Resep "chak-chak" dipercaya berasal dari wilayah Volga Bulgaria, di mana wilayah itu kini masuk ke wilayah Rusia di bagian Eropa.
Sebagai orang Sunda yang sedang melancong di daratan Rusia, saya agak berpikir sekian kali ketika hendak dibawa teman untuk menikmati makanan khas Tatar. Nama makanan itu chak-chak.
Sungguh, bunyi makanan itu mirip dengan "cakcak" yang dalam bahasa Sunda berarti "cicak". Itu loh cicak-cicak di dinding yang diam-diam merayap. Hah, makan "cakcak"? batin saya, bukankah di Rusia daging rusa kutub yang lezat pun masih berlimpah, kenapa harus makan cicak? (mohon Anda pastikan retorika saya barusan ini asli lebay).
Jujur, sebelumnya saya memang belum pernah mendengar nama makanan khas Tatar ini. Maka ketika saya diajak ke sebuah tempat legendaris pembuatan chak-chak, ya saya mau dong...
Konon tempat pembuatan chak-chak ini sebuah museum di Kazan, sebuah republik di Rusia, tetapi bagi saya itu sebuah "etalase" belaka untuk kepentingan wisata sebagai daya tarik wisatawan asing. Semacam "sugar coated" di dunia travel, begitulah. Apa yang dibuat di dini -maksud saya chak-chak itu- asli diorkestrasi untuk kepentingan bisnis wisata.
Jadi, saya membayangkan di Tasikmalaya, kampung halaman kelahiran saya, demi menarik wisata serupa nanti ada semacam museum pembuatan "peuyeum" atau "tutug oncom" (nasi TO), plus proses pembuatan "lahang", yaitu minuman segar dari cairan enau.
Nah, di "museum" pembuatan chak-chak ini saya bisa mengenal dan paham secara instan bagaimana penganan yang rasanya manis dominan (karena ada unsur madu asli di dalamnya, bukan madu yang bikin sewot isteri pertama), diperagakan oleh gadis belia Tatar yang meski muslimah, tetaplah dia berideologi komunis. Jadi, jangan pernah berpikir untuk menikahinya (lagian emang dia mau, gitu?).
Mungkin di Indonesia namanya "tengteng", ketan atau beras yang disangray hingga mengembang, lalu direkatkan menggunakan gula.
Bedanya chak-chak terbuat dari potongan adonan renyah yang disatukan dalam sirup madu manis. Itulah cicak, eh... chak-chak. Tetapi jenis makanan tradisional penutup inilah yang justeru jadi "makanan nasional" Tatar.
Dalam bahasa setempat "chak-chak" berarti "sedikit" atau "kecil", bisa jadi berkorelasi dengan potongan adonannya yang berukuran kecil. Tetapi nona muda yang mendemonstrasikan bagaimana cara chak-chak dibuat menjelaskan, sebagian orang Tatar percaya bahwa nama "chak-chak" diambil dari bunyi yang menyerupai suara pisau ketika memotong adonan yang telah digoreng. Asli utak-atik gathuk, tari kecak di Bali juga berbunyi "chak-chak chak-chak...."
Namun sejarah permakanan (gastronomi) mencatat, resep "chak-chak" dipercaya berasal dari wilayah Volga Bulgaria, di mana wilayah itu kini masuk ke wilayah Rusia di bagian Eropa. Ada lagi cerita, penguasa atau pemimpin militer yang disebut "Khan" yang berkuasa di wilayah itu meminta para koki untuk membuat makanan penutup baru untuk pernikahan putranya. Ingat ya, "makanan penutup baru", yang bermaknan sebelumnya jenis makanan ini belum ada.
Syaratnya, hidangan manis itu harus dapat disimpan untuk waktu yang lama, renyah, bergizi dan mudah dibuat oleh siapa saja, tetapi pada saat yang bersama harus terlihat menarik perhatian para tamu. Konon si Khan ini (dipastikan bukan Shahruk Khan) mencicipi banyak makanan penutup, tetapi pilihan jatuh pada chak-chak. Mungkin si Khan ini teringat lagu "Bimbi" dari Band The Rollies, "Bimbi nama seorang gadis, sederhana tapi manis".
Demikianlah cerita lawatan saya Moskow-Kazan pulang-pergi, khususnya tentang makanan bernama chak-chak.
Anda pasti ingin segera membaca kesan saya mengenai gadis Rusia, bukan?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews