Sesungguhnya tanda-tanda ke arah itu sudah semakin nyata dan dekat meski sekarang ini Pemerintah mengupayakan siaran televisi digital.
Saya pinjam judul Tulisan sekaligus foto ini dari rekan saya Dodi M. Goerning ini. Dia adalah mantan fotografer pada salah satu majalah di kelompok Kompas Gramedia, artinya dia dulu kolega dengan saya.
Adakah hal yang aneh dalam foto yang dibagikan oleh Dodi di laman Facebook-nya tersebut?
Mungkin tidak ada, biasa saja. Yang aneh bukanlah narasumber yang sedang diwawancarai awak media, tetapi sedikit aneh ketika melihat jajaran handphone atau ponsel pintar yang berusaha mengabadikan peristiwa dengan narasumber yang sedang mereka dihadapi.
Pada zaman 5 atau 10 tahun yang lalu, tidak pernah terjadi pemandangan seperti ini dimana sejumlah wartawan mengerubungi narasumber, kemudian merekam dengan kamera masing-masing gambar video untuk disiarkan, bahkan disiarlangsungkan.
Pada masa lalu yang tampak adalah serangkaian wartawan televisi atau kameramen dengan kamera yang berada atau berjajar tepat di depan narasumber.
Tetapi kini pemandangan itu sudah lenyap dari pandangan biasa dan mungkin akan seperti ini selamanya sebelum kelak varian ponsel terbaru ditemukan.
Kemudian yang menjadi pertanyaan, kemana larinya kameramen dan wartawan televisi yang dahulu demikian berwibawa dengan kamera-kamera supermahalnya itu?
Mengapa dalam kesempatan yang sangat berharga di mana ketua PBNU lama dikalahkan dalam pemilihan ketua PBNU di Lampung baru-baru ini wartawan televisi tidak nampak dengan peralatannya, yang ada malah ponsel yang dipegang wartawan online?
Tentu ini berita, menarik apalagi bisanya saat itu para wartawan sedang merekam pernyataan Said Aqil Siradj yang mengakui kemenangan lawannya, yakni Yahya Staquf selaku Ketua PBNU terpilih
Jangan lupa pula bahwa ponsel kecil dengan kemampuan besar yang tengah merekam peristiwa di depan itu bisa disiarkan secara langsung lewat perangkat livestreaming yang mereka punya.
Mengoperasikan livestreaming itu sendiri semudah menekan fitur-fitur di layar ponsel.
Bandingkan jika pada masa lalu ketika wartawan televisi akan menyiarkan secara langsung peristiwa yang terjadi. Mereka harus dilengkapi dengan alat-alat berat, alat-alat mutakhir dengan mobil van besar yang parkir di luar ruang.
Memang ketika era CNN merajai pertelevisian, sudah ada perangkat berupa kamera televisi yang bisa menyiarkan langsung siaran melalui satelit dengan perangkat kecil yang menempel di badan kamera tersebut atau perangkat terpisah seperti payung kecil yang dikembangkan.
Tetapi sekarang, hanya dengan menggunakan perangkat ponsel atau smartphone, tidak harus yang mahal-mahal tetapi terpenting dapat mengakses secara cepat, maka siaran langsung pun dapat dilakukan dengan mudah dan murah.
Apakah ini tanda-tanda senjakala atau berakhirnya jurnalisme televisi yang kemudian akan digantikan jurnalisme online?
Sesungguhnya tanda-tanda ke arah itu sudah semakin nyata dan dekat meski sekarang ini Pemerintah mengupayakan siaran televisi digital. Tapi coba tanya lembaga pemerintahan AC Nielsen, jawabannya pasti bahwa penonton televisi siaran semakin berkurang dan terus berkurang.
Tanya, kenapa?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews