Tak Selayaknya TNI-Polri Saling Bantah Menghadapi OPM

Rabu, 15 November 2017 | 18:29 WIB
0
589
Tak Selayaknya TNI-Polri Saling Bantah Menghadapi OPM

Penyanderaan warga sipil yang terjadi di Desa Kimbely dan Desa Banti, Kecamatan Tembagapura, Kabupaten Mimika bukan dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) seperti yang banyak diberitakan oleh media baik cetak ataupun online. Namun, penyanderan itu dilakukan oleh kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Pengacara Hak Asasi Manusia (HAM) Veronica Koman dalam sebuah berita yang dipublish oleh Tempo.co mengatakan, tuduhan Polri atas penyanderaan terhadap 1.300 warga itu dinilainya sebuah manipulasi fakta yang sebanarnya terjadi di daerah itu. “Tak benar itu (penyanderaan),” kata dia.

Dia mengatakan, yang dimaksud oleh kepolisian adalah Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM). Hal yang dilakukan kepolisian itu, kata dia, akibat buruknya kebebasan pers di Papua. Sehingga, berita yang berkembang ke publik semuanya secara sepihak, termasuk ditutupnya akses bagi jurnalis asing di Papua. “Kepolisian mengganti TPN dengan KKB untuk justifikasi dan tujuan tertentu,” katanya.

Perlu dipahami bahwa, dengan melakukan manipulasi fakta yang terjadi, kepolisian berharap bisa menyisir perkampungan tersebut. Padahal, warga di kedua kampung, kata dia, justru terindimidasi jika pihak baik TNI dan Polri hadir di sana.

Kepala Subbidang Penerangan Masyarakat Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Papua Ajun Komisaris Besar Suryadi Diaz membenarkan apa yang disebutkan Veronica bahwa tidak ada penyanderaan. Namun, sebut Suryadi, TPN-OPM telah menghalang-halangi dan melakukan intimidasi kepada warga di sana. “Ya jelas (ada intimidasi) sampai sekarang,” ujarnya kepada media yang sama, Minggu 12 November 2017.

[irp posts="3778" name="Antara Kekayaan Bumi, Separatisme dan Kerawanan Pilkada Papua"]

Adapun bentuk intimidasi itu, kata dia, adalah dengan melarang para lelaki untuk keluar dari wilayah itu. Sebab, kata dia, jika para lelaki di wilayah itu bisa keluar masuk, TPN-OPM khawatir aparat TNI dan Polri dengan mudah bisa menyusup. “Sedangkan kaum perempuan tetap diperbolehkan keluar-masuk kampung,” kata dia.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengaku telah membentuk tim untuk segera merespon hal tersebut. Menurutnya, penyanderaan warga itu terindikasi kuat dilakukan oleh OPM. Jadi, kata dia, baik TNI dan Polri nanti akan memiliki tugas masing-masing.

“Nanti tim gabungan dibentuk, Polri tugasnya bagaimana, TNI bagaimana, siapa nanti yang akan masuk ke dalam karena itu kan penyanderaan bersenjata dan indikasi OPM. Nanti ke depan itu akan dibentuk oleh Pangdam dan Kapolda di sana,” ujar Gatot seperti dikutip Kompas.com di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis 9 November 2017 lalu.

Gatot mengatakan, tindakan untuk menyelesaikan peristiwa yang saat ini terjadi di Papua, akan dilakukan dengan pendekatan lunak atau soft approach. Hal itu guna memprioritaskan keselamatan bagi warga yang ada di wilayah itu dan akan dilakukan dengan teliti serta berkoordinasi dengan kepolisian.

"Kami akan melakukan tindakan tapi prioritas utama adalah mengamankan masyarakatnya dengan langkah-langkah yang soft bersama kepolisian. Apabila langkah soft tidak bisa maka kami akan melakukan langkah selanjutnya. Saya katakan semua dilakukan dengan teliti dan kami bekerja dengan pasti," kata Gatot.

[irp posts="3875" name="Perlu Media Independen dalam Memaknai Konflik di Papua"]

Sementara, Staf Markas Komando Daerah Militer III Timika TPN-OPM, Hendrik Wanmang menyampaikan bantahan atas segala tuduhan kepolisian yang diberitakan media sejumlah media terkait penyanderaan yang terjadi di Mimika, Papua. “Tidak benar ada penyanderaan dan intimidasi,” kata Hendrik kepada Tempo.co di Jakarta, Minggu 12 November 2017.

Hendrik menjelaskan, masyarakat di daerah itu masih menjalani aktivitas seperti biasa, seperti berkebun, beternak, maupun beribadah ke gereja. “Saya saat ini berada di gunung, dan terus memantau masyarakat di bawah,” kata dia.

Hendrik menyesalkan adanya pernyataan sepihak yang terjadi itu. Sebab. Masyarakat di kedua kampung yakni Desa Kimbely dan Desa Banti dalam kondisi aman dan bebas keluar-masuk, berbeda dengan pernyataan polisi bahwa para lelaki dilarang keluar kampung oleh TPN.

Selain itu, dia juga membantah apa yang dikemukakan oleh kepolisian yang mengatakan TPN telah mengintimidasi warga sipil yang akan pergi ke Tembagapura. Malah, kata dia, warga setempat justru ketakutan pada TNI-Polri.

Untuk itu, Hendrik menegaskan bahwa, TPN tidak melalukan penyanderaan sebagaimana diberitakan media dan dibenarkan oleh kepolisian. Sebab, anggota TPN berada di gunung dan terlibat kontak tembak dengan polisi.

“TPN tidak melarang adanya bantuan pangan dari Pemerintah Provinsi Papua kepada warga setempat. Namun, TPN tidak mau jika penyaluran bantuan tersebut melibatkan TNI-Polri,” kata Hendrik.

***