Djakarta Warehouse Project (DWP) 2017 baru aja selesai digelar. Tahun ini, DWP digelar pada Jumat-Sabtu (15-16 Desember 2017 di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat. Puluhan Disk Jockey (DJ) ternama menghibur partygoers yang hadir.
Sebut saja Steve Aoki, Hard, Marsmello, Zedd, R3hab, Loco Dice, Toni Varga, Bassjackers dan DJ lainnya. Bahkan tahun ini DWP juga menghadirkan rapper kenamaan dunia serta menampilkan genre hip hop. Ada Desiigner dan rapper-rapper Asia dari kolektif 88rising yaitu Rich Chigga, Higher Brothers, Keith Ape, dan Joji.
Sempat menimbulkan pro-kontra, DWP ternyata sukses terselenggara dengan lancar dan tanpa ada masalah-masalah yang dikhawatirkan beberapa ormas sebelumnya. Setidaknya laporan yang ada di media massa menyebut festival musik elektronik dance terbesar se-Asia Tenggara itu sukses menghibur dan tidak mengecewakan anak muda dari berbagai negara yang haus akan hiburan.
Meski pelaksanaan DWP itu ya udah dikasih izin sama Pemerintah Daerah DKI Jakarta, tapi tetap aja Organisasi masyarakat Bang Japar (Kebangkitan Jawara dan Pengacara) berencana akan membubarkan acara ini karena dinilai amoral.
[irp posts="4523" name="Wow, Hibah Pengamanan Ormas Anies-Sandiaga Rp1,7 Triliun!"]
Kata Komando Bang Japar Kecamatan Kemayoran, Suhadi mengaku bahkan sudah nyiapin 50-100 orang terdiri dari gabungan dari berbagai organisasi masyarakat seperti Muslim Kemayoran Bersatu, Front Pembela Islam (FPI), Majelis Taklim Kemayoran, Garda Forum Betawi Rempug, dan Ikatan Besar Keluarga Madura Ketapang untuk membubarkan Festival dance music terbesar di Asia Tenggara itu.
“Masyarakat enggak banyak, tapi kami hanya cari yang berani. Karena kami target masuk ke dalam bikin 'ramai',” ujar Suhadi pada Jumat 15 Desember 2017 seperti dilansir dari Tirto.id.
Gubernur Muslim yang sekarang diminta agar mencabut izin DWP. Walah, zaman sekarang banyak yang nyinyir yah. Semua mau dilarang, dengan dalih gak sesuai dengan ajaran agama Islam. Lah, memangnya DWP dibuat khusus buat satu agama saja? Kan engga. DWP buat yang butuh hiburan, yang udah suntuk selama setahun kerja.
Negara juga udah menjamin kok warga negara buat mengekspresikan diri. Menikmati hiburan musik seperti itu termasuk salah satu mengekspresikan diri loh. Sama kayak berunjuk rasa dan berdemo. Nah, kalo misalnya anak muda ngelarang aksi demo atau aksi damai, gitu sebutannya, bagaimana? Bisa saja kan, dibilang menyebabkan kemacetan dan menganggu ketertiban dan keamanan.
Meskipun dengan alasan amoral, merusak budaya bangsa, tidak sesuai dengan budaya timur, pergaulan bebas, hedonisme, atau bahkan dituduh penyebaran narkoba, tetap saja tidak bisa meminta dibubarkan begitu saja. Selain sudah mendapat izin dari Anies dan Sandi, DWP juga mendatangkan untung bagi devisa negara.
Katanya sih mencapai Rp350 Miliar. Dengan asumsi turis asing yang tinggal minimal satu pekan di Indonesia diperkirakan menghabiskan tak kurang dari Rp10 Juta, begitu kata Assistant Brand Manager Ismaya Live, selaku promotor DWP, Sarah Deshita.
Malah, wakil Gubernur Jakarta Sandiaga Uno menyebut DWP itu berdampak positif sebab berpotensi menciptakan lapangan pekerjaan.
"Kegiatan-kegiatan ini bisa menyerap antara 300-400 lapangan pekerjaan dan tentunya juga mulai dari persiapannya, penyiapannya, eksekusinya," kata Sandiaga di Balai Kota DKI Jakarta, Senin 11 Desember 2017 dikutip dari Kompas.com.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono membantah tuduhan soal DWP. Sebab sudah 9 tahun festival musik akbar itu digelar, belum ada temuan prostitusi atau narkoba atau sejenisnya. Terus yang anehnya lagi, masa ya polisi disuruh melakukan tes urine pada semua penonton DWP. Puluhan ribu orang mau dilakukan tes, buang-buang biaya saja.
[irp posts="3674" name="Bujubuneng, Bang Japar Bakal Urus Masalah Vital di Ibukota!"]
Lagipula, ormas juga gak perlu repot-repot mengurusi soal DWP ini sih. Soalnya penyelenggara juga udah menetapkan berbagai peraturan. Udah berpengalaman lah gitu. Kayak melarang perbuatan tak senonoh, mengganggu penonton lain, membawa obat-obatan terlarang, minuman berakohol, bahkan senjata tajam.
"Kami akan ketat dalam menyita barang-barang yang tidak diizinkan berada di dalam festival," begitu sebut penyelenggara dalam akun Twitter resminya. Bahkan bawa mobil pribadi aja aja gak disarankan. Biar gak ribet nyari tempat parkir dan keribetan lainnya.
DWP sudah ada sejak 2008, lalu mengapa baru sekarang ribut-ribut menentang? Sudahlah ya, toh juga DWP 2017 sudah usai dan berjalan lancar.
Sudah saatnya identitas diri sebagai manusia beragama dipisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab jika kita terus menerus mengurusi kehidupan orang lain, kapan negara ini bisa maju?
Tidak semua orang hidup di dunia punya cita-cita menjadi pribadi yang suci tanpa dosa. Selagi tidak ada pihak lain yang dirugikan, kenapa mesti diributkan? Setiap orang berhak mendapatkan kebahagiaan masing-masing.
Sebab hablumminallah (hubungan manusia dengan sang pencipta) adalah urusan pribadi masing-masing. Begitu juga dengan habluminannas (hubungan dengan sesama manusia), selagi tidak melanggar hak asasi manusia lain, sah-sah saja.
Yuk, jadi pribadi yang lebih toleran!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews