Rara Terawan

Dia akan terus melangkah untuk melawan IDI dengan aneka cara. Termasuk jalan senyap yang mungkin lebih disukai oleh para koneksinya agar konsentrasi mereka mempersiapkan pemilu tidak terganggu oleh kasus Terawan.

Rabu, 6 April 2022 | 05:36 WIB
0
115
Rara Terawan
Terawan (Foto: Republika.co.id)

Reaksi pemuja dokter Terawan dan dukun AC Tuhan Rara itu sebenarnya satu benang merah.

Karena mental gampang kagum lalu kaget terus jadi budak cinta hingga mereka menggunakan kacamata kuda.
Kalau Rara sudah gamblang saya jelaskan.

Sila lihat ke- bego- an pemujanya di postingan saya sebelumnya yang bela mati-matian meski pengakuan dia temennya Tuhan yang punya AC dan dia punya remotenya benar-benar absurd.

Hal yang sama juga terlihat soal pemecatan dokter Terawan. Orang baik kok dipecat. Dia itu ciptakan terobosan.
Banyak orang besar yang sembuh ditangan dia. Sudah 40 ribu orang yang sembuh karena terapi otaknya.

Dan mereka kemudian marah dengan gaya sama persis ketika pesorak itu teriak-teriak di Mandalika. Tetaplah berjuang di Jalan sunyi.
.
Pak Jokowi, Tolong pak Terawan. Jangan kecewa kalo Terawan praktek di luar negeri, di sini dilecehkan. Bubarkan IDI. Isinya kadrun. Persis kayak MUI.

Dan aneka hujatan yang aneh. Tanpa melihat alasan dasar IDI pecat Terawan. Kalaupun sudah baca, tetap saja perilakunya seperti budak cinta.

Pokoknya Terawan bener. Perduli setan dengan debunk, sanggahan atau penjelasan dari kaum ahli sekalipun.
Yang masuk akal sekalipun. Yang sudah mengikuti standard internasional sekalipun. Yang menjelaskan bahwa Terawan salah karena tidak menerapkan kaidah ilmiah.

IDI sudah kasih waktu banyak untuk Terawan untuk buktikan terapi cuci otaknya sudah melewati uji klinis yang benar. Namun dia menolak. Bahkan IDI sudah sediakan forum ilmiahnya.

Oh, sudah banyak yang sembuh termasuk pak Prabowo, Abu Rizal Bakrie Dan banyak penggede Negeri ini.

Orang lupa bahwa dalam dunia kedokteran, terapi atau obat harus melewati serangkaian uji klinis yang ketat bukan klaim ala Tong Fang.

Terawan tidak lakukan ini. Dia justru mengujicobakan terapi itu langsung ke manusia. Fatalnya lagi, Terawan bukan dokter yang punya kompetensi di terapi syaraf. Dia ahli radiologi. Jelas ini salah kaprah.

Termasuk juga ketika dia kembangkan vaksin Nusantara. Nyaris dana negara dipakai untuk pengembangan vaksin individual itu.

Untungnya, pak Jokowi pecat dia jadi perkembangan vaksin itu langsung terhambat dananya. Bayangkan jika Terawan punya kuasa anggaran, berapa ribu laboratorium harus dibangun untuk mengembangkan vaksin Nusantara yang sebenarnya adalah terapi individual yang tidak bisa dibuat massal.

Dan belakangan ketauan, perusahaan Amerika berada di balik semua itu. Yang lagi-lagi di klaim sebagai temuan Terawan. Sama seperti terapi cuci otak. Padahal Terawan hanya mengembangkan terapi cuci otak yang ada tapi dilarang di Amerika karena berbahaya. Dari sini, sangat jelas bahwa IDI harus memecatnya karena perilakunya itu.

Terawan berusaha melakukan perlawanan ketika ijin dokternya dibekukan IDI. Dia membuat perkumpulan dokter radiologi tanpa prosedur baku yang ditetapkan IDI yang selama ini diikuti oleh organisasi profesi dokter spesialis lainnya.

Bahkan dia melarang semua dokter radiologi yang jadi anggota untuk menghadiri atau memenuhi undangan atau panggilan IDI. Ini juga perkara serius yang menjadi dasar kuat IDI memecat Terawan.

Kini setelah dipecat, Terawan kemungkinan akan ambil tindakan perlawanan. Salah satunya dengan mengandalkan kekuatannya di medsos dan koneksinya yang luas, termasuk di pemegang kekuasaan dan pembuat Undang-Undang.

Pintu masuknya adalah kemungkinan gelombang hujatan terhadap IDI yang disemburkan melalui berbagai kanal media sosial. Sound familiar, right?

Tak perduli fakta bahwa IDI itu organisasi profesi yang berhak atas apapun terhadap anggotanya yang menyimpang. Kredibilitasnya sangat tinggi melampaui batas negara karena diakui internasional.

Namun kompor medsos itu bakalan dingin karena yang masak sedang siap-siap pemilu. Yang dulu galak bela dia, sedang itung duit dan strategi buat tetap beroleh kursi. Sementara kelompok lainnya berusaha meraih kursi.

Dan malangnya-- Terawan tidak masuk hitungan. Bahkan dia bisa dianggap penghalang. Paling jauh, mereka cuma bisa memberi dukungan moral dengan kalimat normatif sekedarnya.

Jadi tidak heran jika nantinya Terawan ditinggal sendirian.

Di pinggir Jalan.

TNI, khususnya AD, juga tidak bisa berbuat banyak ( lagi). Ketika Terawan ribut dengan BPOM, TNI-AD berbaik hati dengan menyediakan ruang yang meski lebih sempit bagi Terawan untuk menjajal vaksin Nusantara.

Tapi sekarang dia sudah purnawirawan. Dan dipecat permanent oleh IDI. Hingga lembaga atau insitusi apapun yang mem- per- kerja- kan Terawan sebagai dokter bisa dituntut hukum pidana.

TNI yang dikenal disiplin dalam berorganisasi tidak mau ambil resiko besar. Jadi sekarang, Terawan hanya bisa buka klinik alternatif model Tong Fang dan sejenisnya yang tidak memerlukan izin dari IDI. Atau mengajar.

Tapi ini terlalu menghinakan bagi seorang Terawan berpangkat Letjen purnawirawan dan namanya mentereng dimana-mana...

Dia mungkin sedikit terhibur dengan gaya pendukungnya yang kelakuannya sama dengan pendukung pesorak di Mandalika. Yang menepikan logika dan sains. Tapi itu tidak cukup bagi Dia.

Dia akan terus melangkah untuk melawan IDI dengan aneka cara. Termasuk jalan senyap yang mungkin lebih disukai oleh para koneksinya agar konsentrasi mereka mempersiapkan pemilu tidak terganggu oleh kasus Terawan.

Dan perlawanan Terawan terhadap IDI mungkin akan kita saksikan di hari-hari kedepan.

***