Salam dua jari niscaya meninggalkan trauma bagi yang merasa Pilpres 2014 seakan-akan baru terjadi kemarin sore. Tiga kata itu --salam dua jari-- meninggalkan kesan mendalam, masih terngiang-ngiang sampai sekarang. Sebaliknya bagi yang merasa Pilpres 2014 miliknya, salam dua jari adalah musik orkestra indah yang sekarang dimainkan lagi pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
Salam dengan mengacungkan dua jari boleh jadi akan bergema kembali sampai pelaksanaan Pilkada DKI 2017 nanti. Sesungguhnya siapapun berhak mendapat salam dua jari ini, namun pengundian nomor urut 2 yang berarti mengacungkan dua jari itu jatuh pada pasangan calon gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama dengan Djarot Saiful Hidayat.
Sebagaimana diwartakan, pengundian nomor calon gubernur dan calon wakil gubernur Jakarta dilangsungkan di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa 25 Oktober 2016. Dalam pengundian tersebut pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni mendapatkan nomor satu sedangkan Anies Baswedan-Sandiaga Uno memperoleh nomor tiga.
Apa arti sebuah nomor? Tidak ada artinya sama sekali bagi sebagian orang, lagian nomor urut itu tidak menunjukkan urutan juara atau peringkat. Kalau itu peringkat, pasangan Agus-Sylviana dong yang jadi juaranya, sedangkan Anies-Sandiaga menjadi jurukunci.
[irp]
Tapi dipastikan ada saja orang yang utak-atik angka. Misalnya nomor urut 1 adalah angka istimewa, sebab Tuhan saja Maha Esa alias satu. Jadi nomor urut 1 adalah nomor yang direstui Tuhan. Jangan ada keraguan siapapun untuk tidak memilih nomor urut 1 ini.
Bagaimana dengan nomor urut 2? Tidak ada istimewanya dengan angka 2 ini selain pernah hoki karena menjadi slogan "salam dua jari" oleh pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla saat mengalahkan pesaingnya, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang mendapat nomor urut 1. Di Pilpres 2014, nomor urut 1 kurang berjaya, kalah oleh "salam dua jari".
Tentu saja pasangan Ahok-Djarot berharap dapat mengulang sukses Pilpres 2014 di mana salam dua jari bisa bergema lagi dan terlebih lagi bisa berjaya kembali. Tetapi apa bisa sehoki Pilpres 2014?
Itu masih "big question". Tidak ada yang bisa memastikan nomor urut 2 akan mengulang sukses salam dua jari pada Pilpres 2014 lalu.
Tetapi pada masa Orde Baru lalu, di saat hanya ada 2 partai dan 1 Golongan Karya (Golkar) --entah kenapa Golkar zaman Soeharto tidak mau disebut partai politik-- Golkar selalu mendapat posisi nomor urut 2, diapit 1 PPP dan 3 PDI. Pada masa itu slogan Golkar yang paling terkenal adalah tatacara pencoblosan yang berbau pemaksaan, yaitu; "1 dibuka, 2 dicoblos, 3 dilipat".
Alhasil, nomor urut 2, Golkar, selalu menang dari pemilu ke pemilu karena tatacara itu yang terbukti lebih ampuh dan pasti dari salam dua jari. Adakah Ahok-Djarot akan memakai slogan sakti "1 dibuka, 2 dicobolos (dicontreng), 3 dilipat" ala Orde Baru? Wallahualam....
Bagaimana dengan nomor urut 3 yang diperoleh pasangan Anies-Sandiaga?
Jujur, tidak ada peristiwa menarik yang menautkan antara nomor urut 3 dengan pasangan Anies-Sandiaga. Nomor urut tiga dianggap kurang menarik. Kalau itu medali yang diperebutkan di arena olahraga, maka nomor urut 3 adalah perunggu, nomor urut 2 perak, dan nomor urut 1 emas.
Percaya atau tidak, meski nomor urut tidak banyak menentukan, tetapi bagi tim pemenangan masing-masing calon, nomor urut itu akan diolah dan dieksploitasi habis-habisan dengan maksud memberi kesan mendalam bagi pemilih.
Pasangan Ahok-Djarot yang kebetulan mendapat nomor urut 2 tinggal melanjutkan slogan "salam dua jari"-nya dengan mengangkat dua jari telunjuk dan tengah membentuk huruf "V" alias Victory (kemenangan).
[irp]
Pasangan Agus-Sylviana bisa saja dikesankan merekalah yang bakal keluar sebagai juara pertama alias nomor 1 dalam Pilkada 2017. Mengangkat telunjuk satu bisa diartikan "memerintah" atau "imperatif, sebuah sifat sekaligus sikap yang dimiliki para pemimpin.
Yang agak repot memang pasangan Anies-Sandiaga yang mendapat nomor urut 3 tadi.
Tapi tenang saja, pasangan ini masih bisa mengacungkan salam tiga jari; telunjuk-jari tengah-jari manis membentuk huruf "W" alias "Win" (menang). Kalau tiga jari itu dibalik, maka akan terbaca sebagai huruf "M" alias "Menang", yang penting tidak diplesetkan "Menang-is" saja.
Atau bisa saja mengacungkan salam "metal" dengan mengeksploitasi telunjuk-ibujari-kelingking, sayangnya Anies yang santun dan berwibawa kurang pas kalau didandani aksesori anak metal. Sandiaga mungkin masih okay, tetapi kesan sosok pelarinya di mata publik masih menonjol.
Bagaimana para pengelola kesan (image) mengolah nomor urut yang "ga penting tapi perlu" itu, niscaya besok-besok media sosial seperti Facebook sudah dipenuhi "meme" yang lucu-lucu dan kreatif khas pengguna media sosial Indonesia.
Lihat saja!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews