Memanusiakan Tanah Abang dan Janji Politik yang Menantang

Kamis, 28 Desember 2017 | 09:23 WIB
0
589
Memanusiakan Tanah Abang dan Janji Politik yang Menantang

Sejak dibangun oleh tuan tanah Belanda Yustinus Vinck pada abad 17, Tanah Abang menjelma menjadi kawasan seksi bagi aktivitas perdagangan Indonesia, malah  disebut pusat grosir terbesar di Asia Tenggara. Yang awalnya perkebunan, Tanah Abang disulap menjadi pusat pertokoan yang menyediakan segala kebutuhan.

Daerah Tanah Abang yang dulunya berbukit-bukit  pernah menjadi basis pertahanan pasukan Mataram saat menyerbu Batavia pada tahun 1628. Konon, kata Alwi Shahab dalam bukunya Saudagar dari Tanah Betawi, nama Tanah Abang disematkan oleh pasukan tersebut.

Penataan kawasan Tanah Abang bukan kebijakan kemarin sore. Sejak diresmikan pada 30 Agustus 1735, pasar terus dibenahi. Dilansir Wikipedia, hingga akhir abad ke-19 bagian lantainya mulai dikeraskan dengan pondasi adukan. Kemudian pada 1913, dan pada tahun 1926 toko permanen mulai dibangun. Pada tahun 1973, Pasar Tanah Abang diremajakan

Menjadikan Pasar Tanah Abang sebagai pusat bisnis yang manusiawi dan lebih modern bukan hal mudah. Siapa pun gubernurnya harus menghadapi kesemrawutan, kemacetan, kriminalitas dan penguasaaan wilayah keamanan setempat. Perputaran uang hingga Rp200 miliar per hari turut membuat bisnis kemanan tumbuh subur. Pemprov DKI mesti pintar-pintar agar tak terjadi baku pukul.

Tirto.id melansir ada empat penguasa besar yang pernah merajai Tanah Abang. Mereka yakni Ucu Kambing Ketua Ikatan Keluarga Besar Tanah Abang, Anang Ketua Hulu Balang, Kelompok Hercules yang dikepalai Rozario Marshal. Terakhir, ya betul, Abraham Lunggana alias Haji Lulung Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta.

[irp posts="6670" name="Inilah Proyek Percontohan Yang Keren di Tanah Abang"]

Tenabang adalah tantangan tersendiri dalam membenahi Jakarta. Tak hanya terkenal sebagai pusat grosir, Tenabang dikenal pula penghasil jawara Betawi oke punya. Kultur masyarakat Betawi aslinya lemah lembut, tetapi janagn coba-coba cari perkare.

Saleh sedikit ga ade perdamaian, maen pukul sampe maen bacok-bacokan,” nyanyi Seniman Betawi Suhaeri Mufti dalam lagunya Sabeni Jago Tanah Abang.Tak heran jika “baku pukul” antar jagoan terjadi demi eksistensi wilayah

Selain keempatnya, Akamsi (Anak Kampung Sini) juga terlibat aktif. Setidaknya, tulis Tirto.id, ada empat wilayah yang keamanannya dijaga anak wilayah: Jati Baru, Jati Bunder, Kebon Kacang, serta Gang Tike dan Gang Mess. Areal keamanan para PKL mencakup kawasan di depan Stasiun Tanah Abang

Bermacam-macam teknik pendekatan telah dilakukan para Pimpinan DKI. Dari yang persuasif di era Ali Sadikin hingga konfrontatif di era Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Saat ini, Wagub DKI Sandiaga Uno lagi Pedekate sama Haji Lulung soal penataan kawasan. Semoga tokcer.

“Kekeraskepalaan” pedagang agar tidak berjualan di bahu jalan adalah masalah lain. Penataan Blok G pada era Gubernur Jokowi tak banyak diapresiasi. Pedagang memilih kembali ke trotoar tempat ratusan warga mengular berlalu-lalang. Gagal lagi, gagal lagi. Rencananya, Anies akan membangun rusun di blok itu.

Pengendara angkutan dan kendaraan bermotor termasuk daftar panjang pekerjaan rumah yang harus dibereskan. Komitmen menata kota dengan memanusiakan warganya membuat Gubernur Anies putar otak. Pedagang di pinggir jalan diberi tenda didirikan mengambil  setengah jalan Jati Baru Raya. Integrasi commuter line, Transjakarta, dan angkutan umum mulai digeber.

Selesai masalah? Belum. "Kebijakan gubernur sekarang ini justru berdampak pada kemacetan parah. Tanah Abang pun tetap kumuh,” tutur Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menanggapi penataan dikutip Detik.com.

Janji politik Anies-Sandi menata kawasan Tanah Abang mengedepankan rasa kemanusiaan akan memantik dilema tersendiri. Jangan sampai alih-alih lunasi janji, tetapi menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

Janji manis jangan sampai berbuah tangis, apalagai hanya bersifat politis.

***