Mampukah Dedy Mulyadi dan Doli Kurnia Lakukan Kudeta di Golkar?

Senin, 20 November 2017 | 22:07 WIB
0
480
Mampukah Dedy Mulyadi dan Doli Kurnia Lakukan Kudeta di Golkar?

Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan status penahanan terhadap Setya Novanto. Pernyataan ini disampaikan oleh juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah kepada media di Gedung KPK, pada Jumat, 17 November 2017 lalu.

“Penahanan Setya Novanto dimulai dari tanggal 17 November sampai 01 Desember 2017,” kata Febri.

Pernyataan Febri seketika menambah kepopuleran kata "Setya Novanto" di pencarian berita trending perhari itu. Kepopuleran ini dimulai dari munculnya hastag #KehilanganPapa, #KPKMencariPapa, #SetyaNovanto, #SaveTiangListrik, dan sebagainya.

Bagi keluarga dan pembela fanatik Setya Novanto, munculnya kata ‘penahanan’ tentu menambah pilu di hati. Bagaimana tidak, Setya Novanto dirawat di dua rumah sakit berbeda paska kecelakaan, kini malah sudah ditahan KPK. Rakyat se-Indonesia pun tahu bahwa mobil Toyota Fortuner yang dinaiki oleh Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar menabrak tiang listrik. Akibatnya, Setya Novanto harus menjalani perawatan. Itu cerita lama.

[irp posts="4163" name="Airlangga Hartarto Calon Ketua Umum Golkar Yang Direstui" Pemerintah?"]

KPK akan dinilai benar-benar kejam bila mengangkut paksa Setya Novanto dari rumah sakit untuk dibawa ke lokasi penahanan. Namun, KPK bukan memang harus kejam bila berurusan dengan Setya Novanto. Sudah habis akal KPK untuk memeriksa dan menahan Setya Novanto. Perlu kerja-kerja di luar kebiasaan, iya kalau perlu mengangkut Setya Novanto dan merawatnya di ruang tahanan khusus.

Kudeta di Golkar

Tatkala KPK menahan Setya Novanto, maka kursi ketua umum Partai Golkar dan Ketua DPR langsung kosong. Oleh sebab itu, dua posisi tersebut harus segera dicari penggantinya. Tidak mungkin Golkar dan DPR mempertahankan Setya Novanto.

Sesuai Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia. Negara Indonesia adalah negara hukum. Dengan demikian, seluruh warga negara beserta kedudukannya wajib mematuhi hukum.

Setya Novanto tentu harus patuh dengan proses penahanannya. Karena sebagai Ketum Golkar dan Ketua DPR, Setya Novanto wajib mempercontohkan etika sebagai warga negara yang baik dan mematuhi proses hukum. Sungguh penting bagi Setya Novanto untuk menanggalkan jabatan Ketum Golkar dan Ketua DPR.

Akan tetapi, Setya Novanto beserta para pendukung masih enggan menerima kekalahan. Upaya melawan KPK dan mempertahankan jabatan terus berjalan. Meskipun kecelakaan bukan dari salah satu upaya tersebut. Karena kecelakaan adalah musibah. Tega benar, apabila kecelakaan dianggap sebagai jalan melawan proses hukum.

Di lain sisi, semangat muda kader Golkar tidak semuanya mendukung Setya Novanto. Ada juga yang tidak sabaran. Beberapa di antaranya bahkan sering mengeluarkan pernyataan di media. Tujuannya adalah Golkar harus mengganti Setya Novanto dengan cara Munaslub.

Salah satu kader Golkar yang getol memaksa KPK berintak cepat untuk menahan Setya Novanto adalah Ahmad Doly Kurnia. Pimpinan Gerakan Muda Partai Golkar ini bahkan terlihat ikut aksi dengan para pegiat anti korupsi di depan gedung KPK beberapa waktu lalu.

Doly dengan semangat menyerukan agar Golkat menyelenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Bagi Doly, Ketum Golkar harus lepas dari urusan hukum dan fokus membangkitkan elektabilitas partai menghadapi Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.

[caption id="attachment_4338" align="alignleft" width="351"] Ahmad Doli Kurnia[/caption]

Setelah Doli, muncul Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi. Dedi menyiapkan jalan pergantian posisi ketua umum Partai Golkar. Bahkan kompas.com mewartakan bahwa Deddy sudah membangun pembicaraan dengan DPD Partai Golkar se-Indonesia.

Aksi Dedi jangan dianggap isapan jempol belakang. Bila Dedi bergabung dengan kubu Ahmad Doly Kurnia. Gerakan Muda Golkar Ganti Setya Novanto mampu mempengaruhi situasi kebatinan partai.

[irp posts="4277" name="Golkar setelah Setya Novanto Resmi Mengenakan Rompi Oranye KPK"]

Terlebih Dedi Mulyadi tidak dianggap oleh DPP Partai Golkar. Sebagai ketua DPD Golkar Jabar, Dedi terpaksa menerima kenyataan pahit tidak diusung sebagai bakal calon Gubernur dan/atau wakil Gubernur pada Pilkada Jabar 2018. Ini merupakan tanda bahwa DPP Golkar tidak percaya dengan ketua DPD dalam konstalasi politik pilkada.

Pada akhirnya, Dedi Mulyadi dan Ahmad Doli Kurnia harus mampu mempengaruhi Dewan Pertimbangan, Dewan Penasehat, Dewan Pakar, sebagian pengurus DPP Golkar dan ketua-ketua DPD Golkar. Meskipun berbeda dalam mengususng kandidat pengganti Setya Novanto. Tetapi benang merahnya adalah Munaslub.

Sanggupkah koalisi Dedi-Doly mengkudeta Setya Novanto?

Mari kita ikuti sinetron yang untuk sementara berjudul “Paraha Beringin Tua”.

***