Mempunyai hubungan dengan orang lain adalah dorongan alami setiap manusia. Bagaimana pun, kita adalah mahluk sosial. Kita butuh orang lain tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi juga kebutuhan batin kita akan afeksi. Kerinduan untuk merasa dekat dengan orang lain merupakan salah satu dorongan paling alami sekaligus paling kuat di dalam diri manusia.
Pernikahan merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Di dalam sejarah, pernikahan dilihat sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan keadaan ekonomi sebuah keluarga. Pernikahan juga bisa dilihat sebagai upaya untuk naik status di mata masyarakat, terutama pernikahan dengan keluarga bangsawan atau kaya raya. Pola pikir semacam ini masih banyak tersebar di masyarakat kita.
Kedekatan dengan orang lain ini juga dianggap sebagai sumber kebahagiaan manusia. Memang, uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Hanya hubungan yang harmonis dan dekat dengan orang lain yang bisa memberikan kebahagiaan yang seutuhnya. Ketika uang berlimpah, namun hubungan dekat dengan orang lain menghilang, maka kesepian dan penderitaan adalah buahnya.
Namun, sangatlah sulit untuk membangun hubungan yang bermakna dengan orang lain sekarang ini. Begitu banyak hal yang menghalangi kedekatan batin antara dua pribadi yang saling mencintai. Di kota-kota besar dunia, kita justru bisa menemukan orang-orang yang sangat kesepian. Abad 21 adalah abad dengan tingkat bunuh diri tertinggi di sepanjang sejarah manusia.
Tantangan hubungan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, di abad 21 ini, budaya egoisme dan individualisme berkembang begitu cepat. Orang hanya memikirkan diri dan kepentingannya sendiri. Hubungan dengan orang lain dibuat, jika menguntungkan diri sendiri, bahkan jika itu merugikan orang lain.
Dua, hubungan manusia berubah menjadi sekedar transaksi. Aku menghitung untung rugi di dalam hubunganku dengan orang lain, bahkan dengan keluarga. Untung rugi tersebut dihitung dengan uang yang dikeluarkan, dan yang mungkin diperoleh dari hubungan tersebut. Uang lalu menjadi ukuran bagi segala-galanya.
Tiga, budaya berkorban menjadi asing, dan nyaris punah. Orang tidak lagi mengenal arti pengorbanan. Mengalah di dalam sebuah perdebatan langsung dianggap sebagai suatu kelemahan yang mesti dihancurkan. Tak heran, tingkat perceraian di dalam rumah tangga di tingkat internasional lebih dari 50 persen di tahun 2016 lalu.
Empat, hubungan yang bermakna dan tulus juga menjadi semakin sulit di era sosial media. Teknologi informasi komunikasi memang mendekatkan yang jauh, namun menjauhkan yang dekat. Orang sibuk mempercantik profil di sosial media, namun lupa memperhatikan teman dan kerabat yang ada di sekitarnya. Keterasingan antar manusia yang melahirkan penderitaan lalu menjadi buahnya.
Lima, di era sosial media, dan perkembangan teknologi informasi serta komunikasi secara umum, perselingkuhan menjadi sangat mudah. Orang menjalin kasih dengan pihak lain, dan melukai pasangannya, lewat internet. Mantan lama yang sudah putus bisa terhubung lagi berkat keajaiban sosial media. Jika tidak dikelola dengan nalar sehat dan hati nurani, sosial media bisa menjadi rumah perselingkuhan virtual yang merusak tidak hanya hubungan, tetapi juga rumah tangga.
Enam, di sosial media, orang bisa saling menipu satu sama lain. Profil dipalsukan, guna memikat orang lain. Orang menciptakan identitas baru yang sama sekali berbeda dari kehidupan nyatanya sehari-hari. Hubungan yang didasarkan oleh kepalsuan virtual semacam ini sudah pasti akan hancur di tengah jalan.
Tujuh, sosial media juga menjadi tempat untuk mengincar orang lain. Foto-foto seksi dipamerkan. Jika orang tak mampu mengelola nafsunya, foto-foto itu kerap kali dijadikan bahan untuk memuaskan diri sendiri, tak peduli jika yang punya foto sudah memiliki hubungan dekat dengan orang lain. Dengan kata lain, sosial media kerap menjadi lahan bagi para penjahat kelamin dan pemerkosa.
Delapan, sosial media juga kerap menjadi lahan untuk mengumbar badan, demi memikat orang lain. Pada hemat saya, ini sah untuk dilakukan, ketika orang masih sendiri, dan masih mencari hubungan yang serius. Namun, jika itu sudah didapatkan, hal ini tentu tidak perlu lagi dilakukan. Mengumbar badan kerap membuka kemungkinan besar untuk perselingkuhan dan bahkan penjahat kelamin yang pasti melukai banyak pihak.
Membina hubungan
Delapan hal di atas tentu perlu diperhatikan, jika orang ingin membina hubungan yang bermakna di era sosial media sekarang ini. Budaya egoisme dan individualisme harus disadari sepenuhnya, sehingga ia tidak merusak hubungan yang bermakna dengan orang lain. Orang juga perlu belajar berkorban, yakni memperhatikan kepentingan yang lebih luas sekaligus lebih tinggi, daripada kepentingan dirinya. Ini merupakan syarat untuk membangun sekaligus merawat sebuah hubungan yang bermakna dewasa ini.
Di era sosial media, orang perlu membersihkan profil online-nya, ketika ia memasuki sebuah hubungan yang serius. Tidak hanya itu, secara umum, norma kepantasan dan kesopanan perlu diperhatikan disini, guna menghindari para penjahat kelamin dan pemerkosa yang mengintai setiap saat di dunia maya. Kebebasan berekspresi memang bernilai tinggi. Namun, jangan sampai kebebasan tersebut menghancurkan hubungan yang bermakna, apalagi rumah tangga, apalagi mengancam keselamatan diri.
Pada akhirnya, membina sebuah hubungan adalah soal kerja sama dua pihak. Perpisahan bisa terjadi, jika salah satu pihak memang sudah tak lagi mampu atau tak mau melanjutkan hubungan. Ini membutuhkan sebuah proses belajar yang tak pernah selesai. Pertanyaan yang menggantung berikutnya adalah, apakah anda siap?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews