Apakah Pithecanthropus Erectus Orang Indonesia Asli Yang Dimaui PPP?

Senin, 10 Oktober 2016 | 20:00 WIB
0
637
Apakah Pithecanthropus Erectus Orang Indonesia Asli Yang Dimaui PPP?

Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy sempat membuat geger seisi negeri atas wacananya mengembalikan frasa "orang Indonesia asli" ke dalam konstitusi. "Orang Indonesia asli" macam apakah yang diinginkannya? Apakah orang-orang yang mendekati nenek-moyang Pithecanthropus erectus yang dimaksudkan PPP sebagai "orang Indonesia asli" itu?

Saat memberikan sambutan dalam Musyawarah Kerja Nasional DPP PPP di Jakarta, Senin 3 Oktober 2016 malam, Romahurmuziy alias Romy jelas menginginkan frasa "orang Indonesia asli" kembali dimasukkan dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 persis seperti sebelum diamandemen.

Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 yang telah diamandemen disebutkan, "Calon presiden dan calon wakil presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden".

Frasa "orang Indonesia asli" memang sudah tergusur saat dilakukannya amandemen konstitusi di awal Orde Reformasi, tidak lama setelah pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto tumbang.

Di saat isu SARA (suku, agama, ras, antargolongan) tengah bertiup kencang di Pilkada DKI Jakarta 2017 ini, pernyataan Romahurmuziy yang bagai "tak ada hujan tak ada angin" itu memantik kecurigaan, PPP justru sedang memainkan isu SARA. Lebih lagi, sedang berada di posisi mana Romy saat melontarkan wacana panas itu?

Konsekuensi frasa "orang Indonesia asli" jika dikembalikan lagi kepada Pasal 6 Ayat (1) UUD 1945, warga Indonesia keturunan Arab seperti Anies Baswedan atau warga keturunan Tionghoa seperti Basuki Tjahaja Purnama, tidak bisa jadi Presiden RI. Tudingan terhadap usulan Romahurmuziy sebagai diskriminatif, kemunduran berpikir, "out of date", tidak relevan dengan realitas politik pun ramai berhamburan.

Namun Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani menanggapi santai banyaknya penolakan terhadap usulan partainya tersebut. Menurut Arsul, adalah hal yang lazim penolakan semacam itu dalam sistem demokrasi. Ia malah mengungkapkan, tidak sedikit pihak yang mendukung usulan frasa "orang Indonesia ali" dimasukkan kembali, di antaranya para purnawirawan.

Mengenai definisi "orang Indonesia asli" yang dimaksud PPP adalah perorangan, warga negara Indonesia yang berasal-usul dari suku atau ras yang berasal atau asli dari wilayah Indonesia. Artinya, semua suku bangsa yang ada di Indonesia, seperti Aceh, Batak, Minang, Sunda, Jawa, Betawi, sampai Papua itulah yang disebut "orang Indonesia asli". Praktis WNI yang memiliki darah atau keturunan asing seperti Arab, Tionghoa, atau Eropa dianggap PPP tidak bisa menjadi presiden atau wakil presiden.

Apakah seorang politikus seperti Romahurmuziy tidak boleh melontarkan wacana amandemen konstitusi?

Tentu saja boleh, tidak ada yang melarang. Hanya saja jika PPP memang serius dan tidak asal meniupkan isu panas, ia harus bisa meyakinkan para koleganya di Majelis maupun DPR akan arti penting dan mendesaknya frasa "orang Indonesia asli" itu dimasukkan kembali. Soalnya, prosedur dan tata cara pengajuan amandemen itu sendiri bukan perkara gampang.

Amendemen konstitusi sebagaimana yang pernah dilakukan dalam kurun waktu 1998-2001 mensyaratkan adanya dukungan 2/3 dari anggota MPR untuk mengajukan amandemen dalam sidang yang juga harus disetujui oleh 2/3 lagi dari anggota MPR yang hadir.

Sebelum ke arah sana, PPP harus mampu meyakinkan sekian banyak fraksi dalam tubuh DPR, kini ditambah harus meyakinkan senator dalam DPD untuk menyetujui ide atau gagasan mereka, apa pentingnya, di mana mendesaknya. Proses politik ini tidak semudah membalik telapak tangan sebab masing-masing fraksi punya kepentingan sendiri-sendiri, apalagi terkait isu panas bernuansa SARA.

Ada juga anggapan memasukan kembali frasa "orang Indonesia asli" yang memaknakan sebagai "pribumi" ke dalam konstitusi sebagai "ahistoris", selain juga tidak sesuai dengan politik hukum negara yang ingin menghapuskan diskriminasi dalam segala bentuk, khususnya SARA.

Disebut "ahistoris" karena Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 sebelum perubahan (naskah asli) yang menyebutkan Presiden Indonesia ialah "orang Indonesia asli" juga tidak dimaksudkan untuk membedakan hanya warga negara Indonesia Pribumi yang dapat menjadi Presiden dan warga negara Indonesia non-pribumi dalam hal ini peranakan dibatasi tidak dapat menjadi calon Presiden. Masuknya frasa itu dilatarbelakangi persiapan kemerdekaan Indonesia yang masih berada di bawah bayang-bayang pendudukan Jepang.

Untuk menghindar dari kemungkinan adanya orang Jepang menjadi Presiden Indonesia, maka frasa "orang Indonesia asli" dicantumkan dengan pengertian bukan orang asing atau lebih khususnya dalam konteks waktu itu adalah bukan orang Jepang. PPP mungkin tidak memahami poin penting sejarah ini.

Misalnya disebutkan, bahwa di sidang BPUPKI yang membicarakan Pancasila sebagai dasar negara, 29 Mei sampai 1 Juni 1945, terdapat empat anggota dari unsur keturunan Tionghoa yakni Liem Koen Hian, Tan Eng Hoa, Oei Tiang Tjoei, dan Oei Tjong Hauw dan satu orang keturunan Arab yaitu AR Baswedan yang tidak lain kakek dari Anies Baswedan.

Karena PPP kubu Romahurmuziy dalam Pilkada DKI Jakarta ini merapat ke Cikeas alias mendukung pasangan Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni, sementara lawan-lawan "pengantin Cikeas" ini adalah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang keturunan Tionghoa dan Anies Baswedan yang keturunan Arab, maka mudah ditebak usulan memasukkan frasa "orang Indonesia asli" ini sebagai upaya membendung lajunya Ahok maupun Anies sebagai gubernur DKI Jakarta.

Lho, bukankah frasa "orang Indonesia asli" itu untuk Presiden dan Wakil Presiden, bukan untuk Gubernur?

Benar. Tetapi merujuk pada suksesnya Djoko Widodo yang semula gubernur DKI Jakarta namun kemudian menjadi Presiden RI pada Pilpres 2014, maka siapapun yang menjadi gubernur DKI hasil Pilkada 2017 nanti sangat berpotensi menjadi Presiden RI pada Pilpres 2019 mendatang. Publik menyebutnya Gubernur DKI Jakarta sebagai batu loncatan menjadi Presiden RI.

Jelas sudah, bagi Romahurmuziy orang yang nanti menjadi Presiden RI itu tidak boleh Ahok maupun Anies, tetapi harus Agus Harimurti Yudhoyono yang benar-benar "orang Indonesia asli". Seasli mungkin, bahkan kalau bisa keturunan langsung Phitecanthropus erectus. Bukan begitu, Bung Romy?

Oh, sungguh manuver yang mudah ditebak!

***