Kesaksian Andi Narogong Yang Merasa Jadi TPA Sampah Bantar Gebang

Jumat, 1 Desember 2017 | 20:14 WIB
0
465
Kesaksian Andi Narogong Yang Merasa Jadi TPA Sampah Bantar Gebang

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kembali menggelar sidang atas terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong pada Kamis, 30 November 2017 lalu. Andi dan penasehat hukumnya tidak jadi menghadirkan saksi fakta maupun saksi ahli yang sudah diagendakan sebelumnya.

"Menimbang berbagai aspek, berbagai hal, kami memutuskan tidak mengajukan saksi fakta maupun saksi ahli. Kami memohon yang Mulia untuk segera menyelesaikan sidang hari ini," begitu ucap Samsul Huda, pengacara Andi Narogong, setelah ditanya Ketua majelis hakim John Halassan Butarbutar.

Dalam persidangan itu, Andi memberikan saksi atau keterangan atas dirinya sendiri mengenai kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis elektronik itu secara detail. Tanpa rasa beban Andi mengakui dirinya terlibat dalam kasus korupsi tersebut.

[irp posts="4314" name=" Flashback" Perjalanan Setya Novanto hingga Berakhir di Tahanan KPK"]

Pengusaha itu bercerita bahwa Ia mengenal Irman awal tahun 2010, waktu itu Pemerintah sudah mensosialisasikan bakal ada proyek e-KTP dan tentu saja mencari perusahaan untuk memenangkan tender. Sebagai pengusaha, Andi ingin ikut proyek tersebut dan mendekati Irman. Dari Irman inilah dirinya kemudian mengenal sejumlah nama yang juga ikut terseret kasus mega proyek ini.

Irman kemudian meminta Andi untuk diperkenalkan kepada Setya Novanto, yang ketika itu merupakan ketua fraksi partai Golkar di DPR. Menurut kesaksian Andi sih, katanya ia sudah kenal Setya dari 2009.

Diaturlah pertemuan atas inisiasi Irman, namun yang menentukan tempat di Grand Melia adalah Setya Novanto sekitar jam 6 pagi. "Yang menentukan tempat Pak Nov (Setya) karena setelah jam 6 itu ada acara. Saya yang bayar (room tersebut)," begitu kesaksian Andi.

Selain Setya Novanto, ada Irman, Sugiharto, sekjen Diah Anggraeni, dan Andi Narogong. Pada pertemuan itu, kata Andi, Setya cuma bilang "Kami selaku fraksi pendukung pemerintah, akan mendukung proyek ini," saat Diah Anggraeni meminta kepada Setya agar anggaran e-KTP dibuka.

Andi juga diminta Irman untuk terus menanyakan kepada Novanto kelanjutan proyek e-KTP. Irman juga mengenalkan Andi kepada Johannes Tan pemegang kunci SIAK, Johannes Marliem pemegang sistem AFIS, serta Paulus Tannos yang disebut sebagai orang Gamawan Fauzi.

Pada persidangan tersebut, Andi juga bilang kalau Paulus Tannos memberikan Azmin Aulia, adiknya Gamawan Fauzi sebuah ruko di Grand Wijaya. Namun dibuat skenario jual beli. Azmin Aulis juga dijanjikan tanah sih, tapi kalo proyek e-KTP sudah 'gol'.

Irman kata Andi juga meminta commitment fee 10 persen diawal kepada peserta konsorsium. Kata Andi 5 persen untuk DPR dan sisanya untuk Irman dan pejabat Kemendagri. Itu sebabnya budget e-KTP sudah di mark-up 10 persen untuk menutupi fee yang harus dibayarkan tersebut.

Ketika direalisasikan untuk DPR melalui Oka Masagung sesuai arahan Setya Novanto tersebut, Andi tidak tau 'dibagi' ke siapa saja uang fee tersebut. Kata Novanto, menurut kesaksian Andi loh, biar Oka Masagung yang urus, sebab Oka punya jaringan yang luas di parlemen. Sehingga dia yang dipercaya untuk menyalurkan uang fee 5 persen tersebut ke anggota DPR.

Katanya Andi lagi, peranan Setya dalam kasus e-KTP itu hanya untuk mengatur meloloskan anggaran saja. Ia juga membantah jika dirinya disebut orang 'titipan'-nya Setya dalam proyek e-KTP tersebut.

[irp posts="2444" name="Mana Ada Leader" dalam Megakorupsi e-KTP, Dituduh Pun Pasti Menyangkal!"]

Masih menurut kesaksian Andi, dirinya dan Marliem pernah memberikan hadiah ulang tahun kepada Setya Novanto tahun 2012. Kado itu berupa jam tangan Richard Mille seri RM 011 seharga 1,3 Miliar Rupiah. Johannes Marliem yang membeli di Amerika. Sementara Andi menyerahkan uang 650 juta rupiah untuk membeli arlogi tersebut. Kata Andi sih itu uang bukan dari uang korupsi e-KTP.

Namun, awal 2017 sebelum Andi ditangkap, Setya Novanto katanya mengembalikan arloji mahal tersebut. 'Ini ribut-ribut e-KTP saya kembalikan jamnya' Kemudian jam itu saya jual, saya suruh Vidi menjual ke Tata watch waktu itu di blok M, saya jual 1 M sekian kemudian 650 miliarnya saya ambil, sisanya saya berikan kepada staffnya johannes marliem," jelas Andi.

Dari hasil proyek e-KTP itu, Andi mendapat uang 2,5 juta USD namun Andi mengeluarkan uang 2,2 juta USD sebelumnya. Sehingga Andi mendapat keuntungan 300 ribu USD. Andi mengaku bersalah dan berniat untuk mengembalikan total uang 2,5 juta dollar tersebut kepada negara dengan mencicil.

Saat sidang tersebut, Andi mengaku memberikan keterangan yang sebenarnya kepada majelis hakim. Sebab Ia merasa dirinya bagai 'tong sampah' bahkan Bantar Gebang tempat membuang semua kesalahan oleh para tersangka lainnya.

"Saya justru membiarkan semua informan memberikan keterangan versi mereka masing-masing. Dan saya bertahan bahwa inilah keterangan benar-benar terjadi pada saat sekarang saya sampaikan di pengadilan ini," kata Andi.

Semoga ini udah versi yang paling bener ya...

***