Soal Aksi 212 Polisi Lebay, Ini 4 Prasyarat Terjadinya Makar!

Kamis, 1 Desember 2016 | 23:53 WIB
0
705

Pasca demonstrasi damai 411 bulan lalu, santer berkembang isu-isu seputar makar. Tentu saja, kecurigaan itu muncul dari pernyataan Presiden Jokowi akan adanya penunggang bebas aksi tersebut. Dalam tulisan saya sebelumnya, pun menangkap sinyaelemen yang sama, dimana akan ada aksi akuisisi hasil demo 411 yang tentu saja secara politis menguntungkan segelintir elite, langsung maupun tidak langsung.

Narasi makar pun diperkuat dengan adanya sejumlah pernyataan elite politik yang terlibat dalam demo 411. Meski belakangan dibantah oleh aktor bicaranya, pihak kepolisian melalui Kapolri Tito Karnavian justru menangkapnya sebagai hal serius. Lalu muncul secara masif isu makar yang justru dihembuskan kepolisian, bahkan oleh kapolri sendiri.

Namun, koar-koar perkara upaya makar yang belum terbaca siapa aktornya ini, justru menimbulkan ketidakkompakan antara eksekutif dengan kepolisian. Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto justru mematahkan wacana tersebut dengan anggapan isu itu hanya diperoleh dari sosial media. Tito pun dalam sejumlah wawancara malah bilang, "cari saja di Google". Terang saja, seketika narasi akan wacana makar ini melemah di mata publik.

[irp posts="2168" name="Demo 212; Unjuk Rasa, Unjuk Soliditas, dan Unjuk Kelemahan"]

Bukan cuma melemah, namun dalam beberapa pembacaan politik, prasyarat makar pun tidak kuat. Lah, bagaimana mau makar, prasyaratnya pun masih belum terpenuhi. Tentu saja, situasi Bela Islam yang digaungkan MUI dan FPI ini, beda perkara dengan situasi 1998 yang digerakkan Amien Rais dkk saat itu, di mana semua syarat terpenuhi, salah satunya yakni rusaknya fundamental ekonomi Indonesia lewat krisis moneter.

Lalu, mengapa Kepolisian dianggap lebay bicara makar 411 yang kemudian disusul 212? karena 4 prasyarat ini belum terpenuhi menurut pengamat politik Gun Gun Heryanto:

Pertama, rusaknya fundamental ekonomi. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, angka pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2016 sebesar 5,02 persen. Ia menganggap, hal ini merupakan angka pertumbuhan yang baik, mengingat banyak negara berkembang lainnnya tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup baik.

"Ini lebih tinggi kalau dibandingkan dengan berbagai macam kinerja pertumbuhan ekonomi di negara-negara di kawasan atau negara emerging lainnya, sehingga Indonesia masih cukup kuat," ujar Sri Mulyani dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, 10 November lalu. Bahkan di lain kesempatan, Sri pernah berujar bahwa isu rush money pun tak berpengaruh pada perbankan dan ekonomi Indonesia.

Kedua, Jokowi tidak melakukan pelanggaran pidana apapun atau menjadi common enemy. Mau disodok dengan isu Ahok pun, posisi Jokowi secara konstitusional dan hukum, jelas sangat kuat. Wong, tak ada pelanggaran pidana apapun yang dampat menyebabkan impeachment. Lagi pula, Jokowi bukan musuh publik karena ulah tertentu, semisal praktik pemerintahan tangan besi dll. Kalau masih ada remah-remah sakit hati pasca pilpres kemarin di sebagian kalangan konstituen, ya itu nasibmu Mblo, kenapa gak move on.

Ketiga, tak ada tokoh pemersatu dalam upaya makar. Kalau ini, erat kaitannya dengan demo 411 atau demo 212. Kenapa? Tentunya ada tokoh pemersatu dari kalangan militer dan sipil yang muncul sebagai aktor penguat, yang dianggap mampu mewakili karakter pemimpin yang dibutuhkan publik bila terjadi makar.

Sayang seribu sayang, Rizieq Shihab bukan pilihan. Begitu pun SBY yang namanya belakangan dikaitkan dengan demo 411 sebagai tokoh penggerak. Bahkan, lewat beberapa konferensi pers dan pernyataannya hari ini, SBY mendukung pemerintahan Jokowi hingga tuntas.

Bagaimana dengan Jenderal Gatot Nurmantyo? Wah, kalau ini tak perlu diragukan jiwa korsanya. NKRI harga mati, tante. Katanya, kalau NKRI digoyang, TNI siap jihad. Ngeri-ngeri sedap nggak, tuh?

Keempat, minimnya masifikasi isu makar. Harus diakui, isu menyoal makar ini sebenarnya menjadi buble issue justru setelah Kapolri Tito mendengungkan itu. Sebelumnya, masih sebatas kecurigaan atau su'udzon saja yang berkelindan di ruang-ruang publik konvensional maupun virtual.

Justru sebaliknya, pasca safari politik yang dilakukan Jokowi ke simpul-simpul politik pendukung, oposan, kelompok sosial keagamaan, dan tangsi militer, situasi kebhinekaan nampak kembali menguat. Ada mutual understanding yang dimaknai secara simbolik sebagai upaya mendinginkan persoalan terkait isu makar itu sendiri.

Hal ini yang seharusnya sebagai sebuah bangsa majemuk, perlu kita sadari sebagai upaya perekat di tengah terpaan isu-isu negatif, terutama di sosial media yang sulit terkontrol.

[irp posts="2031" name="Demo 2 Desember; Mencintai Tuhan dengan Cinta, Bukan dengan Benci"]

Di luar empat syarat ini, saya juga melihat sisi lebay lainnya yang dilakukan kepolisian dengan gencarnya melakukan kampanye fear mongering alias taktik menakut-nakuti dengan memanfaatkan aturan yang sudah ada yakni UU ITE yang juga beberapa pasalnya dianggap pasal karet, terutama pasal 27 dan 28. Aksi tangkap-menangkap beberapa pelaku demonstran dan aktor kasus penistaan agama oleh Ahok menjadi bentuk nyata adanya warning terkait kebebasan berekspresi.

Walaupun dalih itu tak sepenuhnya salah, di mana kita dituntut bertanggungjawab atas kebebasan berekspresi, tapi masifnya penangkapan yang dilakukan kepolisian belakangan ini, baik di Jakarta dan beberapa kota lainnya seperti di Ambon baru-baru ini terkait isu SARA, pun secara implisit telah menebarkan rasa was-was di mata publik.

Wajar saja, dalam suatu cuitan di Facebook, wartawan senior Pepih Nugraha menulis sebuah status satire yang menohok;

"Semoga setelah amandemen UU ITE diberlakukan berita dan status di media sosial tidak jadi seperti ini: Keterlaluan si nganu itu, udah jelas-jelas si nganu berbuat nganu, masih juga dibela sama kelompok nganu, dan anehnya orang yang nganu itu sampe sekarang nggak di nganu-nganuin. Sementara yang ngga berbuat nganu malah satu-satu di nganu-nganuin sama pak nganu. Bener-bener nganu deh si nganu ini."

 

Kalau sudah begini, yang ada malah kian sumirlah komunikasi kita di jejaring sosial, yang seharusnya mempererat simpul silaturahim keindonesiaan kita. So, daripada kita sibuk siapin makar, mendingan siapin mahar aja, yuk. Piye, Mblo?

***

[irp posts="2162" name="Misteri JK-Wiranto dan Isu Makar Jelang Demo 212"]