Jika Ingin Selamat, Khofifah Harus Berani Lepas Emil Dardak

Rabu, 29 November 2017 | 05:14 WIB
0
421
Jika Ingin Selamat, Khofifah Harus Berani Lepas Emil Dardak

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera Mardani Ali Sera memuji langkah bakal calon gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang mengandeng Bupati Trenggalek Emil Elestianto Dardak pada Pemilihan Gubernur Jawa Timur 2018.

“Sejujurnya Emil Dardak salah satu yang dibidik kami. Namun, Bu Khofifah pinter banget, pinter banget, itu langkah keren,” kata Mardani saat ditemui di acara Tausiyah Kebangsaan di Monas, Jakarta, Minggu 26 November 2017 malam, mengutip Kompas.com.

Mardani menyebut, awalnya pasangan Syaifullah Yusuf  alias Gus Ipul dan Abdullah Azwar Anas lebih unggul dibandingkan dengan Khofifah. Dengan Khofifah menggandeng Emil Dardak, kekuatan Khofifah dengan Gus Ipul menjadi tak jauh berbeda.

“Khofifah ngambil Emil itu adalah head to head 11-12, keren itu, keren itu,” ujar Mardani. Meski memuji, Mardani mengakui, partainya lebih dekat dengan Gus Ipul jika dibandingkan dengan Menteri Sosial itu. “Kalau selama ini, jujur yang paling dekat Gus Ipul. Namun, kan politik sangat dinamis, kami terus mencermati,” ujar Mardani.

[irp posts="750" name="Pernikahan Dini Sandiaga-Mardani Terancam Berakhir Sampai di Sini"]

Pujian Sekjen Mardani tersebut jangan langsung ditelan mentah-mentah oleh Khofifah. Bisa jadi, ini justru merupakan “buaian politik” agar pasangan Gus Ipul-Azwar Anas tambah luas jalannya menuju kemenangan dalam Pilkada Jatim 2018 nanti.

[caption id="attachment_4808" align="alignright" width="489"] Mardani Ali Sera (Foto: PKS.id)[/caption]

Seperti halnya Ketua DPD Partai Demokrat Soekarwo yang menyodorkan Emil Dardak, apa yang dilakukan Mardani sebagai pejabat tinggi PKS, juga merupakan “jebakan batman” yang patut diwaspadai Khofifah, meski ia menilai Khofifah “pinter”.

Kalau Mardani menilai Mensos Khofifah “pinter banget”, mengapa PKS tak mendukungnya? Mengapa PKS justru berkoalisi dengan Gus Ipul-Azwar Anas yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Kebangkitan Bangsa tersebut?

Padahal, jika menengok ke Pilkada DKI Jakarta 2016 lalu, PKS sangat alergi bila bergabung dengan PDIP yang mengusung pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat sebagai cagub-cawagubnya. Jadi, wajarlah jika publik bertanya!

Sebelumnya, Presiden PKS Sohibul Iman mengatakan bahwa PKS kemungkinan besar akan menetapkan dukungannya kepada Gus Ipul dan Azwar Anas pada Pilkda Jatim 2018. Sesuai arahan Majelis Syuro yang ingin bersama pilihan kiai di Jatim.

“Jadi, kiai kecenderungannya secara mayoritas ke Gus Ipul. Besar kemungkinan kami akan itu,” kata Sohibul, usai acara Tausiyah Kebangsaan di lapangan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Minggu 26 November 2017  malam. Itulah fakta politiknya.

Padahal, kabarnya, sebelumnya PKS bersama Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan berencana membuat Poros Baru yang akan melawan Gus Ipul – Azwar Anas dan Khofifah – Emil Dardak di posisi berbeda.

PPP yang sebelumnya sepakat menyokong Khofifah, akhirnya berniat pula bergabung dengan Gerindra dan PAN karena kecewa atas penetapan Partai Golkar dan Partai Demokrat secara “sepihak” mendukung Khofifah-Emil Dardak tanpa PPP.

[irp posts="4735" name="Pilihan Khofifah Atas Emil Dardak Bikin Jokowi Semakin Terpojok"]

Makanya, seperti halnya Partai Nasdem dan Partai Hanura yang sebelumnya juga berencana bergabung dengan Khofifah, belum secara resmi menyatakan dukungannya kembali kepada Khofifah setelah memutuskan mengandeng Emil Dardak.

Dardak Effect” timbul setelah Ketua DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua DPD Partai Demokrat Jatim Soekarwo bertemu Khofifah-Emil Dardak bersama Tim 9 Kiai yang diketuai KH Sholahuddin Wahid alias Gus Sholah.

Tanpa koordinasi dengan parpol yang sudah sepakat menyatakan dukungan kepada Khofifah, SBY telah menetapkan pasangan Khofifah-Emil Dardak sebagai bacagub-bacawagub Jatim 2018 yang diusung Demokrat dan Golkar, Selasa 21 November 2017.

Akibatnya, petinggi PDIP pun bersuara, menuding SBY telah melakukan politik outsourcing atas Bupati Trenggalek yang merupakan kader PDIP itu. Inilah yang tidak diterima oleh PDIP yang disuarakan oleh Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto.

