Dalam pekan-pekan belakangan ini, Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) melakukan pembersihan sampah di 9 wilayah (kota/kabupaten) yang dilalui Kali (Sungai) Brantas, mulai dari Malang (Kota/Kabupaten), hingga Sidoarjo dan Surabaya.
Hasilnya, dari 9 kota/kabupaten yang dilalui Brantas, sampah popok menjadi pemandangan lumrah yang mudah dijumpai, terutama di jembatan-jembatan yang menyeberangi Brantas, bahkan di Jembatan Muharto Malang 80 persen sampah di kaki jembatan adalah plastik.
“Padahal, pada umumnya 42 persen plastik dan 37 persen popok,” ujar Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi kepada PepNews. Wilayah itu adalah Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Kota Mojokerto, Jombang, Kota Malang, Batu, Kota kediri, dan Kabupaten Pasuruan (di Bangil).
Timbunan popok ini diabaikan karena Pemkot/Pemkab merasa tak berwenang melakukan pembersihan popok di Brantas, sebab sungai sepanjang 330 km ini adalah sungai strategis nasional yang pengelolaannya kewenangan Pemerintah Pusat (KLHK dan PUPR).
“Ecoton kemudian membentuk Brigade Evakuasi Popok untuk turun tangan membersihkan dan memungut popok yang secara estetika mengganggu pemandangan di Brantas,” lanjut Prigi Arisandi.
Brigade Evakuasi Popok menilai, Pemerintah Pusat mengabaikan Pengelolaan Brantas dan membiarkan Sungai Terpanjang di Jawa Timur ini dijadikan Tempat Pembuangan Popok Bekas bayi oleh Masyarakat.
Brigade Evakuasi Popok menilai Pemerintah Pusat tidak melaksanakan pengelolaan sampah seperti amanat UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah. “Negara abai dan Negara tidak mampu atasi teror sampah popok bekas di Kali Brantas,” tegas Prigi Arisandi.
Atas temuan itu, Ecoton mengirimkan pengaduan kepada Kementerian LHK untuk melakukan evakuasi popok yang mengambang dan tertimbun di sepanjang Brantas hingga Oktober 2017. Berikut ini adalah hasil temuan Ecoton tersebut di Kota Kediri.
Pertama, jembatan menjadi tempat favorit buang popok; Kedua, sampah di jembatan didominasi 60 persen plastik dan 35 persen popok bayi, sisanya organik seperti daun, bangkai, dan dahan ranting; Ketiga, jenis popok didominasi popok bayi 90 persen, sisanya popok dewasa dan pembalut wanita.
Keempat, jembatan yang paling jorok adalah jembatan samping Taman Makan Pahlawan Jl. PK Bangsa, jembatan samping MAN dekat stadion, kemudian ketiga jembatan brantas dekat alun alun;
Kelima, selain pemasangan plakat larangan buang sampah di sungai, Pemkot Kediri perlu menggalakkan OTT buang sampah popok bayi;
Keenam, DLH perlu infrastruktur khusus penanganan sampah popok dengan menyediakan drop box dan sarana sanitary landfill untuk tangani sampah popok karena di UU Pengelolaan Sampah Nomor 18/2008, Popok adalah residu sampah yang tidak bisa didaur ulang dan harus dibuang ke TPA;
Ketujuh, mendesakkan peran Dinas Kesehatan Pemkot Kediri untuk edukasi bahaya Pemakaian popok sekali pakai terhadap kesehatan bayi dan dampak buruk sanitasi dan kontaminasi air bersih, kandungan plastik dan senyawa kimia dalam popok bayi selain mengganggu hormon ikan juga berdampak karsinogen pada PDAM yang menggunakan air Brantas sebagai bahan baku air minum;
Kedelapan, Dinas Kesehatan harus melatih kader Posyandu dan bidan sebagai ujung tombak promosi pemakaian popok kain, selain aman bagi bayi, juga ekonomis. Saatnya menggerakkan Puskesmas dan kader lingkungan untuk membebaskan Kediri dari ancaman bahaya popok bayi.
[caption id="attachment_3176" align="alignleft" width="481"] Foto: Detik.com[/caption]
Menurut Direktur Investigasi Ecoton Amirudin Muttaqin, hasil survei di Jembatan Kediri pada Jum’at, 22 September 2017, lalu mencatat beberapa temuan.
Tim Ecoton menemukan, di Jembatan Semampir didominasi oleh sampah plastik 70 persen . Popok bayi sekali pakai 30 persen, tersangkut di alang-talang dalam bentuk bongkoan/kresek,1 pcs kresek >10 popok.
Di Jembatan (Jl. Ahmad Dahlan, Kediri) 80 persen didominasi oleh sampah popok bayi sekali pakai berserakan di bawah jembatan dalam bentuk satuan dan kresek (jembatan yang paling menjadi tempat kotor meskipun sudah ada papan larangan dari Dinas Tata Ruang kKota dan Pertamanan Kota Kediri).
Sedangkan di Jembatan Kali Ngampel ditemukan menyangkut di antara pipa jembatan dan di bawah jembatan. Pembuangan dilakukan dalam jumlah kresek/bongkoan di aliran air DAS Kali Brantas.
Di Jembatan Tosaren di aliran Kali Parung (Jl. DI Panjaitan). Terdapat sampah popok bayi di bawah jembatan dalam kresek, glangsing. Pembuangan dalam jumlah besar. Sudah ada papan larangan dari DLH Kota Kediri, namun tetap menjadi tempat pembuangan popok sekali pakai, > 15 kresek yang berisi popok bayi terdapat di bawah jembatan.
Di Jembatan Blabak 1, Kali Coplen (perbatasan kabupaten dan kota), tidak sebanyak dan jembatan lainnya > 5 kresek, ditemukan 1 kresek putih bongkoan besar > 25 pcs. Papan larangan dilarang meracun dan memotas jatuh/roboh di bawah jembatan.
Di Jembatan di depan kampus 2 Cahaya Surya (Jl. Perintis Kemerdekaan). Popok ditemukan satuan, dan streofom, sepi tetapi berpotensi menjadi tempat pembuangan popok sekali pakai, tidak ada papan larangan.
Di Jembatan Bahubendo (Jl. Sersan Suharmaji), meskipun sudah dipasang spanduk/banner larangan membuang sampah dari RT/RW tapi faktanya dibawa jembatan terdapat >10 kresek popok bayi yang dibuang dalam jumlah yang besar.
Menurut Sarjana Teknik Lingkungan UPN Veteran dan Master Biologi UNAIR itu, hasilnya telah diserahkan ke Dinas Lingkungan Kota Kediri, dan direspon positif. Bahwa selama ini penanganan popok dengan sanitary landfill.
“Sudah ada satgas 315 yang akan diaktifkan untuk patroli popok,” kata Amirudin Muttaqin. Itu langkah pertama. Kedua, akan dievakuasi popok yang ada di sungai Kediri setelah Ecoton ke Kadis, langsung diperintahkan satu dump truck ke Kali Ngampel untuk angkut popok yang diangkat dan dikeringkan oleh Ecoton.
Ketiga, mengirim surat ke Dinkes dan RS untuk edukasi ibu muda. Keempat, mempunyai bank sampah terbanyak di Jatim, dan akan memasukkan program popok kain untuk kurangi popok sekali pakai. Kelima, memasang CCTV di jembatan untuk pantau perilaku buang popok.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews