Menjadi orang Islam moderat itu bukan berarti selalu mengejek ummat Islam saban hari dan pada saat yang sama selalu membela kelompok lain. Orang Islam moderat itu orang yang yakin dengan keislamannya, berpihak kepada kepentingan Islam dan pada saat yang sama menghargai keyakinan dan hak-hak orang lain.
Para Rasul tidak pernah mengajar umatnya bersikap abu-abu. Mereka jelas posisinya tentang keyakinan, tapi dalam bermuamalah menghargai keberadaan kelompok lain. Piagam Madinah adalah fakta dari konsep kehidupan masyarakat yang majemuk yang dipraktikkan oleh Rasulullah SAW. He is the best model in managing a plural society.
Para tokoh Islam (Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Abikusno dll) yang ikut merumuskan dasar negara Indonesia juga orang Islam yang mengambil pelajaran dari praktik yang dijalankan Rasulullah SAW di Madinah. Jadi, tokoh-tokoh Islam tersebut jelas asal gerakannya, jelas juga kepentingan memperjuangkan Islamnya, namun dalam bernegara mereka menghargai kelompok minoritas yang ada di Indonesia.
Sejarah lahirnya Pancasila menunjukkan jiwa besar tokoh-tokoh Islam dalam bernegara. Mereka mengalah demi menghargai kelompok minoritas dan kepentingan bangsa.
Sayang, sejak merdeka, rezim berkuasa seringkali bertindak tidak adil kepada tokoh-tokoh Islam dan umat Islam. Mereka disudutkan, dimarginalkan dan disiksa demi ambisi kekuasaan. Lebih mengenaskan lagi sebagian umat Islam itu sendiri suka mengejek dan menghina ulama, tokoh Islam, dan mengumbar aib saudaranya sendiri.
Menindas minoritas itu salah. Menindas mayoritas itu lebih salah sekali. Demokrasi harusnya menghargai mayoritas dan melindungi minoritas. Tirani mayoritas kita tolak. Tirani minoritas apalagi.
#houseofjustice
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews