Ditolak Masuk Bar di Rusia dengan Alasan Keamanan

Terlihat seorang pria perlente dengan pakaian jas resmi melintas sejenak, sekadar lewat saja tanpa bertanya, seolah-olah tidak ada kejadian apa-apa. Beberapa lama kemudian si perempuan penjaga bar berkata, "No enter!"

Sabtu, 12 Maret 2022 | 06:20 WIB
0
113
Ditolak Masuk Bar di Rusia dengan Alasan Keamanan
Kazan di waktu malam (Foto: rok. Pribadi)

Soyembika, seorang puteri Tatar yang cantik jelita, secara tidak sengaja menjatuhkan bagian emas yang disebut qazan ke dalam sungai di mana kota ini terletak saat sedang membersihkan emas itu. Sejak saat itulah kota di mana sungai itu berada dinami Kazan.

Soyembika ini benar-benar legenda, ia digambarkan perempuan jelita yang hendak dipersunting Ivan the Terrible, tidak ada pilihan baginya kecuali minta syarat berat agar bisa menolak, yaitu dibuatkan menara tujuh lantai harus selesai pengerjaannya dalam tujuh hari.

Ndilalah keinginan Soyembika terpenuhi, menara itu dibangun satu lantai sehari dan pada hari ketujuh selesai. Pesta pernikahan pun dimulai. Selama perayaan pernikahan tersebut, diam-diam Soyembika memanjat menara sampai puncaknya, terjun dari puncaknya. 

Anda bisa bisa menebak bagaimana nasib perempuan cantik itu tatkala melompat dari menara setinggi 58 meter yang kini terletak di halaman Kremlin Kazan ini. Saking tingginya menari ini miring dua meter, seperti Menara Pisa di Italia. 

Pastilah tambatan hati Soyembika seorang pria seganteng saya, sampai-sampai ia menolak dinikahi Ivan the Terrible dan memilih jalan hidupnya sendiri secara mengerikan, sesuai julukan Si Ivan itu.

Namun di sisi lain ada juga legenda Chuvash yang merujuk pada nama seorang Pangeran Bulgaria Khusan. Khusan ini terjemahan dari Chuvash untuk nama Islam, yaitu Hassan. Kemudian bangsa Chuvash menyebut kota ini sebagai "Khusan" seturut nama pangeran itu.

Apapun cerita maupun legenda yang beredar dari berbagai versi itu, Kazan yang bahkan katanya berasal dari kata "wajan" karena daerahnya berbentuk huruf "U", punya kenengan tersendiri di hati saya. Telah saya katakan sebelumnya bahwa Kazan, ibukota negara federal Tatarstan, merupakan "enclave" Muslim terbesar di Rusia. 

Orang sering terkecoh dengan Chechnya yang beribukota Grozny sebagai "kota Islam" atau "negara bagian Islam" terbesar di Rusia, padahal keliru. Chechnya baru berdiri 1993 lalu buah dari ambruknya Uni Soviet (USSR) dua tahun sebelumnya. Chechen, bangsa yang mendiami wilayah itu, kini menyatakan setia kepada Vladimir Putin dan terjun ke medan perang melawan Ukraina. 

Tetapi Kazan, kota yang terletak 800 kilometer dari Moskow ini benar-benar sebuah kota tua nan klasik yang telah berdiri sejak 1005. Boleh saya katakan, kalau Eropa punya Istanbul di Turki, Rusia punya Kazan yang menawan. Anda yang muslim, jangan lupa shalat di masjid yang bersejarah di Kazan, yaitu masjid Kul Sharif, sekaligus merasakan kejayaan Islam yang pernah tumbuh di Rusia. 

Meskipun menyandang nama "Islam" dengan kebesarannya, tetapi Islam Tatar di zaman modern ini berbeda dengan Islam Chechen yang sama-sama bernaung di bawah kamerad Rusia. Boleh saya katakan, Islam Tatar lebih mirip Islam Istanbul yang lebih sekuler, sedangkan Islam Chechen lebih konservatif dan boleh dibilang mewakili apa yang disebut "Islam Radikal". 

Dua karakter berbeda kutub ini -meski sasama Islam- menciptakan "keberanian" berbeda di medan perang. Terbukti, Putin lebih aman merekrut Chechen yang lebih kooperatif dan radikal untuk memerangi bangsa Ukraina dibanding mengerahkan Muslim Tatar, padahal Islam Rusia adalah Kazan.

