korupsi, makin ke sini makin banyak kepala daerah yang "meniru" langkah kepala daerah lainnya yang sudah kena cokok.
KPK sepertinya sedang berburu kepala daerah dalam pilkada serentak ini, terutama calon dari petahana. Mengapa petahana, karena ada upaya memobilisasi crony dan money agar dirinya bisa terpilih kembali, dengan berbagai cara. Tidak peduli cara korup sekalipun.
Semalam atau Sabtu, 3 Februari 2018 malam, KPK menangkap tangan atau OTT satu lagi kepala daerah, yaitu Bupati Jombang Nyono Suhardi Wihandoko atas dugaan menerima suap proyek di lingkungan pemerintahan kabupaten Jombang. You know so well lah... hampir semua kepala daerah yang ditangkap KPK itu berkaitan dengan proyek di pemerintahannya.
Bupati Jombang Nyono Suhardi Wihandoko adalah kader dari partai Golkar dan menjabat sebagai Ketua DPD partai Golkar Jombang. Ia juga Penasehat GP Ansor Kabupaten Jombang.
[irp posts="9482" name="Zumi Zola Tersangka, Politik Dinasti Kini Membawa Korban"]
Sepertinya tidak ada kapok-kapoknya kepala daerah yang sering ditangkap KPK, malah ingin menyempurkan kelemahan-kelemahan kepala daerah sebelumnya dengan berbagai modus atau cara supaya tidak terendus atau ditangkap KPK. Tetapi rupanya KPK lebih pintar dan bisa menangkap kepala daerah yang korupsi atau menerima suap. Di manapun, kucing lebih pinter dari cecurut.
Memang terkadang kita sebagai masyarakat atau umat, begitu teliti dan cerewet kalau ada suatu makanan atau vaksin yang tidak halal. Sering kita protes karena ketidak halalan tadi. Bahkan, ada wacana batik pun mau disertifikasi halal, tapi kenapa tidak ada sertifikasi halal harta pejabat yaitu kepala daerah atau sertifikasi halal pendapatan.
Ada pepatah ”halal haram yo kolu (Jawa: ditelan) artinya mau halal atau haram yaa ditelan atau disikat.
Kembali ke kasus bupati, bisa jadi bupati Jombang ini menerima suap untuk biaya pilkada karena yang bersangkutan ikut pilkada 2018 untuk periode kedua.
Perlu diketahui Bupati Nyono Suhardi ini mencalonkan sebagai bupati untuk periode kedua di pilkada serentak 2018.
Ini menarik dan ada kasuistik, pilkada serentak tinggal mengumumkan nomer urut dan calon pasangan kepala daerah, tidak boleh mengundurkan diri, bahkan kalau mengundurkan diri bisa dikenai sanksi denda.
Dan bupati Jombang, juga sebagai calon kepala daerah, sedangkan saat ini yang bersangkutan ditangkap KPK dan akan menjalani proses hukum. Ia tidak boleh diganti oleh kader lain untuk menggantikan posisi sebagai calon bupati.
Ini berarti dalam pilkada nanti hanya wakilnya seorang diri yang maju dalam pilkada dan tentu bisa merugikan pasangan ini dan menjadi sasaran empuk dalam debat pilkada nanti dari pihak lawan-lawanya yang juga maju dalam pilkada.
Padahal pasangan calon Bupati Nyono Suherlan-Mundjidah Wahab, mendapatkan dukungan dari lima partai, yaitu Golkar, PKS, PDIP, PAN dan PKB.
Tentu ini apes bagi calon wakilnya.
Baru kali ini calon bupati dari petahana ditangkap KPK. Padahak, KPK kemarin-kemarin sudah mengingatkan calon kepala daerah dari petahana untuk hati-hati dalam pilkada nanti karena memang KPK bisa menangkap atau memproses calon kepala daerah dari petahana. Kalau dari calon yang bukan petahana itu bukan wilayah KPK, begitu KPK beralasan.
Pesan Simbah, tetep eling lan wasapada, hanya itu yang bisa membawa keselamatan.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews