Demokrat Merasa Diperlakukan Tidak Adil, tapi Bukan untuk Bela Ahok

Senin, 8 Januari 2018 | 07:50 WIB
0
137
Demokrat Merasa Diperlakukan Tidak Adil, tapi Bukan untuk Bela Ahok

Partai Demokrat merasa diperlakukan tidak adil oleh penegak hukum di mana setiap kader yang ingin maju Pilkada selalu diperlakukan tidak adil. Beberapa petinggi partai mengungkapkan curhat ini dalam “Emergency Meeting” yang diadakan di DPP Partai Demokrat, Menteng, Jakarta Pusat, 3 Desember 2018.

Dalam pertemuan yang dihadiri Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono ini membahas berbagai hal, khususnya dalam rangka mengahadapi Pilkada 2018.

“Untuk kesekian kalinya Partai Demokrat mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari elemen negara dan penegak hukum. Pimpinan Partai Demokrat menganggap ini sebuah “krisis keadilan dan demokrasi,” curhat Hinca Panjaitan selaku Sekjen partai.

Hinca misalnya menyebut Pilkda DKI yang mana waktu itu pasangan Agus Harimurti Yudhoyono, yaitu Sylviana Murni sempat diperiksa oleh pihak Kepolisian. Menurut Demokrat, akibat pemeriksaan kepolisian citra pasangan AHY dan Silvy menurun drastis.

Tentu saja yang lebih heboh calon Gubernur dari Kalimantan Timur dan wakilnya yang merupakan kader Partai Demokrat, yaitu Walikota Samarinda Saharie Jaang dan Walikota Balikpapan Rizal Effendi. Saharie diperiksa oleh Mabes Polri dengan tuduhan pungli lahan parkir. Demokrat menganggap ini perlakuan tidak adil, apalagi Saharie merasa dipaksa untuk berpasangan dengan Irjen Safaruddin sebagai wakilnya. Irjen Safaruddin adalah Kapolda Kalimantan Timur.,

Tujuan dari “Emergency Meeting" ini sesungguhnya untuk meminta perhatian Presiden Joko Widodo agar turun tangan mengatasi permasalahan ini dengan menegur jajaran di bawahnya yaitu Kepolisian RI. Pihak Kepolisian sudah menjelaskan secara normatif bahwa pemeriksaan yang bersangkutan yaitu Saharie tidak ada unsur politik. Sebagai referensi, Irjen Safaruddin ini digandang-gadang mendapat dukungan PDIP, salah satu rival berat Demokrat.

Wajar jika Demokrat yang tengah "terpuruk" ini ingin mengangkat citranya supaya bisa bangkit kembali, meski menurut Lembaga Survei sepertinya juga masih belum beranjak untuk rebound atau bangkit kembali.

Di Jabar, kader Demokrat Deddy Mizwar juga ditinggalkan oleh PKS dengan alasannya adanya Pakta Integritas, di mana Deddy Mizwar wajib mendukung calon presiden dan wakil presiden dari Partai Demokrat. Pakta Integritas itu wajar saja, tetapi bagi PKS ini menjadi alasan untuk mengakhiri dukungan dan pindah ke lain calon, yaitu Sudrajat. Lengkap sudah perlakuan tidak adil yang ditimpakan kepada kadernya atau Demokrat itu sendiri.

Hinca atas nama Demokrat meminta pemerintahan Presiden Jokowi menindak jajaran di bawahnya yang mereka rasa telah berbuat tidak adil. Juga memintaKepala Kepolisian Rebuplik Indonesia Jenderal Tito Karnavian agar jajaran di bawahnya yaitu Kabareskrim untuk menghentikan sementara proses hukum terhadapap calon-calon pasangan yang sudah ditetapkan dalam pemilihan Pilkada.

[irp posts="4811" name="Stigma Baru Yang Disematkan kepada SBY; Politik Outsourcing!"]

Hal ini dilakukan demi persaingan yang adil dan sehat, tanpa menjatuhkan citra pesaing dengan menggunakan tangan penegak hukum. Jenderal Tito pun merespons kehendak Demokrat itu.