Sebelum mengakhiri cerita ini, saya akan sedikit cerita pengalaman pribadi yang agak sedikit menggelikan, tetapi tidak terlalu menjengkelkan. Di puncak hotel di mana kami menginap di Kota Kazan, Hotel Korston Tower, ada sebuah bar terkenal tempat "hang out" orang-orang kelas menengah Kazan. 

Kami bertiga, saya dan dua rekan pria lainnya, ingin juga mencicipi suasana bar di Kazan, untuk menangkap suasana dan fenomena di sana, untuk bahan tulisan (halah, modus!). Akan tetapi, kami sama sekali tidak tahu "fatsun" atau sopan-santun -tepatnya etiket- memasuki sebuah bar berkelas di Kazan. Kami berpakain seadanya. Karena udara di luar dinginnya demikian mencekik, kami bertiga bermantel tebal dengan celana jeans semua, padahal tanpa janjian sebelumnya. 

Pintu lift terbuka dan nama bar itu temaram terlihat berkat lampu neon yang membentuk huruf kirilik yang keriting.

Kami disambut perempuan supermolek dengan wajah agak masam. Tapi sumpah, semakin masam wajahnya, semakin cantik saja tampaknya di mata saya (nggemesin). Saya membayangkan sebuah film atau poster-poster perempuan molek semasa SMA, dialah salah satu pemeran film atau foto model poster itu, pikir saya, saking beningnya. 

Perempuan itu menyapa dengan bahasa Rusia, disusul bahasa Inggris yang saya pahami. Akan tetapi ketika kami mengutarakan niat kami, bahasa Inggrisnya hilang. "No english," katanya. Aduh, cantik-cantik kok tuna bahasa Inggris, Nona, pikir saya. Dia mengetik di ponselnya dalam bahasa Rusia, lalu Google yang baik menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris, "Apa tujuan kalian ke mari?"

"Kami mau duduk-duduk sambil minum," kata saya. Seorang teman memperagakan bahasa isyarat "minum", tangan kanannya didekatkan ke mulut seolah-olah memegang gelas untuk diminum. Sejenak ia mengontak seseorang, mungkin manajer bar itu. 

Terlihat seorang pria perlente dengan pakaian jas resmi melintas sejenak, sekadar lewat saja tanpa bertanya, seolah-olah tidak ada kejadian apa-apa. Beberapa lama kemudian si perempuan penjaga bar berkata, "No enter!" Maksudnya tidak boleh masuk bar. 

Kami pun bertanya, "Why?" Dan perempuan yang "nggemesin" (di mata bapak-bapak) itu menjawab, "Security reason". Oalah... Saya pun menukas, "Apakah Anda mengira kami teroris?" (mungkin kalau teroris hati ada benarnya). Perempuan cantik itu sama sekali tidak mengangkat bibir untuk sekadar memperlihatkan senyumnya biar wajahnya lebih menawan. 

Kemudian dia mengetik lagi di ponselnya dan memperlihatkan rangkaian kata dalam bahasa Inggris, "Pakaian Anda!"

Duh gustiiii.... ternyata hanya gara-gara pakaian sialan yang kami kenakan ini kami tidak bisa masuk bar. Seorang teman berinisiatif menjelaskan, "Kami ingin menghabiskan dollar Amerika kami di sini," sambil menepuk-nepuk saku celananya yang kopong, tebal karena ada selampe handuk untuk mengelap ingus yang memang gampang jatuh akibat udara dingin.

Perempuan itu bergeming. Intinya kami ditolak masuk meski bawa dollar segepok (padahal bohong). Kami saling pandang. Saya khususnya memandang seorang rekan saya yang mengenakan mantel tebal dengan kerah berbulu seperti pemburu beruang kutub dari suku yang masih biadab pada masa lalu. 

Seorang teman lagi juga berpakain yang sama dengan jeans ketat yang kalau ditambah sarung pistol bakal tampak sebagai seorang ganster yang siap menembak lawan di depan. 

Sayalah yang sesungguhnya paling sopan dengan penampilan lebih mirip Keanu Reeves kebanyakan minum sampai mabuk, tetapi tetap saja kami dikira teroris Asia yang bakal mengacaukan Kazan. 

Kacau, bukan?

***