Natalnya Indonesia

Jumat, 29 Desember 2017 | 06:37 WIB
0
478
Natalnya Indonesia

Jawa Pos meng-headline-kan memontum kembali ke keberagaman. Statement ini menguatkan bahwa kita merasakan kebersamaan dalam keberagaman yang menguatkan negeri akhir-akhir ini pernah diganggu. Kita merasakan pembiaran oleh pemegang kekuasaan akan prilaku manusia-manusia rendah laku dan mengambil ruang berusaha mengoyak Indonesia, memaki Pancasila serta ulama, setelah bermasalah membalikkan fakta mereka mengatakan dikriminalisasi, ulama yang mana dan siapa.

HTI sudah dihabisi, FPI dalam proses mati suri, tiba-tiba ada ustad sosmed sekarang malang melintang memaki-maki dengan cara yang dia sengaja membuat kita gerah dan harus bicara, karena Hari Ibu pun diharamkannya.

Keberagaman dalam kebersamaan itu mahal, bangsa ini lama terseok karena dikuasai rezim pencuri. Harusnya kita sudah berlari bukan mati berdiri cuma gara-gara saling memaki. Agama dijadikan komoditas politik kelas murah oleh orang-orang murah yang mudah marah, mereka ingin menjarah pemerintah yang sah dengan cara tidak lumrah.

Menebar teror kepada sebuah usaha yang sedang dijalankan untuk negara, kerjanya tak bisa diukur dengan nyata, bahkan ngurus rumah tangga saja tak bisa ngimpi mau ngurus negara, sakit lu ndro...

Natal kali ini kok terlihat beda, tidak ada sweeping dari barisan picisan seperti biasanya. Kenapa? Yang pasti pemerintah tidak lagi dipimpin oleh golongan tebar pesona yang cuma ngurusi dirinya dan melakukan pembiaran terhadap teror jalanan dari orang-orang bertopeng agama.

Inilah mulai terasa hadirnya pemerintah dalam sebuah negara, jadi mestinya yang waras tidak lagi cari gara-gara bermanuver mau ngurus negara dengan cara yang belum tentu bisa. Biarkan Jokowi yang ngurus dengan jalan yang  lurus, kalian tak perlu mendengus karena eranya memang bukan lagi era retorika teriak-teriak di atas kuda. Sekarang kami bekerja untuk masa depan bersama yang muda, yang tua-tua sudah saatnya ikut hadir saja kalau ada upacara, tak usah kepingin berdiri di atas podium karena kakipun sudah tak bisa untuk berdiri seperti biasa.

[irp posts="6525" name="Natalan Cukup di Gereja atau di Rumah Saja, Tak Perlu di Monas"]

Natal dalam suasana batin yang lega karena tidak perlu lagi bertanya akankah mereka bakal datang seperti biasa, sampai merepotkan Banser segala, apakah tahun ini karena Nasdem juga buat Banser penjaga Natal. Ah semoga bang Surya bukan punya niat nakal mengambil momentum hari Natal dijadikan pendulum partainya. Masih ada yang tersisa, Bang, izin rumah ibadah di daerah tetap belum berpihak semestinya kepada saudara-saudara kita yang punya keyakinan berbeda.

Semoga keberagaman dalam agama, suku dan budaya bisa kembali seperti semula, tidak lagi ada orang yang mau berkuasa dengan cara-cara durjana.

Indonesia itu ragam budaya dan agama, ber-Maulid, ber-Natal, Nyepi... Ah, bila saja mereka bisa merasakan nikmatnya, kita sekarang sedang memandang lilin dan beduk berirama bersama di tengah tari kecak Bali yang menghentakkan hati diiringi tari sakral Baduy... karena kapanpun itu terjadi kita adalah satu jiwa raga untuk negeri ini, negara Indonesia dan Pancasila membangun Nawacita.

***