Masyarakat Minim Empati, Bencana Gempa Pun Jadi Bahan Guyonan

Rabu, 24 Januari 2018 | 08:30 WIB
0
668
Masyarakat Minim Empati, Bencana Gempa Pun Jadi Bahan Guyonan

Selasa, 23 Januari 2018 kemarin siang terjadi gempa berkekuatan 6,1 SR yang berpusat di Lebak, Banten. Akibat dari gempa yang terjadi pada siang hari di Jakarta yang penuh dengan gedung-gedung tinggi, banyak karyawan atau pegawai kantor berhamburan ke luar gedung untuk menghindari akibat buruk akibat gempa bumi.

Akibat dari gempa ini, munculah berita-berita atau foto-video yang disebar di dunia medsos, tetapi berita yang disebar itu adalah berita yang tidak benar alias hoax. Demikian masifnya informasi boongan itu sampai-sampai grup WA maupun timeline medsos dipenuhi hoax. Ada yang seolah-olah serius "mengabarkan" bakal datangnya tsunami, ada juga yang sekadar dibikin guyonan dengan maksud mengundang tawa.

Melucu itu baik-baik saja, tetapi lucu-lucuan atau melucu saat publik kebingungan apalagi ketakutan bukanlah waktu yang tepat. Ini diperparah dengan masyarakat kita yang sekarang ini suka menyebarkan atau mengabarkan berita-berita yang tidak benar alias hoax, bahkan cepet-cepetan menyebarkan atau share berita-berita itu dan merasa ada kepuasan atau kesenangan kalau berita yang dibagikan itu yang pertama dari mereka.

Tanpa melakukan konfirmasi data atau kroscek berita terlebih dahulu, informasi langsung di share atau disebarkan di medsos begitu saja, urusan berita itu "hoax" atau bukan, urusan belakangan, yang penting share atau dibagikan.

Inilah masyarakat kita yang gampang menyebarkan berita yang belum tentu benar faktanya. Bahkan ada berita akan ada gempa susulan pun yang mengakibatkan masyarakat semakin panik atau resah, terus disebarkan. Masyarakat kita memang suka menyebarkan suatu peristiwa, mirip seperti wartawan kontributor, cepet-cepet mengabarkan tiap peristiwa atau kejadian yang ada di masyarakat dan langsung di share di medsos.

Parahnya, masyarakat kita menyukai berita palsu atau bohong dan lemah sumber datanya, apalagi kalau dibumbui dalil-dalil agama. Berita-berita hoax malah laku dan laris manis dinikmati masyarakat.

Harusnya tiap berita atau kabar dilakukan kroscek data sebelum berita itu di share atau di unggah di medsos.

Masyarakat kita memang aneh, kalau dalam hadist ada yang Shahih dan Dhaif/lemah dan palsu, dan sebagai umat Islam kita pasti memilih hadist yang Shahih sanadnya atau sumber beritanya. Tetapi kalau dalam dunia medsos, berita yang palsu atau hoax malah disenangi dan dianggap berita itu benar adanya.

Zaman edan, nek ora melu edan ora kebagian, tapi eling lan waspada akan membawa keselamatan.

***

Editor: Pepih Nugraha