Bukan Risma, bukan Yusril, bukan Lulung, bukan pula Sandiaga yang mampu mengalahkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, melainkan Arcandra Tahar dan Gloria Natapradja Hamel. Bukan mengalahkan di Palagan Pilkada DKI, melainkan dalam pemberitaan media massa dan media sosial. Sayangnya, tidak ada satu partai politik pun yang melirik fenomena menarik ini.
Untuk itulah Ahok bisa kipas-kipas cari angin di sudut Balai Kota DKI Jakarta atau mancing ikan di belakang rumahnya di Pantai Mutiara tanpa terganggu pemberitaan media; baik media massa maupun media sosial. Ahok bisa berteriak-teriak apapun sekeras mungkin tanpa khawatir ada media yang hirau dan memuatnya. Ternyata, Ahok ada karena media.
Para lawan atau bakal lawannya pun seperti mati angin. Sandiaga Uno tidak melakukan PDKT lagi terhadap Sekda Saefullah, apalagi duduk menyendiri kesepian di dalam metromini, seperti "Makhluk Manis dalam Bis"-nya Hilman Hariwijaya.
Pun Walikota Surabaya Tri Rismaharini alias Risma masih rehat kecapekan setelah marah-marah ke Ahok. Posisi Djarot Saeful Hidayat aman setelah Risma ditunjuk PDIP sebagai juru kampanye nasional. Sementara Yusril Ihza Mahendra dan Haji Lulung tiada kabar beritanya.
Saat kasus kewarganegaraan ganda Menteri ESDM Arcandra Tahar mulai berkibar dan kasus pengibar bendera pusaka Gloria mulai muncul kemudian, Ahok sempat menghiasi media online. Diberitakan, Ahok tidak memenuhi undangan Lebaran Betawi, padahal acara budaya itu dilaksanakan di Lapangan Banteng yang berjarak sepelemparan batu saja dari Balai Kota. Pihak pengundang pun mencak-mencak marah.
Belakangan ada kabar, ketidakhadiran Ahok di acara yang disesaki warga Jakarta beretnis Betawi itu karena melayat koleganya yang meninggal dunia. Akan tetapi seorang netizen bernama Balya Nur mengomentari ketidakhadiran Ahok di status fesbuknya dengan kalimat yang mengena; "Salah yang ngundang, Ahok kan lebarannya beda."
Benar, karena beretnis Tionghoa, Ahok lebarannya bukan Lebaran Betawi, apalagi Lebaran Haji, tetapi Lebaran Cina yang berlangsung setiap awal Januari. Jadi, terpaksa yang mengundang Ahok gigit jari dan sebenarnya tidak perlu mencak-mencak kalau saja mempelajari terlebih dahulu latar belakangnya.
Saat isu Arcandra hendak diberhentikan dengan hormat, tersiar kabar bahwa Ahok keluar dari samping Istana setelah menemui Presiden Jokowi. Pers yang bertugas di Istana tidak mengendus dan menghubung-hubungkan kehadiran Ahok untuk menggantikan Arcandra karena memang sangat tidak mungkin.
Tetapi, tidak ada yang tidak mungkin dalam dunia politik. Politik adalah "The art of possibilities". Jadi kemungkinan Ahok ditawari Menteri ESDM pengganti Arcandra selalu ada, apalagi Ahok lulusan Fakultas Geologi dengan keahlian Mineral Resources and Technology, dunia yang tidak jauh-jauh dari minyak dan energi.
Belakangan diketahui, ternyata kepada Jokowi Gubernur DKI Jakarta yang akan maju sebagai calon petahana itu hanya melaporkan mengenai harga daging dan operasi pasar di DKI Jakarta, bukan tawaran Jokowi kepadanya untuk menggantikan posisi Arcandra, apalagi menggantikan posisi Gloria. Tetapi bisa jadi ini buat mengecoh media yang malas menelisiknya lebih jauh.
Sejatinya, inilah saatnya PDIP mengumumkan pencalonan Ahok-Djarot sebagai pasangan gubernur DKI Jakarta, agar gejolaknya tidak menjelma menjadi ombak tsunami politik yang dahsyat. Mengumumkan keputusan penting di saat perhatian publik masih tertuju pada Arcandra dan Gloria adalah baik untuk meredam kekagetan warga Jakarta, khususnya para penentang Ahok yang masih terlena merundung Jokowi.
Diperkirakan setelah pemberitaan Arcandra dan Gloria mereda, media akan kembali mengejar-ngejar Ahok, mata kamera berbagai stasiun televisi akan kembali mengarah padanya, dan media sosial siap mencari bahan-bahan perundungan (bully) menjelang pelaksanaan Pilkada 2017.
Demikian pula lawan-lawan Ahok akan mulai berteriak kembali agar pernyataannya bisa menarik media sekaligus menarik simpatik warga Jakarta.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews