Pertama-tama ucapan selamat pantas disampaikan kepada Partai Nasdem dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang dalam Pilkada Serentak 2018 menjadi partai politik tersukses menjadikan jagoannya sebagai Gubernur atau Bupati/Walikota di 171 wilayah pemilihan.
Sebaliknya, ucapan duka tapi tetap dalam nuansa menyemangati layak disampaikan kepada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dua parpol papan atas yang paling sedikit menempatkan jagoannya sebagai kepala daerah.
Dari 171 wilayah pemilihan Pilkada, Nasdem dan PAN sama-sama memperoleh angka 58 persen di mana jagoan yang mereka usung berjaya. Artinya, lebih dari separuh wilayah itu ada gubernur atau bupati/walikota yang berasal dari Nasdem dan PAN. “Big Win” bagi Nasdem dan PAN. Tidak disangka-sangka dan tidak pernah diperhitungkan.
Sebaliknya pula, dari 171 wilayah pemilihan, PDIP yang merupakan jawara Pemilu sekaligus Pilpres 2014 dan Gerindra yang pada 3-4 tahun lalu digadang-gadang bisa menyalip Golkar bahkan PDIP, masing-masing meraup angka 23,5 persen dan 17,6 persen. “Great Lost” bagi PDIP apalagi Gerindra. Tidak disangka-sangka, karena diperhitungkan keduanya akan berjaya.
Di bawah Nasdem/PAN ada Golkar dan Hanura yang sama-sama meraih angka 52,9 persen, kemudian PPP dan PKS masing-masing 41,2 persen, disusul Demokrat dan PKB masing-masing 35,3 persen. Abaikan dulu parpol peraih kemenangan “papan tengah” ini, fokus pada “Big Win”-nya Nasdem/PAN dan “Great Lost”-nya PDIP/Gerindra.
Meski tidak berkorelasi dengan Pilpres 2019, mau-tidak mau perolehan kepala daerah masing-masing parpol ini akan mengubah konstelasi politik yang sedang berjalan menuju puncak. Ada parpol yang menjadi percaya diri tinggi akibat kemenangan ini, sebut saja Nasdem dan PAN, sehingga keduanya bisa leluasa memainkan kartu jelang Pilpres 2019.
Nasdem, misalnya, selama ini dikenal terdepan dalam mendukung Joko Widodo selaku capres petahana. Ia juga berada di perahu yang sama dengan parpol pendukung Jokowi.
Karena Jokowi sampai sekarang belum mendapatkan calon wapresnya, maka Surya Paloh dengan Nasdem-nya akan mulai berhitung lagi, setidak-tidaknya “mencolek” halus Jokowi, “Nasdem punya banyak kepala daerah lho, Pak, yang bisa menggerakkan dukungan kepada Anda!”
Yang akan lebih terpuruk dan tidak punya gigi adalah Muhaimin Iskandar dengan PKB-nya. Sekarang, Jokowi sudah bisa menolak kengebetan Cak Imin jadi cawapresnya, “Lha kok masih mau jadi cawapres saya, Cak, wong PKB ga punya banyak kepala daerah!”
Karena perolehan PPP lebih baik dari PKB, maka untuk sementara Romahurmuziy bisa kipas-kipas cari angin dan siap menggandakan poster-poster raksasanya ke Kanjeng Dimas. Biar lebih seksi maksudnya.
PAN yang tak disangka-sangka bisa punya modal cukup untuk menggertak, setidak-tidaknya menggertak Prabowo Subianto yang belum mendeklarasikan diri sebagai capres, apalagi memilih cawapresnya. PAN bisa “ngledek” PKS yang “menyandera” Prabowo agar lekas memilih 1 dari 9 capres/cawapres PKS.
Bisa jadi PKS tak berkutik ketika Prabowo menyodorkan fakta ini. Bisa jadi pula pengulangan Pilpres 2014 di mana Gerindra berpasangan dengan PAN terulang lagi di Pilpres 2019 ini.
Adalah fenomena tersendiri saat kepala daerah pemenang Pilkada versi hitung cepat menyatakan dukungan kepada Joko Widodo, sebagaimana Ridwan Kamil yang diramaikan itu. Sampai-sampai, apa yang disampaikan Kang Emil langsung dibalas pihak Gerindra.
Perang memang masih berkecamuk dan belum ada tanda-tanda mereda.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews