Dengan Teknologi Nasi Kita Ciptakan Improvisasi Nasi

Ayo lakukan perubahan dengan kreasi dan implementasi dengan tidak laku melihatnya dari itu ke itu saja. Siapa tahu bisa menciptakan lapangan pekerjaan

Kamis, 16 Juli 2020 | 16:56 WIB
0
400
Dengan Teknologi Nasi Kita Ciptakan Improvisasi Nasi
Nasi Panas (kompasiana.com)

     RUANG lingkup nasi tidaklah sesederhana yang kita kerjakan sehari-hari. Masih terbuka improvisasi yang bisa dilakukan terhadap makanan pokok ini.

     Es balok bisa dibentuk sedemikian rupa, membentuk huruf, sebagaimana yang sering ditampilkan di tempat pesta pernikahan. Mengapa nasi tidak? O … karena bentuknya keras, sedangkan nasi tidak. Jelas alasan keliru. Buktinya yang empuk pun ada. Roti buaya, misalnya.

     Hampir semua nasi, bentuknya berantakan, termasuk pada hidangan yang dekoratif dan artistik. Meskipun demikian, janganlah dijadikan mitos, seolah-olah harus demikian : status quo.

     Karenanya belum lama ini penulis menawarkan konsep pada sebuah forum yang diikuti ribuan orang, apa yang dinamakan dengan Teknologi Nasi, yakni pengembangan nasi berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya.

     Meskipun di lembaga pendidikan belum ada jurusannya, kabar pembentukannya belum terdengar, namun esensi engineering pada berbagai bidang ilmu yang masuk mata kuliah di sana, bisa diterapkan dalam Teknologi Nasi.

     Opsi nasi yang kita lihat barulah segelintir ketimbang ruang lingkup improvisasinya. Masih miskin keragaman. Selama tidak terbelenggu sesuatu yang sudah begitu selama ini, tentu bermunculan pertanyaan bernanda, "Bagaimana kalau begini?" dan "Bagaimana kalau begitu?"

     Salah satu hukum fisika yang bisa ditransformasikan pada kegiatan menanak nasi : “Dengan perbandingan air - beras, jenis beras, ukuran api, dan waktu yang sama, dan cara yang semuanya serba, akan membuahkan nasi dengan tektur yang sama.

     Praktek teknologi nasi bisa dimulai tanpa harus membeli alat atau bahan tambahan. Misalnya, memasukkan serta memadatkan nasi ke dalam gelas kecil, lalu dituangkan di piring. Kalaupun gagal, masih bisa dimakan. Lakukanlah setiap periodik dengan proses beragam. Maka Suatu saat akan diperolehlah sejumlah pengetahuan yang terkait. Akhirnya bisa dipilihlah cara yang terbaik dalam kaitan memasukkan/memadatkan nasi ke dalam gelas.

     Tentu pernah melihat pembuatan batako. Seharusnya ini bisa dijadikan pecutan, mengapa campuran semen - tanah bisa diupayakan menjadi sesuatu berbentuk balok, sedang beras tidak. Tentu saja ukurannya lebih kecil. Cukuplah sebesar kotak rokok.  Sehingga kelak nasi tidak sebatas Lontong dan Ketupat, juga produk jenis lainnya yang juga menggunakan beras.

     Pada saat menanak nasi, sebuah reaksi pati berlangsung dalam air karena adanya suhu tinggi. Pati menyerap air sehingga beras mengembang serta menjadi nasi. Perbandingan keduanya ikut menentukan bentuk yang kita inginkan.

     Salah satu menanak nasi yang terbaik dengan menuangkan beras ke dalam air mendidih, agar langsung panas dan menyerap air. Proteinnya pun mengeras sehingga butir-butirnya utuh. Lapisan tepung yang mengeras, larut dalam air. Gilirannya nasi menjadi pulen.

     Agar semakin pulen serta lembut, tambahkan 10 gram ketan putih, sekitar dua sendok makan untuk setiap satu kg beras. Lalu aduk serta ditanak.

     Bila Teknologi Informasi memperkenalkan tutorialnya, Teknologi Nasi pun sama. Contoh sederhananya, kerak nasi pada wadah terkadang susah dibuang hanya dengan air. Agar cepat terkelupas, masukkanlah sesendok cuka, kemudian dimasak dengan air. Niscaya akan segera terkelupas.

     Beberapa contoh itu merupakan karakteristik khas berbagai bidang teknologi. Hanya perlu diseriuskan lagi, sehingga Teknologi Nasi benar-benar melembaga, mengikuti Teknologi Informasi, Teknologi Industri, sampai Teknologi Mekanika. Okelah masalah istilah keilmuan untuk ini bisa dirumus kemudian.

     Justru praktik Teknologi Nasi sudah berjalan dalam peradaban kita. Lihat saja, apa yang terjadi di dapur rumah tangga. Hampir setiap hari berlangsung kegiatan menanak nasi. Hanya saja sifatnya monoton. Bentuknya itu ke itu terus.

     Demi kehormatan dan popularitas nasi selaku makanan primadona bangsa Indonesia, kita lepas belenggu  status quo nasi. Ayo lakukan perubahan dengan kreasi dan implementasi dengan tidak laku melihatnya dari itu ke itu saja. Siapa tahu bisa menciptakan lapangan pekerjaan, khususnya bagi mereka yang mempunyai kemampuan untuk itu.

(Nasrullah Idris, Bidang Studi : Reformasi Sains Matematika Teknologi)

***