Walah, baru saja surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) untuk Setya Novanto beredar di kalangan wartawan. Eh, Bareskrim Polri udah nerbitin juga SPDP buat dua pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan wakilnya Saut Situmorang.
SPDP tersebut diterbitkan pada Selasa, 7 November 2017, dan ditandatangani Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigadir Jenderal Herry Rudolf Nahak. Pada SPDP itu ditulis bahwa penyidik telah menemukan dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan atau Pasal 421 KUHP.
Baca-baca di media online sih kabarnya dua pimpinan KPK ini dilaporkan oleh tim kuasa hukum Setya Novanto atas dugaan pembuatan surat palsu dan penyalahgunaan wewenang.
Udah biasa kok pimpinan maupun penyidik KPK dilaporkan ketika menangani kasus korupsi yang besar.
Melihat ke belakang, memang KPK tidak memilliki track record yang bagus saat mengusut kasus korupsi yang merugikan negara dengan nilai yang fantastis. Pernah pimpinan KPK di tangkaplah, diberhentikanlah. Ya, pihak yang takut terbongkar kasusnya pastilah menghalalkan segala cara untuk bisa mengelak.
"Pimpinan pernah diberhentikan, kami harap itu tak terjadi lagi." Kata Febri Diansyah selaku jubir KPK pada Rabu 8 November 2017, sebagaimana dikutip Tempo.co.
KPK juga katanya sudah menerima surat penyidikan tersebut dan memastikan akan memberikan bantuan hukum buat dua pimpinannya tersebut.
Febri bilang obyek yang dipermasalahkan dalam SPDP itupun juga tidak jelas. Kalau tidak jelas kok bisa gitu ya polisi gerak cepat mengusut laporan yang bentuknya ‘abstrak’ begitu. Apa soal penangkapan semua pembuat meme Setnov sudah beres?
Sekarang, mari kita putar ingatan ke beberapa waktu belakang. Berapa banyak ‘orang-orang’ KPK ditangkap polisi saat mendalami kasus korupsi.
[caption id="attachment_3724" align="alignleft" width="512"] Polri dan KPK (Foto: Harianterbit.com)[/caption]
Dimulai dari Penyidik Novel Baswedan dilaporkan Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman dan Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Komisaris Besar Erwanto ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan pencemaran nama pada 13 Agustus 2017.
Pada awal Oktober, Ketua KPK Agus Rahardjo dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Madun Hariyadi atas dugaan korupsi pengadaan perangkat teknologi informasi, radio trunking, mesin induk MTU beserta suku cadangnya, serta pembangunan ISS dan BAS gedung baru KPK.
9 Oktober, lagi-lagi, Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh kuasa hukum Setya Novanto atas tuduhan membuat surat palsu dan menyalahgunakan wewenang.
Dan tiga pegawai KPK, yakni Ario Bilowo, Arend Arthur Durna, dan Edy Kurniawan, dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Ario dituding menyalahgunakan wewenang. Adapun Arend dan Edy dituduh melakukan pemaksaan dan perbuatan tidak menyenangkan. Pelaporan ini terjadi pada 30 Oktober 2017.
Harusnya sih kepolisian mendahulukan mana yang harusnya diselesaikan terlebih dahulu. Ya, jikapun benar kedua pemimpin KPK ini terbukti misalnya nanti bersalah karena memalsukan surat dan menyalahgunakan wewenang seperti yang dituduhkan, izinkan mereka membongkar kasus korupsi megaproyek yang sedang ditangani saat ini.
Toh juga dalam Pasal 25 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah diatur dengan jelas bahwa penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara lain untuk penyelesaian secepatnya.
Semangat ya, buat bapak-bapak yang tengah berjuang di KPK. Kami sebagai rakyat biasa hanya bisa berdoa semoga siapa yang bersalah secepatnya bakal diketahui.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews