Dua kader partai yang mengalami pemecatan dari masing-masing partai, yaitu Emil Dardak dan Ahmad Doli Kurnia seharusnya bisa menempuh jalur hukum atas pemecatannya tersebut. Tersebab, Indonesia adalah negara hukum dan dalam kehidupan politik sebuah partai ada "undang-undang" yang mengatur, yakni Mahkamah Partai.
Hukum di partai politik berdasarkan kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Partai politik pun harus mengikuti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Kemudian, patuh dan tunduk terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Pamulang Bachtiar mengingatkan agar partai politik memberikan contoh kepatuhan terhadap hukum. Partai politik dengan wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat bersama-sama dengan Pemerintah membentuk Undang-Undang.
“Hukum yang mereka ciptakan harus mereka patuhi,” kata Bachtiar dalam acara bedah buku Menggugat Eksistensi dan Peran Mahkamah konstitusi di Restoran Kampoeng Anggrek, Minggu, 26 November 2017 lalu.
Bachtiar mengaku bingung dengan sikap elit partai yang tidak tunduk pada hukum. Menurutnya, dalam situasi kekinian, masalah internal partai ada solusinya. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 ada keharusan partai politik menyelesaikan masalahnya sendiri. Caranya melalui proses persidangan di Mahkamah Partai.
[caption id="attachment_4706" align="alignleft" width="514"] Ahmad Doli Kurnia (Foto: RMol.co)[/caption]
Bachtiar mengatakan bahwa semua masalah Partai sudah termuat dalam Penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU Parpol. Kenapa masih banyak masalah? Bachtiar menyebutkan ketidaktahuan kader Kewenangan Mahkamah Parpol sebagai solusi masalah.
Kewenangan Mahkamah Partai antara lain : (1) perselisihan yang berkenaan dengan kepungurusan; (2) pelanggaran terhadap hak anggota partai politik; (3) pemecatan tanpa alasan yang jelas; (4) penyalahgunaan kewenangan; (5) pertanggungjawaban keuangan; (6) keberatan terhadap keputusan partai politik.
Di hadapan para mahasiswa yang tergabung di Permahi Cabang Tanggerang, Bachtiar mengajak agar kader partai sadar akan kewenangan Mahkamah Partai. Sehingga kader tidak begitu saja menerima putusan pemecatan.
“Ahmad Doli Kurnia dan Emil Dardak seharusnya membawa proses pemecatannya ke ranah Mahakamah Partai,” kata Bachtiar merujuk dua nama kader Golkar dan PDIP yang mengalami pemecatan dari partai.
Karena salah satu kewenangan Mahkamah Partai adalah mengadili permohonan atas proses “pemecatan tanpa alasan yang jelas”, bukan persoalan melawan atau menerima putusan pemecatan. Bagi Bachtiar, membawa kasus pemecatan ke meja sidang Mahkamah Partai sangat penting. Ini semua demi menegakkan perintah UU tentang penyelesaian masalah internal parpol.
Buku Menggugat Eksistensi dan Peran Mahkamah Partai bisa menjadi rujukan teori bagi Doli dan Emil. Dalam bukunya, Bachtiar menjelaskan tentang pertikaian partai sebelum kemerdekaan sampai sekarang. Dari semua kasus, kekuasaan dan kepentingan lebih banyak berperan dari pada penegakan hukum demi keadilan.
“Kalah menang tidak masalah, yang penting patuhi Undang-undang,” pesan Bachtiar.
Ahmad Doli Kurnia menerima pemecatan dari DPP Partai Golkar akibat melawan Setya Novanto. Sedangkan Emil Dardak ikhlas menerima putusan pemecatan akibat maju sebagai Bakal Calon Wakil Gubernur Jawa Timur berpasangan dengan Khofifah. Masih banyak lagi kasus partai memecat kadernya.
Pemecatan-pemecatan ini harus dihentikan. Hak asasi atas persamaan hukum harus dibuktikan di Mahkamah Partai. Semoga para kader yang pernah dipecat menyusun gerakan persatuan. Isu-nya adalah mengajak para kader mengugat semua putusan ke Mahkamah Partai masing-masing. Karena partai bukan milik ketum, tapi milik semua anggota dan kader.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews