Nama Tri Rismaharini saat ini sering disebut-sebut sebagai bakal calon Gubernur DKI Jakarta dari PDIP yang dianggap mampu mengimbangi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Pilkada DKI 2017. Namun, dimajukannya Risma, panggilan akrab walikota Surabaya itu justru menyimpan "ranjau" yang malah menguntungkan Ahok selaku calon gubernur petahana.
"Ranjau" berbahaya ini rupanya tidak disadari PDIP jika euforia mengusung Risma benar-benar terjadi dan sampai pada satu keputusan mencalonkannya. Sebagaimana diulas PepNews! sebelumnya, di berbagai sudut kota Jakarta muncul kelompok-kelompok "perlawanan" terhadap Ahok dengan mengusung nama Risma.
Warga Pademangan Jakarta Utara, mendeklarasikan diri sebagai Pasukan Risma (Paris). Di Jakarta Timur ada Persatuan Rakyat untuk Risma (Praktis). Selain Paris dan Praktis, ada lagi kelompok relawan pendukung Risma lainnya, yakni Tanah Merah Bersama Risma (Tamaris), Aliansi Masyarakat untuk Risma (Amaris), Laskar Risma (Laris), Barisan Risma (Baris), Gerakan Masyarakat untuk Risma (Gamis), dan Anak Rawabunga Cinta Risma (Artis).
"Ranjau" berbahaya yang belum disadari elite PDIP itu yakni kemungkinan akan beralihnya hujatan warga DKI Jakarta, bahkan warga di luar DKI, dari yang semula menghujat Ahok beralih menjadi menghujat Risma, khususnya dari kalangan orang-orang saleh dan beriman di Jakarta. Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Didorongnya Risma untuk bertanding di atas ring Pilkada DKI otomatis akan merangsang gairah keluarnya "fatwa haram" bagi perempuan seperti Risma menjadi pemimpin, sebagaima isu yang pernah diembuskan dan menerpa Capres Megawati Soekarnoputri pada Pilpres 2004.
Berembusnya "fatwa haram" tentu saja sangat merugikan Megawati selaku satu-satunya capres perempuan yang saat itu berpasangan dengan Ketua PBNU Hasyim Muzadi yang bukan muhrimnya pula. Sedangkan capres lainnya dipastikan bersuka-cita atas diembuskannya "fatwa haram" perempuan menjadi pemimpin.
Senasib dengan Megawati
Memang perlu dicermati lebih lanjut, apakah didorongnya Risma ke gelanggang Pilkada DKI Jakarta dengan serta merta akan bernasib sama dengan boss-nya saat Pilpres 2004, yakni merebaknya isu "fatwa haram" yang sangat mematikan itu.
Jika "fatwa haram" itu tidak terjadi pada Risma, artinya Risma memang lebih "sakti" dibanding boss-nya sendiri, Megawati. Tetapi jika itu terjadi pada Risma, maka sudah pasti situasi ini akan menguntungkan Ahok selaku calon kuat untuk kembali memimpin DKI. Merujuk kepada sejumlah survei atau jajak pendapat, elektabilitas dan popularitas Ahok memang belum tergoyahkan sampai berita ini dirutunkan.
Seperti diketahui, imbauan dari sejumlah warga DKI Jakarta yang saleh dan beriman tegas melarang keras warganya yang Muslim memilih pemimpin kafir alias non-Muslim, bahkan mengharamkannya.
Di sisi lain, naiknya perempuan seperti Risma selaku calon pemimpin dipastikan tidak akan lepas dari larangan untuk dipilih karena sama-sama mengandung "haram", sebagaimana fatwa yang dikeluarkan oleh orang-perorangan pada masa Pilpres lalu.
Jika hal ini sampai terjadi, Ahok akan tertawa-tawa kegirangan di sudut ruang Balai Kota, sebab hujatan terhadapnya berupa "fatwa haram" akan "terbelah" menjadi dua; satu untuknya, satu lagi untuk Risma. Hal ini menjadikan beban berat di pundaknya berkurang.
Maka tidak heran kalau beberapa waktu lalu Ahok menyambut antusias kemungkinan dimajukannya Risma oleh PDIP. Bukan karena Ahok mengangap enteng Risma dan pasti mampu mengatasinya, melainkan karena adanya hujatan yang dibagi dua itu. Kehadiran Risma juga akan menguji konsistensi orang-orang saleh dan beriman di Jakarta dengan "fatwa haram"-nya itu. :)
Lulung mendapat "Muntah"
Namun yang tidak pernah disadari, keuntungan terbesar dengan didorongnya Risma selaku calon gubernur bukanlah Ahok, melainkan justru Haji Lulung atau Abraham Lunggana yang ketiban "muntah". Dari sisi SARA, Lulung sangat diuntungkan karena bakal bersih dari hujatan, tidak seperti "nasib" Ahok dan Risma. Predikat "Haji" meski jarang berpeci, adalah salah satu sebabnya.
Sayangnya, sampai sekarang tidak ada kabar dari relawan Suka Haji Lulung yang akan mengusungnya melalui jalur independen. Sedang untuk melaju di jalur partai politik, tidak mungkin Haji Lulung dimajukan PPP sendiri yang hanya memiliki 10 kursi alias kurang 12 kursi lagi dari syarat yang ditentukan.
Selain itu, Haji Lulung kalah pemberitaan di media massa dibanding Sandiaga Uno, misalnya, yang juga digadang-gadang bakal maju sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta. Juga kalah beken dibanding Yusril Ihza Mahendra yang nasibnya juga masih belum menentu.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews