Maaf, Saya Harus Mengintip Istri Kandidat Pilgub DKI

Kamis, 6 Oktober 2016 | 00:35 WIB
0
605
Maaf, Saya Harus Mengintip Istri Kandidat Pilgub DKI

Jika dikatakan takkan ada hubungan dan pengaruh seorang istri pada kontestan Pemilihan Gubernur (Pilgub), mungkin yang mengatakan begitu belum pernah menikah atau mungkin terlalu asyik sendiri--seperti dikatakan penyanyi Kunto Aji di lagu Terlalu Lama Sendiri. Tapi jika sudah menikah dan tak perjaka lagi, masih tetap meragukan itu, saya mengajak mengintip saja.

Selayaknya mengintip, tentu saja saya dan juga Anda hanya dapat melihat dari jauh, pada bagian-bagian tertentu saja--tak masalah jika saya dicurigai berpengalaman dalam urusan ini. Tapi di sini, mengintip itu perlu, setidaknya untuk melihat hal-hal yang perlu saja. Jadi tak harus menuntut untuk dapat melihat semuanya.

Kenapa harus mengintip istri para kandidat itu?

Sori. Ini bukan ajakan untuk mengukur seberapa cantik paras para istri dari Basuki Tjahaja Purnama, Anies Baswedan, atau Agus Harimurti Yudhoyono. Sebab, kata tetangga saya, kegiatan mengukur-ukur kecantikan wanita itu sangat tidak etis, dan hampir pasti dapat membuat salah satu kontestan meringis.

Jadi, lupakan soal kecantikan.

Ini lebih ke persoalan peran, dan andil yang selama ini dilakukan oleh para istri kontestan yang akan berburu kursi DKI-1 tahun depan.

Annisa Pohan, yang tak lain adalah istri Agus, di banyak obrolan jejaring sosial dinobatkan berada di tangga teratas sebagai perempuan tercantik...ups, maaf, kita sedang tidak bicara kecantikan.

Lebih baik lihat saja siapa di antara para istri itu yang terlihat paling sering mendampingi pasangannya. Maka di sini, tega tak tega, harus diakui bahwa Veronica Tan dan Annisa Pohan terbilang bersaing menunjukkan seperti apa mereka mendukung pasangannya.

Bagaimana dengan istri Anies? Sekali  lagi, maaf, teramat jarang terlihat oleh publik. Apakah ini gelagat bahwa Anies sebagai figur pencemburu? Atau, memang dia ingin secara eksklusif hanya dirinya sendiri yang boleh menatap senyum termanis istrinya?

Itu sah saja. Lantaran, jangankan tokoh sekaliber eks Menteri Pendidikan ini, sekaliber pemimpi seperti saya saja mendadak tifus dengan tingkat panas yang dapat meledakkan termometer, jika ada pria lain yang mencuri-curi senyum istri.

Tapi itu penting. Bukan soal seberapa romantis seorang kandidat dalam memperlakukan seorang istri. Ini lebih ke bagaimana mereka menghormati perempuan, menghormati istri.

Saya mengagumi cara Agus dan Ahok dalam memperlakukan istri mereka. Saya juga mengangkat respek atas cara mereka menatap pasangannya dengan sarat cinta itu.

Di situ memperlihatkan karakter seorang lelaki sejati. Terlebih, di luar apakah di rumah mereka menggunakan jasa asisten rumah tangga atau tidak, tapi setelah ibu maka istrilah yang dapat dipastikan paling gelisah dan paling banyak memikirkannya sebagai suami. Jadi, tak berlebihan bukan, jika kualitas seorang pemimpin atau calon pemimpin, dapat dilihat dari cara mereka memperlakukan istri?

"Keluarga memang bukanlah hal penting, tapi mereka adalah everything alias segalanya," begitulah Michael J. Fox, seorang aktor dan penulis asal Kanada, pernah menunjukkan seperti apa idealnya seorang lelaki melihat istri, melihat keluarganya sendiri.

Atau, jika boleh berperibahasa lebih jauh, Anda takkan asing dengan nama sosok A.P.J Abdul Kalam, Presiden ke-11 India, dalam melihat dampak penting sebuah keluarga. Ia pun sempat menuturkan peran istri dan keluarga--saya terjemahkan secara bebas, "Jika sebuah negara sudah terlalu korup dan Anda menginginkan sesuatu yang lebih baik, maka saya meyakini hanya ada tiga elemen penting yang dapat menciptakan perbedaan. Mereka adalah seorang ayah, seorang ibu, dan seorang guru!"

Maka itu, kedekatan seorang kandidat pemimpin DKI, dapat dipastikan sedikit banyaknya akan ada pengaruh dari siapa perempuan di belakang mereka, istri mereka sendiri. Tak kurang penting, ya, bagaimana mereka memperlakukan istri mereka.

Apakah saat tampil di depan publik seorang calon pemimpin merasa tak perlu melibatkan pasangannya dan lebih baik dirinya saja yang dilihat masyarakat? Saya rasa ini sebagai pelecehan walaupun tak diniatkan untuk itu.

Sebab, terlepas seorang istri tak menuntut itu, inisiatif seorang lelaki dalam menunjukkan bahwa betapa berharganya seorang istri baginya, saya kira sudah cukup menunjukkan kualitas seorang pemimpin.

Sederhana saja, jika orang terdekatnya tak dapat diberikan cinta sepenuhnya, bagaimana dapat secara muluk berbicara terlalu jauh ingin mengabdikan diri kepada masyarakat dalam kapasitas sebagai pemimpin? Toh, jika diumpamakan sebagai ujian saja, kala ujian di jenjang terendah saja sulit terlewati bagaimana muluk-muluk berharap tantangan lebih besar?

Permisi. Ini sama sekali saya sedang tidak melamun bahwa saya sedang berencana mengambil alih pekerjaan Mario Teguh yang konon telah memilih angkat kaki sebagai seorang motivator. Saya tak punya bakat itu, karena sehari-hari justru lebih akrab dengan kompor lantaran sering kali ikut campur urusan istri di dapur.

Jadi, di luar berbagai kampanye atau gembar-gembor yang memang begitu banyak diumbar kandidat mana saja, hal-hal kecil seperti ini mungkin dapat menjadi alat ukur untuk melihat kualitas mereka. Jika Anda yakin mereka mampu memperlakukan istri dengan cara terbaik, dan menunjukkan sikap hormat terbaik, saya kira Anda pun pantas yakin bahwa mereka mampu memperlakukan Anda sebagai rakyat dengan cara terbaik!

***