Martabat (dignity) tidak bisa diperjual-belikan karena ia merupakan barang mahal dan berharga yang dimiliki seseorang, tidak terkecuali politikus. Namun pada hakikatnya, martabat sesungguhnya barang gratisan di mana semua orang bisa mendapatkannya, tidak terkecuali Abraham Lunggana alias Haiji Lulung. Politikus PPP ini masih tetap bisa mempertahankan martabatnya untuk menolak menjadi juru kampanye bagi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
Penolakan Haji Lulung untuk bergabung menjadi juru kampanye Ahok penting jika bicara soal martabat. Pasalnya, Haji Lulung selama ini telah memposisikan diri sebagai “lawan” atau “sateru” Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta sebelum terlempar dari palagan karena tidak ada partai politik yang bersedia mengusungnya. Itu cerita lama.
Seperti kita ketahui, dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 ini PPP “terbelah" dua; kubu Djan Faridz mendukung Ahok, sedangkan kubu Romahurmuziy mengusung pasangan Cikeas, Agus Harimurty Yudhoyono-Sylviana Murni. Celakanya, selaku Ketua DPW PPP DKI Jakarta, Haji Lulung berada di kubu Djan Faridz yang mendukung pasangan Ahok-Djarot Syaiful Hidayat, padahal selama ini dia menentang Ahok. Cukup bikin bingung Haji Lulung, bukan?
Namun publik segera mengetahui bahwa Haji Lulung tidak terlalu ambil pusing yang berarti tidak bingung-bingung amat. Bahkan, Haji Lulung masih punya martabat lewat pernyataannya kepada Detikcom beberapa waktu lalu, “Itu ‘kan saya dan Pak Djan memang loyal dengan beliau, kita saling menghargai. Tapi kalau menyangkut itu (dukungan untuk Ahok) saya tidak, apalagi selama ini saya dikenal masyarakat tidak sejalan dengan Ahok. DPP harus menghormati keputusan saya.”
Di sinilah yang dimaksud Haji Lulung punya martabat. Pertama, dia tetap menghormati keputusan PPP kubu Djan Faridz untuk mendukung Ahok-Djarot. Kedua, meski mendukung putusan PPP, Haji Lulung menolak kalau dijadikan juru kampanye bagi Ahok karena selama ini dia berlawanan dengan Ahok. Ketiga, meminta PPP menghargai putusannya.
Coba bandingkan dengan politikus lainnya di partai lain yang semula menentang Ahok tetapi kemudian asal terima saja posisi sebagai anggota tim pemenangan Ahok!
Salah satu politikus dari partai ternama yang semula dikenal sebagai penentang Ahok, malah senang bukan kepalang saat ditunjuk sebagai ketua tim pemenangan. Bahkan yang paling spektakuler politikus lainnya yang sesumbar “Kambing Didedaki” pun bisa mengalahkan Ahok (untuk mengatakan betapa gampangnya mengalahkan Ahok), happy-happy saja tatkala ditunjuk sebagai anggota tim pemenangan Ahok dengan tugas khusus. Setidaknya dia tidak menolak seperti haji Lulung.
Mungkin tugas khususnya sekarang justru mengusir “Kambing Dibedaki” yang boleh jadi benar bisa mengalahkan Ahok. Sekarang si politikus yang dulu menentang Ahok bersama tim pemenangan jelas harus memenangkan Ahok agar tidak kena sanksi partai. Tidak ada jalan lain.
Memang ada sesama politikus yang mencoba mengurai kebingungan Haji Lulung menentukan sikap setelah tidak bersedia mendukung Ahok. Sebutlah dia Wakil Sekjen PKB, Daniel Johan, yang menyarankan agar Haji Lulung bergabung dengan partainya yang telah resmi mengusung pasangan Agus-Sylviana.
"Kalau sampai terpaksa harus keluar karena merasa maju kena mundur kena, Lulung enggak perlu bingung, gabung saja ke PKB," kata Daniel sebagaimana dikabarkan Kompascom, Sabtu 8 Oktober 2016 lalu. Ibarat mendekati orang yang sakit kepala, Daniel menawarkan Panadol atau Aspirin.
Meski belum memutuskan keluar dari PPP yang telah membesarkannya sebagai politisi untuk kemudian bergabung dengan PKB, Haji Lulung tetap pada pendiriannya terkait Ahok, yaitu tetap memposisikan diri sebagai penentang Ahok. Ia pun menolak "obat sakit kepala" yang ditawarkan Daniel.
Sebuah sikap yang selayaknya patut diapresiasi dibanding para politikus lain yang tadinya garang menentang Ahok, tetapi kemudian menjadi lembek bak kapas kena air setelah mendapat tawaran bagus dari partainya sebagai anggota atau ketua tim pemenangan Ahok.
Alamak!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews