Jelang Punahnya Mobil Konvensional

Selama mobil bermesin konvensional masih diizinkan lalu lalang di jalan, dan bahan bakar bensin dan diesel masih dijual di negara ini, rasanya napas mobil bermesin konvensional masih panjang.

Senin, 20 Juni 2022 | 10:21 WIB
0
199
Jelang Punahnya Mobil Konvensional
Mobil awal-awal diciptakan (Foto: Facebook.com/James Luhulima)

Di surga, Karl Friedrich Benz (1844-1929) dan Gottlieb Wilhelm Daimler (1834-1900) pasti sedang merasa gundah dan sedih, melihat mobil bermesin konvensial yang mereka perkenalkan pada tahun 1886 di dua kota di Jerman, yakni Mannheim dan Stuttgart, kini berada diambang kepunahan. Mobil bermesin konvensional yang menggunakan bahan bakar minyak, jenis bensin dan solar (diesel), dalam waktu 20 tahun ke depan akan digantikan oleh mobil listrik murni (all electric).

Dua insinyur Jerman yang bekerja secara terpisah, masing-masing dianggap sebagai perintis mobil bermesin pembakaran dalam (internal combustion engine), yang juga dikenal sebagai mesin konvensional, pasti tidak pernah menyangka bahwa mobil rintisannya usianya tidak sampai 150 tahun.

Tepat, 136 tahun yang lalu (1886), Karl Benz memperkenalkan Benz Patent Motorwagen yang memiliki 3 roda, dan Gottlieb Daimler memasang mesin pembakaran dalam yang dibuatnya pada kereta kuda Wilhelm Wimpff & Sohn. Kedua mobil ini dianggap sebagai nenek moyang dari mobil bermesin konvensional.

Adalah Bertha Ringer (39), istri Karl Benz, yang membuka mata dunia mengenai apa yang dapat dilakukan oleh sebuah mobil. Pada tanggal 5 Agustus 1888, dua tahun setelah Benz Patent Motorwagen dibuat, ia secara diam-diam mengendarainya mobil itu bersama kedua putranya, Eugene (15) dan Richard (14), ke rumah ibunya di Pforzheim yang jaraknya 106 km dari Mannheim. Sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh kuda, tanpa estafet.

Benz menjual mobil bermerek Benz. Salah satunya Benz Victoria Phaeton, yang tahun 1894, tiba di Pelabuhan Semarang, milik Susuhunan Solo Paku Buwono X. Sementara Daimler, awalnya menjual mobil bermerek Daimler, tetapi kemudian atas permintaan Emil Jellinek, pengusaha dan pembalap Austria yang tinggal di Nice, Perancis, merek Daimler diubah menjadi Mercedes. Nama putrinya, Mercedes (bahasa Spanyol: Anggun), yang dianggap membawa keberuntungan, selalu ditulis di mobil balapnya.
Pada Perang Dunia I (1914-1918), Jerman kalah, dan perekonomiannya melemah. Pada tahun 1926, perusahaan mobil Benz bergabung dengan perusahaan mobil Daimler. Perusahaannya menggunakan nama Daimler-Benz dan merek mobil yang dibuatnya, Mercedes-Benz. Namun, Gottlieb Daimler tidak sempat mengalaminya, ia meninggal pada tahun 1900.

Perkembangan mobil-mobil bermesin konvensional sangat pesat karena performa dan kenyamanannya yang terus ditingkatkan dan juga karena kepraktisannya.

Mobil listrik murni yang dikembangkan pada pertengahan tahun 1880-an selama ini tidak dapat menyaingi mobil bermesin konvensional karena terhambat oleh tidak adanya baterai yang tahan lama dan pengisian kembali baterai yang memerlukan waktu yang lama. Dan, karena itu, mobil listrik murni dianggap tidak praktis.

