Di era kenabian, para nabi pemilik kekuasaan absolut karena nabi mendapatkan otoritas langsung melalui wahyu. Prophetic concept of power ini masih tersisa di masa sahabat, tabi'in, tabi-tabi'in dan seterusnya. Di tangan mereka peradaban manusia menjadi rahmatan lil'alamiin.
Di era modern state, negara dibangun karena adanya kecurigaan terhadap kecenderungan kekuasaan yang absolut menjadi korup. Sebagaimana Lord Acton mengingat, "Power tends to corrupt, absolute power tends to corrupt absolutely".
Di peradaban modern ini, manusia bagai serigala bagi yang lain. Mereka membunuh bukan karena perjuangan suci. Tetapi mereka membunuh karena alasan periuk nasi. Kapitalisme global menghisap kekayaan bsngsa manapun tanpa peduli mereka telah merampas kehidupan manusia. Komunisne sama saja. Mereka berkuasa dengan segala cara, dengan merampas hak-hak hidup manusia.
Bagaimana dengan negara Pancasila ini? Pancasila tampaknya sebatas retorika. Negara diberikan kepada asing, di saat yang sama rakyat terlunta-lunta mencari sesuap nasi. Anak gadis harus bertarung kehormatan dan nyawa menjadi pembantu di negara lain. Pada saat yang sama, pekerja asing diberi fasilitas yang memadai. Kesenjangan menganga. Negara seolah tiada.
Kebebasan atau freedom dalam berbicara tinggal satu-satunya yang tersisa untuk mengawal negeri ini agar tetap bisa berjalan sesuai konstitusi. Akan tetapi, kebebasan itupun mulai terancam dengan dalih kegentingan yang dipaksakan. Anehnya banyak yang tiarap sepi.
Di era modern state, manusia selalu mencurigai kekuasaan karena adannya declining quality of leadership. Oleh karena itu mereka berusaha membangun mekanisme checks and balances antarlembaga negara sebaik mungkin agar kekuasaan itu bisa dikontrol. Kalaupun ada kesalahan akibatnya tidak fatal. Kalau jatuh hanya terkilir saja, tidak sampai patah.
Dalam kasus Indonesia, banyak pakar memuji demokrasi Indonesia. Indonesia disebut "a new emerging democracy". Tapi itu mungkin beberapa tahun lalu. Faktanya, demokrasi Indonesia masih rapuh. Maju mundur. Muddled democracy kata Lindsey atau fragile democracy menurut Aspinal.
Tanda-tanda konsolidasi kekuasaan lebih dominan daripada konsolidasi demokrasi yang seharusnya dilakukan oleh rezim pasca reformasi. Praktik kekuasaan yang terjadi semakin menjauh dari cita reformasi. Sebagian pejuang reformasi telah merasakan nikmat kekuasaan. Tapi mereka lupa, bukan seperti ini ysng dicita-citakan saat perjuangan reformasi.
Reformasi artinya mengembalikan kedaulatan negara kepada rakyat, memajukan kesejahteraan mereka, mendidik rakyat agar kuat dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
***
Tulisan sebelumnya:
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews