Seorang ketua Umum Partai politik berkomentar,”Gaji kepala daerah itu kecil”. Pernyataan ini keluar dari sang ketua umum partai politik bernama Partai Amanat Nasional karena kadernya yang menjabat gubernur Jambi ditetapkan sebagai tersangka. Oiya, sang ketua umum partai itu bernama Zulkifli Hasan, yang konon mau menjadi, minimal, calon wakil presiden itu.
Seperti biasa, politikus itu kalau bicara seperti tidak pernah ditakar, apakagi dipikir. Pernyataannya sendiri yang akhirnya dikoreksi kembali yaitu bukan karena gaji kecil. Nah, kalau pejabat omonganya “esuk tahu sore tempe”, repotnya juga gampang bikin pernyataan dan terus dibantah lagi. Waw, calon wakil presiden loh...!
Tapi memang itulah pekerjaan utama seorang politikus sekarang. Banyak kepala daerah yang menjadi tersangka karena tertangkap tangan oleh KPK atau menjadi tersangka karena proses penyidikan suatu kasus suap/korupsi dan gratifikasi yang dilakukan oleh bupati, walikota dan gubernur.
Banyak kepala daerah pada waktu kampanye berjanji ingin memberantas korupsi atau tidak akan korupsi apabila terpilih menjadi seorang kepala daerah.
[irp posts="8697" name="Jualan LGBT ala Zulkifli Hasan di Tahun Politik"]
Setelah menjadi kepala daerah bukannya memberantas atau tidak akan korupsi, malah terbawa arus pada sistem birokrasi yang memang cenderung korup. Akhirnya kepala daerah-daerah masuk dalam pusaran birokrasi yang menggiring mereka masuk jebakan atau perangkap yang kadang mau tidak mau mereka akan melakukannya dan tidak bisa menghindar seperti jual beli jabatan dalam pengangkatan pegawai, gratifikasi atau pemberian karena menyalahgunakan jabatan dan kasus korupsi lainnya.
Banyak kepala daerah yang menjadi tersangka gara-gara kasus di atas seperti bupati Klaten Sri Hartini yang menjadi tersangka di KPK juga karena jual beli jabatan, walikota Tegal Siti Mashita juga menjadi tersangka KPK karena menerima gratifikasi dan suap jual beli jabatan, bupati Bangkalan Fuad Amin Imron juga menajadi tersangka KPK dan sudah divonis menjalani hukuman, bahkan harta yang disita atau dirampas untuk negara begitu fantastis yaitu hampir 400 miliar. Bupati Brebes menjadi tersangka di KPK juga karena menerima gratifikasi dari para pengusaha karena jatah proyek.
Banyak kepala daerah-daerah lainnya yang kasusnya kurang lebih sama. Dan, rata-rata yang menjadi kepala daerah sekarang itu sudah kaya sebelum menjadi kepala daerah. Karena kerakusan dan ketamakannya, banyak dari mereka yang melakukan korupsi atau menerima suap dari pihak lain.
Kalau gaji kecil, kenapa pada berlomba-lomba ingin menjadi kepala daerah bahkan rela membayar mahar tertentu untuk dapat rekomendasi menjadi calon kepala daerah.
Banyak kepala daerah yang waktu kampanye didukung oleh pengusaha-pengusaha dan setelah menjadi kepala daerah para pengusaha itu meminta jatah proyek-proyek untuk mereka. Sang kepala daerah juga tidak berdaya untuk bisa menolak pengusah-pengusaha itu karena merasa hutang budi.
Gubenur Jambi Zumi Zola juga diduga menerima gratifikasi berkaitan dengan proyek-proyek di lingkungan pemerintah provinsi dan uang gratifikasi ini yang diduga untuk menyuap anggota DPRD berkaitan dengan pengesahan anggaran.
Tidak ada kepala daerah melakukan suap memakai uangnya sendiri, pasti akan memakai uang-uang dari para pengusaha yang mendapatkan jatah proyek. Dan kepala daerah sering menerima grafikasi dari para pengusaha untuk kepentingan pribadinya alias masuk kantong sendiri sang kepala daerah.
[irp posts="3939" name="Apapun Manuver PAN, Peluang Zulkifli Paling Banter Cawapres"]
Ada lagi bupati Kutai Kartanegara yaitu Rita Widyasari menjadi tersangka KPK karena diduga menerima gratifkasi. Bahkan juga diduga mempunyai helikopter atas nama orang lain dengan maksud menyamarkan hartanya. Padahal kepala-kepala daerah tadi sebenarnya sudah kaya raya, tetapi karena tidak dapat menahan godaan dan karena kerakusannya, mereka menjadi pesakitan ditangan penegak hukum KPK.
Banyak orang bermental seperti lele dumbo yang bisa hidup di air yang keruh seperti comberan dan bisa hidup dengan oksigen yang rendah, seperti itu pula gambaran pelaku korupsi yang dilakukan banyak kepala daerah. Bukan menjernihkan air malah bikin keruh dan hidupnya di air yang keruh tadi. Bukan mewarnai, tapi malah diwarnai.
Kalau ingin menjadi kepala daerah yang bersih dan punya intergritas harus bermental seperti ikan Salmon yang hidup di air yang jernih dan selalu melawan arus. Makanya ikan salomon mahal karena banyak mengandung omega tiga untuk pertumbuhan otak anak-anak. Tetapi penjabat yang bermental ikan salmon sedikit, bahkan kalau tidak kuat malah terpental atau terpinggirkan.
Memang zaman sekarang adalah zaman edan, kalau tidak ikut edan ora keduman atau kebagian.
Mungkin dari kata-kata itu banyak orang melakukan korupsi karena yang lain pada korupsi, lama-lama tidak tahan godaan, akhirnya ikut korupsi juga karena takut tidak kebagian.
Tapi ingat, seberuntung-beruntungnya orang adalah orang yang selalu eling lan waspada, marang Gusti.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews