Kemenkumham Akhiri Terjadinya Dualisme Kepemimpinan SOKSI

Selasa, 19 Desember 2017 | 17:50 WIB
0
653
Kemenkumham Akhiri Terjadinya Dualisme Kepemimpinan SOKSI

Akhirnya, dualisme kepemimpinan Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) selesai di tangan Pemerintah. Keputusan Munas X SOKSI yang diselenggarakan pada 10 12 Oktober 2017 sudah disahkan Menkumham pada 15 Dsember 2017.

Pemerintah selaku Penyelenggara Negara Cq. Menkumham RI telah mensahkannya melalui Kepmenkumham RI Nomor AHU- 0033252. AH.01.07.Tahun 2017 pada 15 Desember 2017 Tentang Perubahan Anggaran Dasar Badan Hukum Perkumpulan SOKSI.

Menurut Ketua Umum Depinas SOKSI Ali Wongso Sinaga, Munas X SOKSI berlangsung secara demokratis, konstitusional, rekonsiliatif, kekeluargaan, dengan dukungan mediasi oleh DPP Partai Golkar, yang akhirnya telah disahkan oleh MenkumHAM.

Berdasarkan Kepmenkumham RI tersebut dan Hak Cipta “Seni Logo” serta Nama “SOKSI” sesuai Surat Pendaftaran Ciptaan,  20 Oktober 2010, oleh Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual jo. Petikan Nomor : HKI.2.KI.010419 Tanggal 14 September 2017 oleh Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Kemenkumham RI;

Serta konsisten dengan Pasal 59, 60 , 61 ayat (1) dan Pasal 62 ayat (1) UU (Perpu) No. 2 Tahun 2017 tentang Ormas, maka SOKSI yang sah dan diakui oleh Negara sekaligus oleh Partai GOLKAR adalah SOKSI hasil Munas X SOKSI Tahun 2017.

“Marilah kita mengajak seluruh kader SOKSI bersatu dan bersama dengan menggelorakan semangat kader bangsa dan 7 (Tujuh) Komitmen Perjuangan didalam SOKSI yang sah yaitu hasil Munas X SOKSI Tahun 2017,” demikian Memo Dinas Awong.

Awong adalah panggilan akrab Ali Wongso Sinaga, Ketum Depanas SOKSI hasil Munas X SOKSI Tahun 2017. Awong dan jajaranya akan segera akhiri dualisme Soksi. “Dan, pihak Ade Komaruddin (Akom) dan kawan-kawan diharapkan legowo demi bersatunya kembali keluarga besar Soksi,” ujar Awong.

Langkah berikutnya, yaitu mendukung Kemendagri untuk mencabut SKT (Surat Keterangan Terdaftar) Karena bertentangan dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2017 Jo PERPU Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Ormas. Hanya ada satu Soksi Kepmenkumham.

Dualisme Soksi itu terjadi mulai Munas Soksi 2010 di Bogor. Ada Soksinya Rusli Zaenal yang menang di forum Munas, tapi dikalahkan oleh Soksinya Akom dengan legalitas dari pendiri Soksi Suhardiman, sehingga berlarut hingga sekarang ini.

Soksinya Rusli Zaenal sesuai mandat dan hasil Munas X di Jakarta pada 10-12 Oktober 2017 itu dipercayakan kepada Ketum Awong dengan legalitasnya hukum dari Menkumham dan legalitas politiknya dari Partai Golkar.

Upaya mengakhiri dualisme kepemimpinan di Soksi mulai dilakukan pada 10-11 Oktober 2017, dengan diselenggarakannya Munas X SOKSI, di Hotel Menara Peninsula, Jakarta. Acara yang diawali dengan kegiatan pra Munas tersebut berjalan cukup singkat.

Bertindak sebagai Ketua Penyelenggara adalah Oetojo Oesman. Melihat perkembangan dan dinamika yang berjalan sejak awal, adanya dualisme Soksi, dalam perjalanannya kemudian muncul kembali semangat persatuan untuk menyatukan kubu-kubu dalam SOKSI.

[caption id="attachment_6278" align="alignright" width="558"] Ade Komarudin (Sumber: Akom.id)[/caption]

Sebelumnya, ada tiga kubu: Ade Komarudin (Akom), Rusli Zainal (RZ), Presidium Soksi dengan Ketua Presidium Laurens Siburian. Semangat untuk membawa kembali kejayaan dan kebesaran Soksi menjadi spirit bersama untuk menyatukan Soksi melalui mekanisme Munas Bersama. Namun dalam perjalanannya tidak semulus dan seindah yang dibayangkan.

Pembentukan Tim Konsolidasi Soksi Bersatu (TKSB), inisiasi penyatuan dari Kubu RZ melalui Plt. Awong, dalam beberapa hal justru memperuncing dan memperkeruh dinamika dalam tubuh Soksi.

