Maksud Hati Manjakan Anak tapi Akibatnya Menjerumuskan

Kamis, 1 Februari 2018 | 09:32 WIB
0
520
Maksud Hati Manjakan Anak tapi Akibatnya Menjerumuskan

Teramat banyak contoh hidup yang sesungguhnya dapat dijadikan pelajaran. Tapi sayangnya kebanyakan orang tidak menganggap hal yang perlu untuk dijadikan pelajaran hidup. Karena itu, apa yang sudah terjadi puluhan tahun lalu terus terulang lagi. Salah satunya adalah niat hati mau memanjakan anak, tapi berakbat justru menjerumuskannya, menjadi sosok yang tidak mandiri.

Bayangkan anak sudah duduk dibangku sekolah SD mau pakai sepatu sendiri harus tunggu pembantu yang mengerjakan. Anak dengan gaya nge-boss duduk di kursi dan kakinya diangkat. Si Mbak yang dengan sabar berjongkok di hadapan anak, memasangkan kaus kaki dan sepatunya. Bahkan ketika mau naik ke mobil untuk mengangkat tas sekolahnya, juga harus menunggu diangkat oleh Si Mbak.

Herannya, orang tua menganggap hal ini adalah hal yang wajar wajar saja. Mungkin karena merasa untuk itulah Si Mbak digaji.

Menderita ketika dewasa

Bagi anak-anak yang orang tuanya hidup berkecukupan, maka masa kanak-kanak adalah masa yang paling indah. Mau mandi, semua kelengkapan untuk mandi sudah disiapkan oleh pembantu. Mau sarapan tinggal duduk di meja, karena sudah tersedia, selesai makan, piring dan gelas ditinggal tergeletak di meja, karena ada Mbak yang akan membereskan.

Tidak ada beban hidup yang harus dipikirin, apalagi ikut memikul beban.Yang ada dalam pikiran mereka adalah bangun, makan, sekolah, bermain dan tidur. Pokoknya semuanya sudah tersedia, hanya tinggal menikmati saja. Kesekolah diantarkan dan pulang sekolah dijemput. Alangkah nikmatnya bisa dapat merasakan hidup seperti itu

Berbeda dengan anak anak yang pagi-pagi harus bangun dan menimba air dari sumur untuk mandi. Sarapan roti sumbu dan berangkat kesekolah jalan kaki yang jauhnya lumayan beberapa kilometer. Tidak ada uang jajan, maka ketika anak-anak lain menikmati istirahat siang dengan makan satai atau lontong, bagi anak-anak yang tidak mampu, diam-diam ke kamar mandi dan minum air dari kran, sekedar melepaskan dahaganya.

Ketika lonceng berbunyi, tanda sekolah usai, yang lain hanya melangkahkan kaki keluar pekarangan sekolah, sudah ada yang menjemput. Sementara yang hidup keluarganya, jauh dari berkecukupan, harus tegar melangkahkan kaki, untuk pulang ke rumah.

Gamang hadapi kehidupan

Ketika bertumbuh menjadi dewasa, baru tampak perbedaan sikap mental yang mencolok antara anak-anak yang dulunya hidup serba manis dan dimanja dengan anak-anak yang sejak kelas SD, sudah harus berjalan kaki, pergi dan pulang sekolah. Mereka ini sudah terlatih sejak kecil, hidup mandiri dan tahan menderita. Sehingga menghadapi masalah masalah hidup, mereka tidak merasa gentar.

Sebaliknya, anak-anak yang dulunya hidupnya dimanja, tiba-tiba merasa gamang, karena harus menghadapi kehidupan yang keras. Baru memahami, bahwa tidak dalam semua hal, uang dapat menyelesaikan segala galanya.

Jangan jerumuskan anak Anak

Memanjakan anak-anak, tentu saja merupakan impian setiap orang tua dengan gaya dan caranya masing-masing, akan tetapi segala sesuatu yang bersifat over (berlebihan) selalu akan ada dampak negatifnya. Maksud baik, harus disertai dengan pertimbangan akal budi.

Bahwa memanjakan anak anak secara over, akan menjerumuskan mereka menjadi manusia yang gamang menghadapi hidup. Tidak berani keluar dari zona aman dan kenyamanan. Gampang diperas orang, karena sifat penakut yang diciptakan sejak kecil.

Hal hal kecil, dapat menyebabkan dirinya menjadi kehilangan kendali diri. Akibat dimanja berlebihan, ketika dewasa, anak anak terjerumus menjadi orang yang gampang frustuasi.

Hendaknya sebagai orang tua atau calon orang tua, kita mau belajar dari penyebab kegagalan orang dalam menghadapi kerasnya kehidupan dan jangan lagi menjerumuskan anak anak kita dengan memanjakan mereka secara berlebihan.

***

Editor: Pepih Nugraha