Di sosmed orang menertawakan foto dirinya yang diubah jadi keriput. Di depan cermin, kita berjuang untuk tidak terlihat tua.
Jokowi mau mencari menteri berusia muda. Tapi di Facebook orang-orang berebut menjadi tua. Sepertinya orang-orang itu memang tidak bermimpi jadi menteri. Mereka senang mendapatkan wajahnya jadi kriput, bergelambir, rambut yang rentan menandakan usia yang panjang.
Disini, jadi tua adalah semacam lelucon. Sama seperti anak-anak muda yang menertawakan kepikunan neneknya. Bedanya kita ingin menertawakan diri sendiri.
Tapi mungkin, diri kita yang lain. Yang justru kita posisikan sebagai bukan kita. Ia orang lain yang menyerupai wajah kita dengan beban lemak dan kulit kendor.
Memandang wajah sendiri yang keriput, dengan sudut pandang saat ini ketika masih segar bugar, mungkin bisa jadi sesuatu yang menggembirakan. Berbeda dengan saat kita sudah keriput, lalu memandang foto masa muda dulu.
Akan ada semacam perasaan yang terbang menggali kenangan. Ada kesedihan terselip, mengapa waktu begitu cepat? Kemana larinya kekuatan dan kecantikan yang dulu? Dimanakah tenaga dan vitalitas. Dimanakah semangat itu sekarang?
Saat itu kamu bisa saja masih bersemangat, tapi asam urrat dan kolesterol membatasi semuanya. Encok, problem hernia, pinggul yang kaku dan kaki yang mudah kesemutan menghambat gerakan. Juga ingatan yang kabur.
Sementara kita tidak pernah sanggup memutar jarum jam.
Maka kini kita tertawa memandang wajah tua kita yang diubah aplikasi ponsel. Sebab kita tidak benar-benar berada di usia itu. Akan berbeda jika kita nanti tiba disana. Adakah yang masih bisa kita tertawakan?
Itulah yang mungkin dipikirkan Soe Hok Gie, ketika dia mengatakan, beruntunglah mereka yang mati muda. Sebab kematian datang lebih cepat dari ketidakberdayaan melawan kehidupan.
Aplikasi hanya bisa mengubah wajah kita menjadi tua. Tapi tidak benar-benar membawa kita menghayati rasanya menjadi tua. Sebab menjadi renta bukan pilihan yang menarik. Buktinya Ratna Sarumpaet saja harus melakukan operasi plastik untuk melawannya.
Juga cat rambut dan kosmetik.
Di sosmed orang menertawakan foto dirinya yang diubah jadi keriput. Di depan cermin, kita berjuang untuk tidak terlihat tua.
Mungkin kitalah mahluk yang hidup dari satu paradoks ke paradoks lainnya. Justru karena itulah, manusia punya teka-teki yang selalu gagal ditebak bahkan oleh dirinya sendiri.
"Mas, sampeyan lagi nulis apaan sih?"
"Iseng Kum..."
"Inilah akibatnya kalau gak khusyuk saat malam Jumat," ujar Abu Kumkum.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews