Tentang Pelemahan KPK, Nyata atau Cuma Khayalan Belaka?

Selasa, 12 September 2017 | 22:50 WIB
0
437
Tentang Pelemahan KPK, Nyata atau Cuma Khayalan Belaka?

Saya percaya yang bisa melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu ya hanya KPK sendiri. Lepas dari perilaku ngehek dan brengsek yang dilakukan DPR belakangan ini, ternyata juga mengungkap banyak hal bahwa KPK yang selama ini ditumpui harapan sedemikian tinggi oleh masyarakat ternyata memang tidak baik-baik amat.

Sebenarnya bahwa KPK sejak lama juga telah bermain "politik" itu juga bukan tuduhan baru, bahkan bukan gaya baru. Walau memang puncaknya terjadi pada era di bawah duet AS-BW (Abraham Samad dan Bambang Wijoyanto). Inilah era dimana KPK, hanya menjadi ajang pertarungan kepentingan politik yang menyebalkan!

Di era Presiden siapa, tentu semua orang juga mahfum. Di era inilah korupsi dilakukan secara besar-besaran, dan KPK bertindak sebagai lipstik pemerintah. Sekedar sebagai lembaga antirasuah yang ada, walau dengan kewenangan yang sangat besar tetapi tetap dengan semangat tebang pilih yang tak pernah sembuh.

Lihat saja contoh bagaimana mulanya Anas Urbaningrum "sesumbar gantung saya di Monas", karena merasa bakal dapat perlindungan politik dari partainya. Walau akhirnya ia dan Nazaruddin "dikorbankan" tetap dihukum. Dan Ibas anaknya mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bebas melenggang hingga hari ini. Konon menurut sebuah sumber; jangan diganggu karena ia adalah kawan!

Sebenarnya, masyarakat juga perlu sedikit obyektif terhadap KPK bahwa memang harus ada yang mengkoreksi setiap langkah KPK. Sayangnya setiap kali ada kritikan kepada KPK selalu saja dianggap sebagai pelemahan. Seingat saya, sejak kasus Cicak-Buaya Jilid 1, Jilid 2, hingga Jilid 3. Tidak pernah ada sedikitpun, kewenangan KPK yang dipreteli. Karena akan selalu ada, kelompok penekan masyarakat yang hadir untuk membela.

Apakah mereka tidak tahu bahwa KPK itu tidak punya kelemahan? Mereka tahu, tapi tidak punya pilihan lain. Karena KPK masih satu-satunya lembaga yang masih bisa memberikan harapan. Tapi ya baru sebatas itu!

Dalam konteks seperti inilah, justru para pimpinan dan aparatur di dalamnya yang sering lebay dengan mengekspos perkara yang tidak penting-penting amat untuk kepentingan publik. Puncaknya, saat ini masyarakat dikagetkan dan gagal paham bagaimana mungkin seorang Direktur Penyidikannya tiba-tiba mbalelo. Ia hadir dalam dengar pendapat di DPR tanpa izin, bahkan melaporkan rekan sejawatnya sendiri. Atas nama pasal karet, pencemaran nama baik! Itu yang saya anggap, pelemahan dari dalam yang justru lebih nyata.

Masyarakat dibuat berkernyit dahi, bagaimana mungkin KPK kebobolan dengan kehadiran dan manuver sosok lebay, yang ndilalah dari unsur kepolisian bernama Aris Budiman. Masalah KPK itu buanyak sekali, janganlah digiring ke ranah politik dulu.

[caption id="attachment_3073" align="alignleft" width="534"] Ilustrasi Kompas[/caption]

Dari sisi teknis saja, KPK itu di luar anggarannya yang sangat cupet, juga belum punya gedung sendiri, belum punya rumah tahanan sendiri, jumlah SDM yang tidak sebanding dengan jumlah kasus yang ditangani. Apalagi dengan jumlah aduan yang masuk. Konon KPK butuh tambahan SDM sebanyak 10.000-20.000 lagi.

Saut Situmorang bahkan berani sesumbar, kalau kebutuhan ini dipenuhi. Dalam setahun ia akan menjadikan Senayan berubah dari rumah wakil rakyat menjadi hotel prodeo. Seolah semua wakil rakyat adalah maling, padahal yang bekerja baik juga masih cukup banyak. Walau tetap saja betul adanya yang bersemangat maling jauh lebih banyak.

Sesumbar psy-war seperti inilah, yang semestinya tak keluar dari mulut petinggi KPK yang justru akan membuat KPK selamanya "dibonsai". Terus bisa eksis, tetapi gagal berperan lebih besar untuk benar-benar memberantas habis korupsi dari bumi Indonesia.

Sebenarnya, di era Jokowi ini, KPK mau sedikit meniru asketisme yang dilakukan Pak Presiden bertumbuh kerempeng itu. Sebetapa pun banyak cibiran, ungkapan kebencian, dan tekanan politik. Ia tetap santai, terus bekerja nyata.

Bersihkan dulu KPK dari unsur-unsur "titipan" yang merusaknya dari dalam. Jadikan KPK solid dulu secara internal, fokus kerja dan kembali ke khittah-nya. Banyak yang tidak tahu, sebelum periode ini, suasana kerja dalam Gedung KPK itu tak beda dengan tren di banyak kantor pemerintahan lainnya. ia juga tersusupi gaya-gaya berbau partai dakwah tapi hobi korupsi itu.

Sebagaimana ritme kerja aparatur pemerintah mana pun yang sebenarnya sudah dirusak dari dalam. Hal inilah yang disindir oleh Jokowi (yang menjelaskan kenapa ia sangat dibenci secara permanen oleh kelompok itu) dengan kredo: kerja, kerja, kerja....

***