“Siapapun yang sudah ditetapkan jangan diganggu dengan proses hukum karena bisa mempengaruhi proses demokrasi dan proses kontestasi yang mungkin bisa jadi tidak fair karena nanti akan dipengaruhi opini publik. Politik sangat dipengaruhi opini publik,” kata Tito Karnavian di Mabes Polri, Jumat 5 Januari 2018.

Tito mengatakan akan menindaklanjuti proses hukum setelah Pilkada selasai.

Pernyataan Kapolri ini sebenarnya baik dan bahkan sangat baik untuk menjaga netralitas, keamanan dan sifat kondusif dalam rangka menghadapi Pilkada. Sebab, berdasarkan Telegram atau aturan mantan Kapolri Badrodin Haiti ditegaskan bahwa semua proses hukum untuk sementara waktu dihentikan kepada setiap calon-calon pasangan yang sudah ditetapkan maju Pilkada.

Tetapi, sayangnya tekad Polri ini tidak dilakukan saat Pilkada DKI Jakarta berlangsung beberapa waktu lalu.

Sejarah mencatat, pada waktu proses Pilkada DKI berlangsung ada kejadian bencana yang sangat dahsyat di mana terjadi demo berjilid-jilid dari segala penjuru mata angin negeri ini menuju Jakarta untuk kasus yang dituduhkan kepada Basuki Tjahaja Purnama dengan sangkaan “penistaan” agama. Padahal yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai calon pasangan peserta pilkada DKI.

Praktis, Ahok tidak bisa berkampanye dan bolak-balik harus memenuhi panggilan penegak hukum. Tentu saja ini merusak citra atau opini publik dan mempengaruhi pandangan masyarakat kepada yang bersangkutan.

Dan pada waktu itu Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga mengatakan bahwa berdasarkan Telegram Kapolri sebelumnya, setiap calon pasangan yang sudah ditetapkan maju pilkada proses hukumnya untuk sementara waktu dihentikan, dilanjutkan setelah Pilkada.

[caption id="attachment_7595" align="alignright" width="514"] Hinca Panjaitan (Foto: Merdeka.com)[/caption]

Tetapi karena desakan-desakan ormas keagamaan yang meminta prsoes hukum Ahok harus diproses sekarang dan tidak usah menunggu Pilkada selasai, maka pihak Kepolisian menganulir atau menabrak sendiri aturan Telegram Kapolri, sehinga Ahok tetap bisa diproses hukum tanpa menunggu Pilkada usai. Ternyata keadailan tidak berlaku bagi Ahok, proses hukum jalan terus sampai masuk Mako Brimob.

Nah, berkat keluh-kesah dan curhat SBY selaku Ketua Umum Partai Demokrat yang merasa partainya atau kader-kadernya yang ingin maju Pilkada merasa diperlakukan tidak adil dan tidak demokratis, akhirnya Tito Karnavian merespon atau menanggapi, bahkan memberlakukan kembali aturan untuk menghentikan sementara waktu proses hukum terhadap pihak-pihak yang sudah ditetapkan sebagai pasangan calon kepala daerah dalam Pilkada.

[irp posts="6750" name="Koalisi Trio Kwek Kwek" Bisa Bikin Demokrat Tersingkir"]

Dalam hukum ada jargon ”Sekalipun langit runtuh hukum harus ditegakkan” tapi SBY dengan Partai Demokrat-nya mengubahnya menjadi “Daripada langit runtuh hukum tidak usah ditegakkan”.

Akan menjadi heroik dan bermakna jika upaya Demokrat ini disampaikan pada saat proses Pilkada DKI Jakarta yang baru lalu agar Ahok terhindar dari tuntutan dan pemeriksaan saat proses Pilkada berjalan.

Tetapi, tentu saja hal ini tidak mungkin dilakukan wong saat itu "putera mahkota" SBY, yaitu Agus Harimurti sedang menjadi salah satu kontestan.

Jargon yang tepat untuk situasi ini mungkin, "Sekalipun langit ga mungkin runtuh, Ahok tetap harus dijatuhkan".

Betul?

***