Mendagri Tjahjo Kumolo yang juga kader PDIP akhirnya juga bersuara keras untuk meminta Emil Dardak mengundurkan diri dari jabatan Bupati Trenggalek. Bahkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla sarankan Khofifah mundur dari Kabinet Kerja.

[caption id="attachment_4809" align="alignleft" width="546"]

Jusuf Kalla (Foto: Seknas Jokowi)[/caption]

Menurut JK, jika Khofifah sudah resmi mengikuti Pilkada Jatim 2018, maka dirinya tak bisa merangkap jabatan sebagai menteri. Sebab, tugas menteri sangat penting dan berhubungan dengan masyarakat, demi kepentingan Khofifah agar bisa fokus.

“Menteri sosial sangat penting, harus berurusan dengan masyarakat dan sebagainya, ya kalau sibuk kampanye bagaimana caranya. Ini demi Ibu Khofifah sendiri, karena supaya intensif kan,” kata JK seperti dikutip Republika.co.id. Haruskah demikian?

Kritikan terhadap Khofifah agar segera melepas jabatannya sebagai menteri juga datang dari Mardani. “Jika sudah ambil keputusan untuk maju pilkada sebaiknya segera melepas posisi kementerian,” kata Mardani saat dihubungi VIVA, Selasa 28 November 2017.

Ia tak menampik memang Khofifah belum resmi mendaftar ke KPU Jatim dan masih berhak menjabat menteri sosial. Tapi, secara etika ia menilainya berbeda. “Tapi, jika merujuk etika, urus kementerian dan maju pilkada dua pekerjaan besar yang menuntut fokus,” lanjutnya.

Desakan JK dan Mardani terhadap Khofifah tersebut jelas “tidak adil”. Pasalnya, pasangan Gus Ipul-Azwar Anas hingga kini juga masih menjabat Wakil Gubernur Jatim dan Bupati Banyuwangi. Mengapa keduanya tidak didesak untuk mundur juga?

Kalau mau jujur, peluang untuk memanfaatkan jabatan sebelum maupun sesudah penetapan sebagai pasangan bacagub-bacawagub Jatim 2018 pun lebih banyak kesempatannya daripada Khofifah selama menjabat Mensos, karena ia “jauh” dari Jawa Timur.

Melalui jalur birokrasi di bawah kendali Wagub, Gus Ipul bisa mencuri start kampanye lebih dulu sebelum pelaksanaan Pilkada Jatim 2018. Lihat saja baliho dan spanduk yang bergambar Wagub Gus Ipul, termasuk curi start kampanye di media massa.

Mencari Figur Alternatif

Untuk meredam amukan Banteng Kedaton dan kritikan atas pencalonan Emil Dardak sebagai bacawagub tersebut, Khofifah harus rela melepas Emil Dardak dan segera mencari figur lain yang lebih tepat. Figur yang bisa diterima semua parpol pendukung.

Khofifah harus bisa “menebus” kesalahan dalam memilih pasangannya untuk menghindari “konflik” kepentingan dalam koalisinya nanti. Dan, yang terpenting, figur itu adalah dia bisa menguasai demografi dan persoalan yang dihadapi Jatim selama ini.

Jangan memilih figur yang belum punya pengalaman birokrasi sama sekali. Apalagi dia baru menjabat beberapa tahun, dan belum cukup “dewasa” dalam menjawab tantangan persoalan di Jatim yang bakal dihadapinya nanti. Bukan pula figur “anak ayah”.

[irp posts="4136" name="Soekarwo Masih Merasa Jadi “King Maker” di Pilkada Jatim 2018"]

Yang diperlukan Khofifah itu adalah figur yang punya jaringan sampai ke akar rakyat tingkat bawah (baca: pelosok desa dan pegunungan). Bukan figur lokal yang cuma menguasai satu-dua-tiga wilayah di Jatim saja. Figur in harus lintas wilayah Jatim.

Kalau Khofifah bisa menemukan figur ini, niscaya niatan Gerindra, PAN, dan PPP yang akan membuat Poros Baru, bisa batal dan bergabung menyokong Khofifah. Bahkan, Nasdem dan Hanura kemungkinan besar juga bakal bergabung memperkuatnya.

Sehingga, dengan demikian, Khofifah “terlepas” dari Jebakan Batman yang sudah dipasang oleh Soekarwo. Karena, gara-gara “dijodohkan” dengan Emil Dardak itulah, membuat SBY juga menerima serangan dari Banteng Kedaton yang semakin liar.

Jurus politik “dewa mabuk” yang dilakukan oleh SBY sudah seharusnya dihentikan. Sebab, justru bisa bikin malu Demokrat karena dianggap SBY gagal mengkader calon pemimpin. Mengapa SBY begitu mudahnya “mengikuti” arahan Soekarwo?

Di sini seharusnya SBY melakukan introspeksi atas pencalonan Emil Dardak untuk Khofifah. Soekarwo yang membawa Emil Dardak ke SBY harus bertanggung jawab, jika kemudian hal ini menimbulkan “kemarahan” PDIP dan parpol pendukungnya.

***