Cukup Pilwapres 2019 Saja Jika Capresnya "Seng Ada Lawan"

Jumat, 2 Maret 2018 | 07:55 WIB
0
664
Cukup Pilwapres 2019 Saja Jika Capresnya "Seng Ada Lawan"

Prabowo Subianto akan maju capres 2019? Ya, itu bagus, meskipun sebenarnya lebih bagus jika tidak. Tapi ya, itu hak demokrasi dia. Saya sih, tidak dalam rangka melarang, kayak orang-orang yang Ahok ngajuin PK saja, sudah dicurigai cem-macem. Mana yang mau melenggang ke Istanalah, jadi capres atau cawapreslah. Lha wong itu hak setiap warga negara kok nggambleh.

Tapi, kenapa Prabowo lebih baik tidak nyapres? Karena mau maju lewat mana? Lewat Gerindra? Apa kira-kira Gerindra masih laku, tanpa dukungan partai lain semisal PKS, atau mungkin PAN, atau katakanlah PKB, ini misalnya kalau Cak Imin ngebet cawapres tapi Jokowi menggandeng cawapres yang lain.

Padahal, tahun 2019 pemilihan anggota legislatif, capres, dan lain-lainnya, akan dilaksanakan bareng-breng. Lantas gimana coba? PKS sudah pasang tarif, eh, taktik, memilih 9 kader PKS, yang salah satunya nanti akan dijadikan capres. Meski pun, itu bisa dibaca cara partai itu pasang harga, untuk negosiasi dengan partai lain, misal Gerindra. Meskipun lagi, Sohibul Iman ternyata pidatonya kemarin ngabu-abu, terbuka bagi PKS juga untuk menyodorkan cawapres ke Jokowi. Wak!

Prabowo mengharap Demokrat, juga ngeri-ngeri sedap, karena AHY mungkin saja lebih tertarik pada tawaran PDIP. Megawati kayaknya tak begitu menampik anak sulung SBY itu. Lha, pada sisi itu, jika ketum PAN atas dorongan sang besan, yang kebetulan namanya Amien Rais, akhirnya berani mencapreskan diri, terus gimana?

Kalau pun pada akhirnya PKS atau PAN bergabung dengan Gerindra mencapreskan Prabowo, pasti tak ada makan siang gratis, apalagi makan malam. Padahal, Hasjim Djojohadikusumo sudah kobol-kobol, modal belum balik, sementara sang kakak bisa seenaknya ngomong; "Ente punya duit berape?"

[irp posts="11425" name="Mengungkap Kemungkinan Jokowi vs Kotak Kosong pada Pilpres 2019"]

Satu-satunya jalan ke Roma, Prabowo bergabung kembali dengan CFC, Cendana Fans Club. Ada partainya Tommy, ada partai satunya lagi yang konon bukan milik Mbak Tutut. Kalau dengan Partai Golkarnya Hartarto, mana mau mereka. Mereka lebih aman bersama Jokowi, nggak mau gambling lagi kerna salah mbaca keadaan.

Tapi, maukah Tommy cum suis menerima Prabowo? Dalam politik konon semua mungkin. Tapi politik serba mungkin ini, lama-lama juga tidak bakalan laku. Lha terus, gimana, apa nurutin clemongan Bambang Susatyo, yang punya Ferrari itu? Jokowi-Prabowo pasangan ideal?

Kalau menurut kacamata kuda, pilpres itu mendingan diubah sementara jadi pilwapres saja, daripada ngambur-amburin duit yang cuma menyenangkan anggota KPU dan Bawaslu, yang dari dulu nggak pernah tegas dan konsisten menjalankan aturan.

Sayangnya, kuda Prabowo juga berkamata. Jadi, ya udah deh, ayo para calo, saatnya nyari duit!

***

Editor: Pepih Nugraha