Begitu pesatnya perkembangan mobil-mobil bermesin konvensional di dunia sehingga pernah ada suatu masa di mana harga 1 liter bensin lebih murah daripada harga 1 botol air mineral. Akan tetapi, pada saat yang sama, mulai muncul kesadaran bahwa emisi dari mobil-mobil bermesin konvensional itu mencemari lingkungan. Kalau hal itu tidak diatasi, dikhawatirkan suhu bumi meningkat (pemanasan global) yang akan membuat kemarau berkepanjangan, cuaca ekstrem, naiknya permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub. Dan, tanda-tanda ke arah itu sudah mulai terlihat.

Sesungguhnya, pabrikan-pabrikan mobil konvensional pada tahun 1990-an mulai mencari jalan keluarnya. Emisi mobil-mobil bermesin konvensional ditekan serendah mungkin sehingga tingkat pencemarannya menjadi minimal. Namun, untuk menghilangkan emisinya sama sekali, itu tidak mungkin. Mobil listrik murni adalah pilihan satu-satunya.

Pada akhir tahun 1990-an, pabrikan-pabrikan mobil bermesin konvensional Jepang, seperti antara lain Toyota dan Honda, mulai membuat mobil hibrida (hybrid) yang menggabungkan mesin konvensional dengan motor listrik sebagai sasaran antara sebelum nantinya benar-benar membuat mobil listrik murni. Kecenderungan itu juga diikuti pabrikan-pabrikan mobil bermesin konvensional lainnya. Sasaran antara itu dianggap perlu hingga ditemukan mobil listrik murni yang mendekati kepraktisan mobil bermesin konvensional.

Selain itu, juga coba dibuat mobil-mobil fuel cell yang menggunakan perangkat fuel cell yang mengubah hidrogen dari tangki mobil dan oksigen dari udara menjadi listrik yang digunakan untuk menggerakkan motor listrik. Emisinya, air (H2O). Mobil-mobil fuel cell sama sekali tidak mencemari udara.

Perpindahan dari mobil bermesin konvensional ke mobil listrik murni tidak sederhana, mengingat industri di baliknya sangatlah besar, dan tenaga kerja yang terlibat juga sangat banyak. Komponen mobil listrik murni sangat sedikit apabila dibandingkan dengan komponen mobil listrik murni sehingga tenaga kerja yang terlibat secara keseluruhan lebih sedikit. Perpindahan itu perlu waktu…

Namun, Eropa tidak sabar. Mereka khawatir jika ditunda-tunda nanti terlambat. Itu sebabnya, Uni Eropa mencanangkan akan mengakhiri produksi dan penjualan kendaraan berbahan bakar bensin dan diesel pada tahun 2035, dan itu tinggal 13 tahun lagi. Jika itu diterapkan diperkirakan pada akhir tahun 2030-an, mobil-mobil bermesin konvensional akan punah karena digusur oleh mobil-mobil listrik murni.

Namun, yang perlu diingat bahwa mobil bermesin konvensional tergusur bukan karena kalah praktis, kalah nyaman, atau performanya buruk, tidak, sama sekali tidak. Mobil bermesin konvensional dinilai mencemari lingkungan dengan emisinya, yang dalam jangka panjang akan merugikan kelestarian bumi sehingga produksinya harus dihentikan, dan diganti dengan mobil listrik murni yang sama sekali tidak memiliki emisi.

Indonesia, sudah mempersiapkan diri bagi hadir dan berkembangnya mobil listrik. Presiden Jokowi memang memberi perhatian yang besar terhadap mobil listrik. Itu tidak terlepas dari posisi Indonesia yang memiliki cadangan nikel yang melimpah. Nikel merupakan bahan baku baterai, yang digunakan oleh mobil listrik.

Kita tidak tahu kapan mobil bermesin konvensional punah di Indonesia? Kalau tidak ada lagi pabrikan yang membuat mobil bermesin konvensional, bagaimana nasib mobil bermesin konvensional? Akan tetapi, rasanya, selama mobil bermesin konvensional masih diizinkan lalu lalang di jalan, dan bahan bakar bensin dan diesel masih dijual di negara ini, rasanya napas mobil bermesin konvensional masih panjang. Meskipun mungkin jumlahnya semakin sedikit…tidak lagi mendominasi…

***