Ditambah dengan sikap Akom yang menolak dengan tegas penyatuan Soksi dan mengklaim bahwa Soksi di bawah kepemimpinan Akom adalah SOKSI yang sah dan legitimate, semakin menegaskan begitu sulitnya mempersatukan Soksi.

Ditambah dengan Laporan Polisi yang dilakukan Akom ke Bareskrim Polri, dengan terlapor Awong dkk semakin menegaskan bahwa penyatuan Soksi memang sangat sulit. Di tengah kesulitan-kesulitan tersebut, Oetojo Oesman terus maju dengan spirit dan semangat persatuan yang menjadi landasan filosofinya.

Alhasil, pada 10-11 Oktober 2017 telah dilaksanakan Munas X Soksi, yang notabene adalah Munas Soksi penyatuan Kubu RZ melalui Plt. Awong dan Kubu Presidium Soksi dengan Ketua Presidium Laurens Siburian.

Agenda-agenda persidangan yang berjalan di Munas kali ini juga berjalan cukup cepat, mulai dari pembahasan tatib, AD/ART, Rekomendasi dan agenda-agenda Munas sebagaimana layaknya Munas-Munas Soksi sebelumnya.

Termasuk agenda pemilihan Ketua Umum yang dilakukan secara aklamasi karena hanya ada satu calon tunggal, yakni Ali Wongso Sinaga. Sementara Laurens Siburian yang sebelumnya juga mencalonkan diri, mengundurkan diri dari proses pencalonannya.

Banyak kalangan memang yang berkomentar "miring" atas penyelenggaraan Munas X ini.

Sehingga kemudian memunculkan sebuah tanda tanya. Yakni apakah hasil Munas ini akan mampu mempersatukan atau membuat Soksi bersatu?

Penolakan Depinas Soksi kubu Akom terhadap penyelenggaraan Munas X ini, menjelaskan, hasil-hasil Munas akan banyak mendapat penolakan. Alih-alih untuk tujuan menjemput hak konstitusional para anggota dan kader Soksi, khususnya untuk masuk dalam daftar Caleg dari Partai Golkar sebagaimana yang sring disampaikan oleh Oetojo Oesman.

Bahkan hasil Munas ini diprediksi akan melanggengkan dualisme SOKSI, yakni Kubu Ade Komarudin dengan Kubu Hasil Munas X dengan Ketua Umum Bapak Ali Wongso.

[irp posts="2086" name=" Kudeta" Setya Novanto terhadap Ade Komarudin Direstui Istana?"]

Jika kondisi yang demikian terus terjadi, maka jelas akan merugikan keluarga besar dan kader-kader Soksi. Partai Golkar tentunya akan mengambil sikap dengan mengembalikan kepada Soksi untuk menyelesaikan masalah internalnya.

Pengalaman Munaslub Golkar di Denpasar, Bali dimana dualisme Soksi cukup alot menjadi perdebatan di arena Munaslub, khususnya menyangkut hak suara dan hak bicara, tentunya merepresentasikan dan mengambarkan sikap Partai Golkar ke depan yang masih melihat adanya dualisme di tubuh Soksi.

Oleh sebab itu, untuk mengembalikan kebesaran dan kejayaan Soksi, tidak ada jalan lain, selain menyelenggarakan Munaslub bersama, yakni kubu Ade Komarudin dan kubu Ali Wongso Sinaga.

Jika masing-masing pihak masih bersikeras dengan pendapatnya sendiri, bukan tak mungkin, Soksi hanya akan menjadi kenangan, karena ditinggalkan oleh para simpatisan dan kader-kadernya, yang sudah “jenuh dan bosan” dengan perseteruan dan konflik berlangsung cukup lama dan tidak juga ada tanda-tanda penyelesaian.

“Kami, dari Baladhika Karya Brigade SS, menghimbau adanya jiwa besar dari semua pihak, demi mengembalikan kejayaan, kemajuan kebesaran Soksi,” ungkap Ketua Dewan Pimpinan Pusat (Depipus) Baladhika Karya Brigade SS Hendryk L. Karosekali, dilansir media online, seusai Munas X Soksi (15/10/2017).

Dari Memo Dinas Ketua Umum Depinas Soksi Ali Wongso Sinaga pada 17 Desember 2017 kepada Seluruh Kader Soksi itu diberitahukan mengenai Kepmenkumham RI Nomor AHU- 0033252. AH.01.07.Tahun 2017 pada 15 Desember 2017 Tentang Perubahan Anggaran Dasar Badan Hukum Perkumpulan Soksi yang sudah disahkan KemenkumHAM.@