Di era keterbukaan informasi ini, seorang penulis atau wartawan dapat memanfaatkan "Big Data" yang disediakan Google, tentu syaratnya dengan melakukan riset terlebih dahulu.
Era "Big Data" saat ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Ketika sejumlah media besar dan bahkan kantor berita sudah berhasil mengolah data yang besar untuk dijadikan sebuah berita, di situlah pentingnya penulis dan wartawan "sadar data".
Bayangkan, dengan mengolah "Big Data", sebuah institusi media dan bahkan kantor berita seperti Associated Press (AP) di Amerika Serikat sudah mampu meramal kejatuhan sebuah negara atau bakal terjadinya kudeta di sejumlah negara dalam periode tertentu.
Lalu di mana fungsi dan tugas wartawan/penulis di era "Big Data" ini? Jawabannya sederhana; MEMANFAATKAN "Big Data" tersebut.
Data banyak tersebar di berbagai tempat. Mungkin sering Anda lupa bahwa Google adalah tempat semua orang bisa mengakses "Big Data" tersebut.
Saya tersadarkan ketika selesai membaca buku "Everybody Lies" karya Seth Stephens-Davidowitz yang sangat mencerahkan itu. Di sana terungkap, asalkan kita (maksudnya penulis atau jurnalis) mau melakukan riset dengan memasukkan kata kurci tertentu ke peramban "Mbah Gugel", maka dari sekumpulan data itu ada "fakta" yang menarik untuk Anda tulis dan ceritakan.
Sebagai contoh kecil yang dikemukakan Davidowitz dalam bukunya itu, mana yang lebih populer antara pizza atau hotdog dalam kurun waktu tahun 1800 hingga tahun 2019 (selama kurun waktu dua abad). Secara intuisi Anda bisa saja menebak "Hotdog" yang paling populer atau "Pizza" yang lebih populer karena dipengaruhi kesukaan Anda terhadap dua jenis makanan tersebut.
Tetapi, dengan bantuan data Google dan akses terhadap informasi yang sudah sedemikian terbuka di Amerika Serikat, juga di negeri kita ini, maka jawaban mengejutkan akan segera muncul.
Apakah riset remeh temeh soal pizza atau hotdog ini penting atau menarik untuk ditulis dan dikonsumsi sebagai bacaan?
Tergantung; bisa menarik, bisa juga penting!
Menarik, bisa sekadar menambah wawasan dan pengetahuan tentang perjalanan sejarah sebuah makanan. Mungkin Anda sekadar berguman, "Oh, gitu toh...!?" Tapi 'kan sekarang Anda menjadi tahu dan berpengetahuan, minimal soal hotdog dan pizza itu.
Penting, data ini bisa digunakan oleh pebisnis untuk menentukan apakah ia harus berjualan pizza atau hotdog jika melihat popularitas kedua jenis makanan itu dan preferensi orang di suatu wilayah untuk menyantap lebih banyak satu di antara dua pilihan makanan itu.
Demikian pula tulisan mengenai sepak bola yang dipaparkan Denny JA dalam sebuah tulisan berjudul Ketika Sepak Bola Menjadi Seperti Agama, tulisan ini menjadi menarik karena disertai riset.
Riset sederhana adalah ucapan dua "Dewa Sepak Bola" bernama Maradona dan Pele yang sama-sama menganggap sepak bola sudah seperti agama saking dipujanya sedemikian rupa. Pele bahkan pernah mengatakan, "Bagi saya, sepak bola itu sudah seperti agama. Saya memuja bola sedikit di bawah memuja Tuhan".
Nah, kalimat, kata-kata, ucapan orang ternama itu adalah data atau sekumpulan data yang terserak di Google. Tidak menjadi masalah jika Google merujuk kepada tautan tertentu, dia hanya membimbing Anda untuk membuka tautan dimaksud, dan... di sanalah data-data yang besar itu berada.
Bagi Denny JA yang seorang periset, misalnya, akan sangat mudah menentukan klub sepakbola mana yang paling besar dan paling populer di jagat raya. Lalu ia menuliskannya dalam sebuah catatan perjalanan yang menarik.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews