Begitu bersemangat beliau memimpin gerakan Deobandi. Gerakan yang sangat rasional. Ajaran ini mengharuskan beragama itu wajib menggunakan akal sehat.
Saya tiba kembali di Lahore. Sepertinya.
Ups, ini Birmingham, Inggris. Hanya kelihatannya seperti Lahore.
Begitu banyak orang Pakistan di Birmingham. Lengkap dengan pakaiannya. Kebiasaannya. Dan agamanya.
Jam 5 sore itu saya ke pusat kota Birmingham. Rabu lalu. Sayup-sayup terdengar suara Alquran dialunkan.
Ternyata dari pengeras suara di ujung jalan. Dari sebuah tenda. Yang lagi mendakwahkan Islam di kota itu. Salah satu tulisan di tenda itu menarik: Islam menghormati Moses, Jesus, dan Mary.
Yang menjaga tenda itu orang-orang keturunan Pakistan.
Di sebelah tenda itu ada wanita muda membawa poster. Berkulit hitam. Berambut keriting.
Saya membaca tulisan di papan yang dia bawa. Ada tulisan Latin, ada juga tulisan Arabnya.
Wanita itu terus berbicara: dia lagi mendakwahkan Kristen.
Islam dan Kristen bersaing di ujung jalan itu. Tapi juga saling menghormati.
Birmingham adalah kota terbesar kedua di Inggris. Pernah menjadi kota industri terpenting di negara itu. Masih kelihatan bau-bau masa lalunya. Di mana-mana terlihat aroma bekas pabrik. Seperti kawasan 'Jalur Karat' di Amerika.
Kota ini pernah dibom habis oleh Jerman. Di zaman perang dunia kedua. Dianggap pusat kekuatan industri persenjataan Inggris.
Baru sekali ini saya ke Birmingham. Dari London naik bus umum. Mampir Oxford. Lalu sambung bus lagi 2 jam. Tiketnya murah. London-Birmingham hanya sekitar Rp500 ribu.
Inilah kota yang Brexit menang sangat tipis. Saat diadakan referendum tiga tahun lalu. Warga Birmingham terbelah dua: separo pilih keluar dari Uni Eropa. Separonya lagi pilih 'Remain'.
Yang ikut referendum 800.000 orang. Dari penduduknya yang 1,2 juta. Brexit menang dengan selisih suara hanya 3.800. Berarti menangnya hanya 50,4 persen.
Inilah kota yang dulunya kaya. Ketika masih berada di zaman industri lama. Diperlukan banyak sekali tenaga kerja. India dan Pakistan --jajahan Inggris-- menjadi sumber tenaga yang murah.
Berkat imigran Pakistan itulah Islam sangat berkembang di Birmingham. Di mana-mana saya lihat masjid besar. Gaya Pakistan.
Penduduk Islam pun kini sudah terbesar kedua di Birmingham. Prosentasenya sudah 22 persen. Segala aliran Islam ada di sini.
Kristen tinggal 46 persen. Dari semula 59 persen.
Rupanya banyak orang Kristen pindah keyakinan: menjadi tidak beragama.
Jumlah yang tidak beragama itu mencapai 19 persen. Dari dulunya 12 persen.
Saya tertarik ke salah satu aliran Islam itu. Ke masjid Ghamkol Sharif. Di Birmingham Barat. Naik bus kota: 30 menit.
Itulah masjid yang dikenal sebagai pusatnya sufi di Birmingham.
Yang jamaahnya kebanyakan penganut sufi Nahshabandiyah dan Qadiriyah. Dan aliran sufi lainnya.
Tapi mereka juga mengaku sebagai pengikut alharhum Imam Ahmad Reza Khan. Yang tafsir Alqurannya jadi pegangan di situ: Tafsir Kanzul Iman.
Ulama hebat itu kelahiran India: Bareilly. Satu kota kecil di utara New Delhi.
Saya belum pernah melihat kitab Kanzul Iman. Di masjid ini pasti ada. Saya pun langsung ke lemari pustaka: ada.
Lalu beragama terasa sangat formal. Dan kering.
Maka Imam Reza Khan melahirkan gerakan pemikiran yang lain lagi. Gerakan sufi itu.
Gerakan Deobandi mengajarkan bahwa Nabi Muhamad itu manusia biasa, tapi sempurna. Insan kamil.
Bagi awam mungkin sulit membedakan gerakan ini.
Yang menarik keduanya sama-sama bermazhab Hanafi.
Berdebatan Insan Kamil vs Nur Muhamad tidak hanya Deobandi vs Sufi. Juga di Indonesia.
Dalam bingkai yang lebih damai.
Dahlan Iskan
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews