Ketua DPR RI Setya Novanto melaporkan pemilik akun media sosial yang menyebarkan meme dirinya ke Bareskrim Polri. Meme soal Setnov, begitu ia kerap disapa media, banyak beredar ketika dirinya menang saat sidang praperadilan kasus dugaan korupsi megaproyek KTP Elektronik.
Meme ini dibuat sebagai bentuk sindiran akan “sakti”-nya Setnov yang selalu bisa keluar dari jerat hukum. Sampai-sampai Kompas.com menulis headline, “Beragam Kasus Belum Bisa Jerat Setya Novanto, Masih ‘The Untouchable’?
Sebut saja kasus hak tagih piutang Bank Bali tahun 2001. Nama Setnov disebut-sebut dalam sidang kasus yang merugikan negara hampir 1 Trilliun. Terus kasus penyelundupan beras Vietnam 60.000 ton. Setnov dikaitkan juga dengan kasus tersebut, namun hanya diperiksa sekali oleh Kejaksaan Agung. Setelahnya hilang bagai tak pernah terjadi apa-apa.
Ada juga kasus suap pembangunan venue PON di Riau tahun 2012 silam yang menyeret mantan gubernur Riau sekaligus politisi, Rusli Zainal. KPK cuma bisa sampai tahap penggeledahan ruangan Setnov.
Belum lagi saat nama Setnov yang disebut dalam kasus suap dan gratfikasi yang menjerat Akil Mochtar. Meski namanya sempat disebut dalam rekaman pembicaraan antara Akil Mochtar dan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Jatim sekaligus Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Zainuddin Amali.
Apakah kasus Setnov hanya sampai di situ saja? Sebentar, ternyata bukan perkara hukum, tapi pelanggaran etika juga pernah. Masih ingat kasus ‘Papa Minta Saham’? Setnov mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla ketika meminta saham ke PT Freeport. Melanggar kode etik, Setnov mengundurkan diri dari kursi Ketua DPR RI sebelum MKD menjatuhkan vonis. Pinter!
Setnov sempat diperiksa Kejaksaan Agung. Akan tetapi, kasus itu mandek setelah Kejaksaan Agung tidak berhasil mendapatkan keterangan dari Riza Chalid yang tidak diketahui keberadaannya.
Dan, tahun 2016 setelah menjadi ketua umum partai Golkar, Setya Novanto berhasil menggusur posisi Ade Komarudin yang saat itu menjabat ketua DPR RI.
Ternyata, saat KPK menetapkan Setnov sebagai tersangka kasus E-KTP pun, Ketua DPR RI ini masih teruji ‘kesaktian’-nya. Ia bisa lolos dari status tersangka dengan memenangkan sidang praperadilan.
Jika sudah seperti ini, publik cuma bisa geleng-geleng kepala atas "kesaktian" Setnov. Publik boleh saja geram dan kesal, sementara Setnov senyam-senyum saja? Mau ngotot menuduh Setnov bersalah, ya tidak bisa. Melawan hukum dong namanya. Lagipula atas dasar apa? Jelas-jelas hakim membuktikan Setnov bersih.
Ekspresi kekesalan
Untuk melampiaskan kekesaan dan kegeraman itulah, muncul meme-meme di sosial media sebagai bentuk sindiran dari publik yang gerah dan haus akan hiburan. Pembuat meme juga gak ada bermaksud apa-apa selain buat hiburan semata. Eh, malah berurusan sama kepolisian.
Siapa yang bakal menyangka tindakannya mengunggah meme untuk hiburan semata bakal berakhir di ranah hukum? Andai mereka punya ‘kesaktian’ memprediksi masa depan, pastilah mereka memilih untuk diam. Meski negara ini sudah menjamin kebebasan warga negara untuk berekspresi. Mending diam daripada nyari perkara. Mending hidup bagai robot dan masa bodoh dengan keadaan negeri sendiri.
Berdasarkan laporan BBC.com, Dyann Kemala Arrizzqi yang berusia 29 tahun, ditangkap pada 31 Oktober 2017 lalu. Ia dijadikan tersangka dugaan pencemaran nama baik oleh kepolisian setelah dilaporkan oleh Setya Novanto pada 10 Oktober lalu, kendati tidak ditahan.
Pertanyaan lain kemudian muncul adalah, apakah semua pengunggah meme lelucon Setnov akan ditangkap? Busyet, ribuan akun penyebar dan satu-satu akan didatangi polisi? Bisa-bisa penjara penuh sesak oleh PKS alias Pesakitan Korban Setnov. Seperti tidak ada kasus lain yang lebih layak ditangani.
Lagipula, jika menyebarkan meme seperti itu dibilang memfitnah atau pencemaran nama baik, jelas tuduhan tersebut perlu ditinjau kembali. Satire dan menghina itu dua hal yang jauh berbeda. Setidaknya begitu yang ditulis pada artikel Pebrianov di Kompasiana.
Kata pertama bermakna sindiran atas keadaan yang disampaikan dalam bentuk parodi, sarkasme, dan ironi. Kata kedua jelas maknanya merendahkan, memburukkan nama orang lain, menyinggung perasaan, memberi label buruk atas orang lain. Menghina ini juga bisa disamakan dengan ucapan kebencian (hate speech).
Wah, sebagai pejabat publik harusnya siap dong ya dikritik rakyatnya. Tapi yang mengkritik malah dikasuskan. Jika seperti itu apalah arti kata ‘demokrasi’ yang dianut negara ini?
Sepertinya para pejabat itu terlalu serius mengurusi negeri ini sehingga lupa bagaimana caranya menikmati hiburan a la generasi millenial.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews